Faktor ini juga menjadi pendorong BI rate dinaikkan
A
A
A
Sindonews.com - Faktor tapering off dari pelonggaran kuantitafif (quantitative easing) III di Amerika Serikat (AS) yang sering didengungkan akan dilaksanakan bulan September mendatang dan juga krisis geopolitik di Suriah menjadi faktor pendorong Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga BI (BI rate) menjadi 7 persen dari sebelumnya 6,5 persen.
"Kita harus lakukan review karena semakin jelas tapering off dan geopolitik Suriah yang berpengaruh pada harga minyak. Dari review itu kita lihat bahwa kita perlu respon," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung DPR, Kamis (29/8/2013) malam.
Dengan respon kenaikan BI rate yang termasuk dalam bauran lanjutan kebijakan, Agus berharap BI dapat membantu stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Kita juga memberi pesan upaya perbaiki current account deficit, pengurangan impor dan juga mendorong ekspor dan juga mengantisipasi kondisi yang tidak pasti," lanjut Agus.
Di sisi lain, Agus menyambut baik keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian dalam merespon current account deficit dengan cara melakukan reformasi struktural berupa percepatan paket stimulus ekonomi.
"Kita juga dampingi dengan paket dan diharapkan efektif. Tapi kami berkeyakinan, pemerintah akan mengeluarkan paketnya," sambungnya.
Agus menyebut bahwa perbaikan yang dilakukan BI, Otoritas Jasa keuangan (OJK) dan pemerintah dalam jangka pendek, menengah maupun panjang akan membuat defisit pada tahun ini secara keseluruhan menjadi lebih baik.
"Kita juga melihat bahwa kondisi default swap, yield SBN dan IHSG. Namun, kita lihat defisit di 2013 whole year sudah lebih baik," pungkas Agus.
Sebelumnya Agus menuturkan, kenaikan BI rate dilakukan untuk mengantisipasi expected inflation tahun ini dari yang sebelumnya 8,6-9,2 persen menjadi 9-9,8 persen.
"Kondisi ini perlu kita respon karena kita tidak ingin ini menjadi dua digit. Kalau kita naikkan BI rate itu antara lain untuk merespon kondisi expected inflation yang bisa sampai kisaran itu," ujarnya.
Agus yakin kebijakan menaikkan BI rate tersebut cukup memadai serta menekankan pada aspek makroprudensial.
"Kita juga merespon di Loan To Value ratio (LTV), Giro Wajib Minimum (GWM), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan GWM sekunder. Kita juga respon dengan supervisory action dan itu untuk yakinkan bank-bank dalam keadaan baik," pungkasnya.
"Kita harus lakukan review karena semakin jelas tapering off dan geopolitik Suriah yang berpengaruh pada harga minyak. Dari review itu kita lihat bahwa kita perlu respon," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung DPR, Kamis (29/8/2013) malam.
Dengan respon kenaikan BI rate yang termasuk dalam bauran lanjutan kebijakan, Agus berharap BI dapat membantu stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Kita juga memberi pesan upaya perbaiki current account deficit, pengurangan impor dan juga mendorong ekspor dan juga mengantisipasi kondisi yang tidak pasti," lanjut Agus.
Di sisi lain, Agus menyambut baik keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian dalam merespon current account deficit dengan cara melakukan reformasi struktural berupa percepatan paket stimulus ekonomi.
"Kita juga dampingi dengan paket dan diharapkan efektif. Tapi kami berkeyakinan, pemerintah akan mengeluarkan paketnya," sambungnya.
Agus menyebut bahwa perbaikan yang dilakukan BI, Otoritas Jasa keuangan (OJK) dan pemerintah dalam jangka pendek, menengah maupun panjang akan membuat defisit pada tahun ini secara keseluruhan menjadi lebih baik.
"Kita juga melihat bahwa kondisi default swap, yield SBN dan IHSG. Namun, kita lihat defisit di 2013 whole year sudah lebih baik," pungkas Agus.
Sebelumnya Agus menuturkan, kenaikan BI rate dilakukan untuk mengantisipasi expected inflation tahun ini dari yang sebelumnya 8,6-9,2 persen menjadi 9-9,8 persen.
"Kondisi ini perlu kita respon karena kita tidak ingin ini menjadi dua digit. Kalau kita naikkan BI rate itu antara lain untuk merespon kondisi expected inflation yang bisa sampai kisaran itu," ujarnya.
Agus yakin kebijakan menaikkan BI rate tersebut cukup memadai serta menekankan pada aspek makroprudensial.
"Kita juga merespon di Loan To Value ratio (LTV), Giro Wajib Minimum (GWM), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan GWM sekunder. Kita juga respon dengan supervisory action dan itu untuk yakinkan bank-bank dalam keadaan baik," pungkasnya.
(rna)