Inflasi Agustus di Sulsel tembus 1,58%
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat harga barang-barang di Sulsel mengalami kenaikan pada Agustus 2013. Total inflasi atau perkembangan indeks harga konsumen (IHK) di Sulsel mencapai 1,58 persen yang diperkirakan masih akan bertahan pada September tahun ini.
Kepala BPS Sulsel, Nursam Salam mengatakan, dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih dirasakan pada Agustus, ditambah dengan kondisi Lebaran yang mendorong konsumsi masyarakat.
"Faktor lain yakni adanya defresiasi rupiah yang memengaruhi ekspektasi pasar akan barang-barang impor," tutur dia di kantornya, Senin (2/9/2013).
Khusus faktor melemahnya rupiah dinilai Nursam mampu dilihat dari kondisi perekonomian Indonesia secara umum. Harga barang-barang khususnya barang impor di pasaran memang mengalami kenaikan, imbasnya akumulasi inflasi hampir terjadi di seluruh kota di Indonesia.
Khusus di Sulsel, neraca perdagangan memang mengalami defisit. Barang impor jauh lebih banyak ketimbang barang ekspor dari akumulasi perdagangan di Januari hingga Juli 2013. Ekspor Sulsel hanya USD908,81 juta. Sementara impor nilainya mencapai USD922,89 juta terjadi defisit hingga USD14,08 juta.
Barang impor yang masuk ke Sulsel pun bervariasi, selain bahan bakar mineral yang paling tinggi, bahan dasar pembuatan terigu pun cukup tinggi yakni gandum mencapai 26,95 persen. Namun, neraca perdagangan Sulsel masih dikategori sehat dan tak menggangu pengusaha lokal.
Menurutnya, faktor utama tingginya inflasi di Sulsel bersumber dari beberapa komoditi bahan makanan diantaranya bawang merah, daging ayam, ikan teri basah, daging sapi dan ikang cakalang. Faktor lain yakni kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan gaji tukang serta mandor di proyek konstruksi.
Adanya kebijakan baru dari Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 7 persen dari 6,5 persen akhir pekan lalu juga akan mendorong terjadinya kenaikan harga baru khususnya industri keuangan.
Sejumlah bank telah siap menaikkan suku bunga kredit. Salah satunya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Kenaikan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan tersebut dipastikan akan memengaruhi sektor riil.
Sektor riil khususnya perumahan dan otomotif yang akan menerima dampak utama dari kenaikan SBDK perbankan. Kredit rumah dan kendaraan masyarakat akan berubah yang juga akan merubah pola pasar properti dan otomotif hingga hampir seluruh sektor perekonomian di masyarakat.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Hasanuddin Makassar, Iswanto Anwar menilai keputusan BI menaikkan BI Rate menjadi katalis positif bagi pergerakan rupiah. Walau disatu sisi kenaikan BI Rate malah akan menekan target inflasi Indonesia dan Sulsel secara khusus tahun ini.
"Pasar pasti akan merespon negatif dan harga-harga akan ikut naik, dengan begitu inflasi akan cukup tinggi dibarengi pertumbuhan ekonomi yang melambat," kata dia.
Karena itu, Iswanto mengharapkan peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bekerja lebih optimal.
Kepala BPS Sulsel, Nursam Salam mengatakan, dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih dirasakan pada Agustus, ditambah dengan kondisi Lebaran yang mendorong konsumsi masyarakat.
"Faktor lain yakni adanya defresiasi rupiah yang memengaruhi ekspektasi pasar akan barang-barang impor," tutur dia di kantornya, Senin (2/9/2013).
Khusus faktor melemahnya rupiah dinilai Nursam mampu dilihat dari kondisi perekonomian Indonesia secara umum. Harga barang-barang khususnya barang impor di pasaran memang mengalami kenaikan, imbasnya akumulasi inflasi hampir terjadi di seluruh kota di Indonesia.
Khusus di Sulsel, neraca perdagangan memang mengalami defisit. Barang impor jauh lebih banyak ketimbang barang ekspor dari akumulasi perdagangan di Januari hingga Juli 2013. Ekspor Sulsel hanya USD908,81 juta. Sementara impor nilainya mencapai USD922,89 juta terjadi defisit hingga USD14,08 juta.
Barang impor yang masuk ke Sulsel pun bervariasi, selain bahan bakar mineral yang paling tinggi, bahan dasar pembuatan terigu pun cukup tinggi yakni gandum mencapai 26,95 persen. Namun, neraca perdagangan Sulsel masih dikategori sehat dan tak menggangu pengusaha lokal.
Menurutnya, faktor utama tingginya inflasi di Sulsel bersumber dari beberapa komoditi bahan makanan diantaranya bawang merah, daging ayam, ikan teri basah, daging sapi dan ikang cakalang. Faktor lain yakni kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan gaji tukang serta mandor di proyek konstruksi.
Adanya kebijakan baru dari Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 7 persen dari 6,5 persen akhir pekan lalu juga akan mendorong terjadinya kenaikan harga baru khususnya industri keuangan.
Sejumlah bank telah siap menaikkan suku bunga kredit. Salah satunya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Kenaikan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan tersebut dipastikan akan memengaruhi sektor riil.
Sektor riil khususnya perumahan dan otomotif yang akan menerima dampak utama dari kenaikan SBDK perbankan. Kredit rumah dan kendaraan masyarakat akan berubah yang juga akan merubah pola pasar properti dan otomotif hingga hampir seluruh sektor perekonomian di masyarakat.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Hasanuddin Makassar, Iswanto Anwar menilai keputusan BI menaikkan BI Rate menjadi katalis positif bagi pergerakan rupiah. Walau disatu sisi kenaikan BI Rate malah akan menekan target inflasi Indonesia dan Sulsel secara khusus tahun ini.
"Pasar pasti akan merespon negatif dan harga-harga akan ikut naik, dengan begitu inflasi akan cukup tinggi dibarengi pertumbuhan ekonomi yang melambat," kata dia.
Karena itu, Iswanto mengharapkan peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bekerja lebih optimal.
(izz)