Solutif! Harga Kedelai Melonjak, Partai Perindo: Perbaiki Tata Kelola Impor & Tingkatkan Produksi Lokal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Persatuan Indonesia ( Perindo ) menyoroti polemik kenaikan harga kedelai dengan mengusulkan perbaikan tata kelola impor dan peningkatan produksi kedelai lokal. Hal tersebut disampaikan Yerry Tawalujan, Juru Bicara Bidang Sosial Partai Perindo, Selasa (22/02/2022).
"Menurut data BPS, kebutuhan kedelai nasional kita rata-rata 2,8 sampai 3 juta ton setahun. Padahal kemampuan produksi kedelai lokal hanya 500.000 ton - 600.000 ton setahun. Data Kementerian Pertanian menyebutkan 86,4% kebutuhan kedelai dalam negeri berasal dari impor. Tahun 2019 kita mengimpor 2,67 juta ton kedelai, terbanyak berasal dari Amerika Serikat, yaitu 2,51 juta ton," ujarnya.
Yerry menjelaskan karena sangat bergantung pada impor, maka harga kedelai dipengaruhi oleh banyak variabel, ada yang dapat kita kendalikan dan ada yang tidak.
"Kenaikan harga kedelai global, persaingan dagang Amerika Serikat dan China, fluktuasi mata uang dolar AS, itu contoh variabel yang tidak bisa kita kendalikan. Tetapi ada variabel yang dapat kita kendalikan seperti menyediakan kapal-kapal kargo besar untuk menekan biaya pengiriman, supaya tidak tergantung kapal kargo dari negara lain," ujar Yerry.
Jadi, solusi yang pertama, menurut Yerry, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola impor kedelai agar seefisien mungkin. Adapun, yang kedua adalah meningkatkan produksi kedelai lokal.
Data dari Litbang Partai Perindo menyebutkan ada 3 alasan rendahnya produksi kedelai dalam negeri:
1. Faktor Iklim
Kedelai adalah tanaman yang sebenarnya merupakan tanaman sub-tropis sehingga pertumbuhan di daerah tropis seperti Indonesia menjadi tidak maksimal. Usaha produksi kedelai di Indonesia harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam.
Hal ini disebabkan karena petani belum menilai kedelai sebagai tanaman utama. Kedelai adalah jenis tanaman yang membutuhkan kelembaban tanah yang cukup dan suhu yang relatif tinggi untuk pertumbuhan yang optimal. Sementara itu, di Indonesia, curah hujan yang tinggi pada musim hujan sering berakibat tanah menjadi jenuh air. Drainase yang buruk juga menyebabkan tanah juga menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan kedelai.
2. Luas Lahan yang terus menurun
"Menurut data BPS, kebutuhan kedelai nasional kita rata-rata 2,8 sampai 3 juta ton setahun. Padahal kemampuan produksi kedelai lokal hanya 500.000 ton - 600.000 ton setahun. Data Kementerian Pertanian menyebutkan 86,4% kebutuhan kedelai dalam negeri berasal dari impor. Tahun 2019 kita mengimpor 2,67 juta ton kedelai, terbanyak berasal dari Amerika Serikat, yaitu 2,51 juta ton," ujarnya.
Yerry menjelaskan karena sangat bergantung pada impor, maka harga kedelai dipengaruhi oleh banyak variabel, ada yang dapat kita kendalikan dan ada yang tidak.
"Kenaikan harga kedelai global, persaingan dagang Amerika Serikat dan China, fluktuasi mata uang dolar AS, itu contoh variabel yang tidak bisa kita kendalikan. Tetapi ada variabel yang dapat kita kendalikan seperti menyediakan kapal-kapal kargo besar untuk menekan biaya pengiriman, supaya tidak tergantung kapal kargo dari negara lain," ujar Yerry.
Jadi, solusi yang pertama, menurut Yerry, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola impor kedelai agar seefisien mungkin. Adapun, yang kedua adalah meningkatkan produksi kedelai lokal.
Data dari Litbang Partai Perindo menyebutkan ada 3 alasan rendahnya produksi kedelai dalam negeri:
1. Faktor Iklim
Kedelai adalah tanaman yang sebenarnya merupakan tanaman sub-tropis sehingga pertumbuhan di daerah tropis seperti Indonesia menjadi tidak maksimal. Usaha produksi kedelai di Indonesia harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam.
Hal ini disebabkan karena petani belum menilai kedelai sebagai tanaman utama. Kedelai adalah jenis tanaman yang membutuhkan kelembaban tanah yang cukup dan suhu yang relatif tinggi untuk pertumbuhan yang optimal. Sementara itu, di Indonesia, curah hujan yang tinggi pada musim hujan sering berakibat tanah menjadi jenuh air. Drainase yang buruk juga menyebabkan tanah juga menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan kedelai.
2. Luas Lahan yang terus menurun