Kadin: Saatnya cintai produk dalam negeri
A
A
A
Sindonews.com - Menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah, menjadi momentum bagi pelaku usaha di DI Yogyakarta (DIY) untuk lebih mencintai produk lokal.
Terpuruknya rupiah ini akan membuat harga bahan baku impor meroket. "Saya rasa ini justru menjadi momentum untuk lebih mencintai produk dalam negeri," jelas Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY, Gonang Djulistiono, Senin (26/8/2013).
Menurutnya, kondisi tersebut akan menghasilkan dua sisi yang berbeda. Seperti mata uang logam ada pihak yang diuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan. Bagi eksportir, tentu akan menjadikan berkah karena akan mendapatkan untung lebih besar.
Namun, lanjut dia, bagi pelaku UKM yang mengandalkan bahan baku impor bisa menjadi malapetaka. "Bagi eksportir harus memanfaatkan untuk menggenjot ekspornya. Tetapi harus ekspor produk jadi bukan barang mentah," jelasnya.
Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) DIY, Riyadi Ida Bagus Subali mengatakan, depresiasi rupiah ini akan terkait dengan impor. Banyak perajin yang mengandalkan bahan baku produk dari pasar impor.
Salah satunya, kata Riyadi, industri tekstil, produk teksti, yang bahan bakunya semisal aksesoris, kain, benang maupun kapas didatangkan dari luar negeri.
Atas kondisi ini, perajin harusnya melakukan renegosiasi agar ada peninjauan kembali atas kerja sama yang ada. Hanya saja sampai saat ini belum ada perusahaan yang melakukan renegosiasi. "Memang saat ini belum seekstrim 1998, tetapi kalau terus melemah harus dilakukan renegosiasi," ujar dia.
Terpuruknya rupiah ini akan membuat harga bahan baku impor meroket. "Saya rasa ini justru menjadi momentum untuk lebih mencintai produk dalam negeri," jelas Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY, Gonang Djulistiono, Senin (26/8/2013).
Menurutnya, kondisi tersebut akan menghasilkan dua sisi yang berbeda. Seperti mata uang logam ada pihak yang diuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan. Bagi eksportir, tentu akan menjadikan berkah karena akan mendapatkan untung lebih besar.
Namun, lanjut dia, bagi pelaku UKM yang mengandalkan bahan baku impor bisa menjadi malapetaka. "Bagi eksportir harus memanfaatkan untuk menggenjot ekspornya. Tetapi harus ekspor produk jadi bukan barang mentah," jelasnya.
Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) DIY, Riyadi Ida Bagus Subali mengatakan, depresiasi rupiah ini akan terkait dengan impor. Banyak perajin yang mengandalkan bahan baku produk dari pasar impor.
Salah satunya, kata Riyadi, industri tekstil, produk teksti, yang bahan bakunya semisal aksesoris, kain, benang maupun kapas didatangkan dari luar negeri.
Atas kondisi ini, perajin harusnya melakukan renegosiasi agar ada peninjauan kembali atas kerja sama yang ada. Hanya saja sampai saat ini belum ada perusahaan yang melakukan renegosiasi. "Memang saat ini belum seekstrim 1998, tetapi kalau terus melemah harus dilakukan renegosiasi," ujar dia.
(izz)