Paket stimulus belum fokus pada pemberantasan pungli
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia menilai bahwa Empat Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah baru-baru ini belum mampu menyelesaikan masalah ekonomi Indonesia yang kian memburuk. Pasalnya, paket tersebut belum fokus pada pemberantasan pungutan liar (pungli) dan percepatan pelayanan investasi di indonesia.
Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana mengatakan kebijakan tersebut memerlukan proses jangka menengah dan panjang untuk merealisasikannya. Namun, lanjutnya, jika pemerintah benar-benar mau memperbaiki kelesuan ekonomi, seharusnya pemerintah lebih fokus pada reformasi perizinan investasi yang saat ini masih dikenal lamban, bertele-tele dan penuh pungli.
"Pemerintah harus mampu mengendalikan pungli dalam pelayanan perizinan investasi dalam waktu secepat mungkin sehingga citra Indonesia sebagai negara pro investasi membaik secara cepat," tegas Danang dalam rilis kepada wartawan, Senin (26/08/2013).
Lebih lanjut, Danang menjelaskan, salah satu hambatan terbesar dalam pembangunan ekonomi adalah perilaku pungli di perizinan. Semakin lama pelayanan publik di sektor perizinan rentan terhadap praktik pungli oleh birokrasi.
Salah satu buktinya adalah temuan Ombudsman RI dalam bentuk pungli-pungli masif yand dilakukan sembilan Kantor Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) di Jabodetabek. Hasil investigasi yang dilakukan pada Mei hingga Juni 2013 ini menunjukkan indikasi pungli oleh oknum BPLHD di bawah Pemerintah Daerah terhadap pelaku usaha yang mengurus izin lingkungan sebagai salah satu syarat izin investasi.
"Bila dikalkulasi, jumlah punglinya mencapai miliaran rupiah di satu kantor," tutur Danang.
Ini saja, kata dia, baru pungli kelas investasi menengah dalam bentuk dokumen Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Diperkirakan bahwa pungli untuk mendapatkan izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) nilainya bisa ratusan juta.
"Praktik pungli tersebut jelas bertentangan dengan Empat Paket Kebijakan Penyelamatan Ekonomi yang disampaikan pemerintah," tukasnya.
Seperti diketahui, paket keempat menyatakan bahwa harus ada penyederhanaan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan terpadu satu pintu dan menyederhanakan jenis-jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi. Temuan Ombudsman RI mengenai pungli ini, ujar Danang, menguak salah satu praktik maladministrasi yang dapat menimbulkan kerugian baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Dari sisi ekonomi, menurut dia, sudah sangat jelas pelaku usaha kesulitan dalam menjalankan aktivitas ekonominya karena sulit memperoleh izin.
"Sedangkan dari sisi lingkungan, kerusakan lingkungan hidup berpotensi terjadi bilamana analisis lingkungan tidak dilakukan dengan baik," tutur Danang.
Oleh karena itu, ucap Danang, dalam hal ini, Presiden bersama jajaran Kabinet harus tegas dan berani melepas ego sektoral sehingga bisa memangkas prosedur sekaligus fokus membersihkan pungli perizinan investasi. Sebab, pungli di sektor ini bukan perkara picisan sebagaimana temuan investigasi Ombudsman RI.
"Hasilnya sudah ada dan akan kami sampaikan modus pungli yang dilakukan dan besaran biaya yang diminta kepada masyarakat pada Rabu (28/8/2013)," jelasnya.
Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana mengatakan kebijakan tersebut memerlukan proses jangka menengah dan panjang untuk merealisasikannya. Namun, lanjutnya, jika pemerintah benar-benar mau memperbaiki kelesuan ekonomi, seharusnya pemerintah lebih fokus pada reformasi perizinan investasi yang saat ini masih dikenal lamban, bertele-tele dan penuh pungli.
"Pemerintah harus mampu mengendalikan pungli dalam pelayanan perizinan investasi dalam waktu secepat mungkin sehingga citra Indonesia sebagai negara pro investasi membaik secara cepat," tegas Danang dalam rilis kepada wartawan, Senin (26/08/2013).
Lebih lanjut, Danang menjelaskan, salah satu hambatan terbesar dalam pembangunan ekonomi adalah perilaku pungli di perizinan. Semakin lama pelayanan publik di sektor perizinan rentan terhadap praktik pungli oleh birokrasi.
Salah satu buktinya adalah temuan Ombudsman RI dalam bentuk pungli-pungli masif yand dilakukan sembilan Kantor Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) di Jabodetabek. Hasil investigasi yang dilakukan pada Mei hingga Juni 2013 ini menunjukkan indikasi pungli oleh oknum BPLHD di bawah Pemerintah Daerah terhadap pelaku usaha yang mengurus izin lingkungan sebagai salah satu syarat izin investasi.
"Bila dikalkulasi, jumlah punglinya mencapai miliaran rupiah di satu kantor," tutur Danang.
Ini saja, kata dia, baru pungli kelas investasi menengah dalam bentuk dokumen Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Diperkirakan bahwa pungli untuk mendapatkan izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) nilainya bisa ratusan juta.
"Praktik pungli tersebut jelas bertentangan dengan Empat Paket Kebijakan Penyelamatan Ekonomi yang disampaikan pemerintah," tukasnya.
Seperti diketahui, paket keempat menyatakan bahwa harus ada penyederhanaan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan terpadu satu pintu dan menyederhanakan jenis-jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi. Temuan Ombudsman RI mengenai pungli ini, ujar Danang, menguak salah satu praktik maladministrasi yang dapat menimbulkan kerugian baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Dari sisi ekonomi, menurut dia, sudah sangat jelas pelaku usaha kesulitan dalam menjalankan aktivitas ekonominya karena sulit memperoleh izin.
"Sedangkan dari sisi lingkungan, kerusakan lingkungan hidup berpotensi terjadi bilamana analisis lingkungan tidak dilakukan dengan baik," tutur Danang.
Oleh karena itu, ucap Danang, dalam hal ini, Presiden bersama jajaran Kabinet harus tegas dan berani melepas ego sektoral sehingga bisa memangkas prosedur sekaligus fokus membersihkan pungli perizinan investasi. Sebab, pungli di sektor ini bukan perkara picisan sebagaimana temuan investigasi Ombudsman RI.
"Hasilnya sudah ada dan akan kami sampaikan modus pungli yang dilakukan dan besaran biaya yang diminta kepada masyarakat pada Rabu (28/8/2013)," jelasnya.
(gpr)