Besok, pengusaha tahu tempe sepakat kembali jualan
A
A
A
Sindonews.com - Para pedagang tahu tempe di Kota Cirebon sepakat kembali berjualan besok setelah melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari. Di hari terakhir aksi mogok masal hari ini, puluhan perajin dan pedagang tahu tempe melakukan sweeping ke sejumlah pasar tradisional dan meluruk gedung DPRD Kota Cirebon.
Para pedagang rata-rata mengaku rugi jika tak berjualan, bahkan meski melakukan aksi mogok masal. Salah satu pedagang tempe di Pasar Kanoman, Kota Cirebon, Harjoyo mengatakan, selama mogok pemasukan bagi keluarganya nyaris tak ada.
"Makanya mulai besok jualan lagi. Kalau terus berhenti berjualan, anak istri saya makan apa," cetus dia, Rabu (11/9/2013).
Hal sama diungkapkan Kasda'i, perajin tempe di Pasar Harjamukti, Kota Cirebon. Namun begitu, dia meyakinkan aksi mogok yang mereka lakukan bagaimanapun sebagai bentuk solidaritas dan agar pemerintah menyadari keadaan mereka.
Beberapa waktu terakhir sebelum mogok masal harga kedelai impor mencapai kisaran Rp10.000/kg dari sebelumnya Rp7.700/kg. Akibatnya, tahu tempe yang dijual di pasaran pun dinaikkan menjadi rata-rata Rp5.000 dari sebelumnya Rp4.000.
"Banyak konsumen yang mengeluh karena harganya naik," ujar perajin yang telah membuat tempe selama 32 tahun bersama istrinya ini.
Perajin tempe lainnya di kawasan Drajat, Kota Cirebon, Abdul Wahid mengatakan, pasca mogok masal harga kedelai kini telah mengalami penurunan di kisaran Rp9.400/kg-Rp9.500/kg. Menurut dia, kebutuhan kedelai di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon sekitar 32 ton/hari. "Saya sendiri bikin tempe sehari sekitar 60 kg," ujar dia.
Meski merugikan, para perajin dan pedagang tempe tetap melanjutkan aksi mogok di hari terakhirnya. Mereka kembali menyisir sejumlah pasar di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, memeriksa satu per satu lapak di pasar untuk memastikan tidak ada yang berjualan tahu tempe.
Aksi dimulai sekitar pukul 06.00 WIB dengan mendatangi Pasar Perumnas, Kota Cirebon, dan berlanjut ke Pasar Kanoman, Harjamukti, Sumber, Plered, dan berakhir di Pasar Kramat. Mereka selanjutnya mendatangi gedung DPRD Kota Cirebon untuk menyampaikan aspirasinya.
Dalam kesempatan itu, para pedagang pun berharap dibentuknya koperasi karena selama ini mereka membeli kedelai dari toko.
Ketua DPRD Kota Cirebon, Yuliarso meminta para pedagang kembali berjualan. Pihaknya sendiri berjanji akan menindaklanjuti pembentukan koperasi. "Kalau harga kedelai masih mahal, silakan harganya dinaikkan atau ukuran tahu tempenya diperkecil. Solusi sementara itu saja dulu," tutur dia saat menerima para perajin dan pedagang.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Cirebon, Eddy Tohidi dalam kesempatan itu, menyatakan akan berkoordinasi dengan Bulog terkait mahalnya harga kedelai.
"Ada operasi pasar (OP) atau bagaimana nanti, tergantung Bulog karena kedelai sekarang ditangani Bulog," kata dia.
Kalaupun tak ada OP, lanjut dia, pemerintah pusat bisa memberikan subsidi untuk kedelai. Subsidi ini pernah dilakukan tahun lalu atas kedelai dengan besaran Rp 2.000/kg.
Para pedagang rata-rata mengaku rugi jika tak berjualan, bahkan meski melakukan aksi mogok masal. Salah satu pedagang tempe di Pasar Kanoman, Kota Cirebon, Harjoyo mengatakan, selama mogok pemasukan bagi keluarganya nyaris tak ada.
"Makanya mulai besok jualan lagi. Kalau terus berhenti berjualan, anak istri saya makan apa," cetus dia, Rabu (11/9/2013).
Hal sama diungkapkan Kasda'i, perajin tempe di Pasar Harjamukti, Kota Cirebon. Namun begitu, dia meyakinkan aksi mogok yang mereka lakukan bagaimanapun sebagai bentuk solidaritas dan agar pemerintah menyadari keadaan mereka.
Beberapa waktu terakhir sebelum mogok masal harga kedelai impor mencapai kisaran Rp10.000/kg dari sebelumnya Rp7.700/kg. Akibatnya, tahu tempe yang dijual di pasaran pun dinaikkan menjadi rata-rata Rp5.000 dari sebelumnya Rp4.000.
"Banyak konsumen yang mengeluh karena harganya naik," ujar perajin yang telah membuat tempe selama 32 tahun bersama istrinya ini.
Perajin tempe lainnya di kawasan Drajat, Kota Cirebon, Abdul Wahid mengatakan, pasca mogok masal harga kedelai kini telah mengalami penurunan di kisaran Rp9.400/kg-Rp9.500/kg. Menurut dia, kebutuhan kedelai di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon sekitar 32 ton/hari. "Saya sendiri bikin tempe sehari sekitar 60 kg," ujar dia.
Meski merugikan, para perajin dan pedagang tempe tetap melanjutkan aksi mogok di hari terakhirnya. Mereka kembali menyisir sejumlah pasar di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, memeriksa satu per satu lapak di pasar untuk memastikan tidak ada yang berjualan tahu tempe.
Aksi dimulai sekitar pukul 06.00 WIB dengan mendatangi Pasar Perumnas, Kota Cirebon, dan berlanjut ke Pasar Kanoman, Harjamukti, Sumber, Plered, dan berakhir di Pasar Kramat. Mereka selanjutnya mendatangi gedung DPRD Kota Cirebon untuk menyampaikan aspirasinya.
Dalam kesempatan itu, para pedagang pun berharap dibentuknya koperasi karena selama ini mereka membeli kedelai dari toko.
Ketua DPRD Kota Cirebon, Yuliarso meminta para pedagang kembali berjualan. Pihaknya sendiri berjanji akan menindaklanjuti pembentukan koperasi. "Kalau harga kedelai masih mahal, silakan harganya dinaikkan atau ukuran tahu tempenya diperkecil. Solusi sementara itu saja dulu," tutur dia saat menerima para perajin dan pedagang.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Cirebon, Eddy Tohidi dalam kesempatan itu, menyatakan akan berkoordinasi dengan Bulog terkait mahalnya harga kedelai.
"Ada operasi pasar (OP) atau bagaimana nanti, tergantung Bulog karena kedelai sekarang ditangani Bulog," kata dia.
Kalaupun tak ada OP, lanjut dia, pemerintah pusat bisa memberikan subsidi untuk kedelai. Subsidi ini pernah dilakukan tahun lalu atas kedelai dengan besaran Rp 2.000/kg.
(gpr)