Harga minyak di perdagangan Asia tergelincir
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan Asia hari ini turun karena berkurangnya kekhawatiran terhadap pasokan dari Timur Tengah. Sementara menit dari pertemuan Federal Reserve AS (Fed) tidak dapat menjelaskan apapun terhadap masa depan program stimulus.
Kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, turun dua sen menjadi USD103,83 per barel pada perdagangan pertengahan pagi. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober turun 19 sen menjadi USD109,62 per barel.
"Penurunan harga minyak mentah dapat dikaitkan dengan sinyal dimulainya kembali ekspor Libya," kata Lee Chen Hoay, analis investasi Phillip Futures, Singapura, seperti dilansir dari AFP, Kamis (22/8/2013).
Terminal minyak utama Libya telah terkena serangan sejak akhir Juli, yang menyebabkan produksi menurun menjadi kurang dari 330.000 barel per hari sebelum naik kembali ke 670.000 barel.
Pejabat Libya mengatakan, beberapa terminal segera membuka kembali dan lebih bisa me-restart pengiriman dalam beberapa hari ke depan.
Sementara risalah rapat komite kebijakan pengaturan Fed pada akhir Juli tidak dapat menjelaskan kapan akan mulai meredam skema besar pembelian obligasi, dengan anggota terbagi menunggu ekonomi AS membaik.
Investor khawatir, bahwa pergeseran dalam kebijakan moneter AS akan memukul permintaan minyak di negara berkembang, terutama India. Di mana rupee telah jatuh ke rekor terendah terhadap dolar pekan ini.
Lebih umum, mengakhiri stimulus mungkin akan membuat dolar naik, yang pada gilirannya bisa mengirim harga minyak turun karena membuat komoditas lebih mahal bagi orang-orang yang membeli dengan mata uang lain.
Kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, turun dua sen menjadi USD103,83 per barel pada perdagangan pertengahan pagi. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober turun 19 sen menjadi USD109,62 per barel.
"Penurunan harga minyak mentah dapat dikaitkan dengan sinyal dimulainya kembali ekspor Libya," kata Lee Chen Hoay, analis investasi Phillip Futures, Singapura, seperti dilansir dari AFP, Kamis (22/8/2013).
Terminal minyak utama Libya telah terkena serangan sejak akhir Juli, yang menyebabkan produksi menurun menjadi kurang dari 330.000 barel per hari sebelum naik kembali ke 670.000 barel.
Pejabat Libya mengatakan, beberapa terminal segera membuka kembali dan lebih bisa me-restart pengiriman dalam beberapa hari ke depan.
Sementara risalah rapat komite kebijakan pengaturan Fed pada akhir Juli tidak dapat menjelaskan kapan akan mulai meredam skema besar pembelian obligasi, dengan anggota terbagi menunggu ekonomi AS membaik.
Investor khawatir, bahwa pergeseran dalam kebijakan moneter AS akan memukul permintaan minyak di negara berkembang, terutama India. Di mana rupee telah jatuh ke rekor terendah terhadap dolar pekan ini.
Lebih umum, mengakhiri stimulus mungkin akan membuat dolar naik, yang pada gilirannya bisa mengirim harga minyak turun karena membuat komoditas lebih mahal bagi orang-orang yang membeli dengan mata uang lain.
(dmd)