BI Rate naik, sektor-sektor ini tertekan
A
A
A
Sindonews.com - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sebesar 25 basis point menjadi 7,25 persen tentu bukan tanpa dampak bagi perekonomian nasional. Pengaruhnya sendiri nantinya akan tercermin pada pergerakan saham emiten-emiten yang bergerak di sejumlah sektor industri.
Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang menerangkan, sektor-sektor yang akan tertekan akibat kenaikan BI Rate tersebut antara lain sektor perbankan, pembiayaan, asuransi, properti, konstruksi-infrastruktur, konstruksi dan semen.
"Sektor perbankan dan keuangan lainnya tentu akan terdampak karena perbankan harus menaikkan suku bunganya. Selain itu, penyaluran kredit dari perbankan juga perlu ditekan sehingga berpotensi mengurangi margin mereka (perbankan dan industri keuangan)," kata Edwin, Kamis (12/9/2013).
Sementara, untuk sektor konstruksi, properti dan semen tampaknya juga sedikit harus menahan diri dan ikut terdampak negatif dari kenaikan suku bunga acuan tersebut.
"Karena kan untuk konstruksi-infrastruktur dan properti biasanya mengandalkan dana dari perbankan. Kalau bank menaikkan suku bunganya berarti sektor ini harus memikirkan ulang sumber pendanaannya dari perbankan," ujarnya.
Sementara untuk sektor semen sendiri juga terpaksa harus memikul dampak yang sama lantaran sejumlah proyek pembangunan dari emiten-emiten konstruksi dan properti yang menjadi tulang punggung penjualan semen, berpotensi tertunda.
"Jadi sampai akhir tahun, sebaiknya investor secara bertahap mulai mengurangi porsi sahamnya di sektor-sektor tersebut," tutupnya.
Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang menerangkan, sektor-sektor yang akan tertekan akibat kenaikan BI Rate tersebut antara lain sektor perbankan, pembiayaan, asuransi, properti, konstruksi-infrastruktur, konstruksi dan semen.
"Sektor perbankan dan keuangan lainnya tentu akan terdampak karena perbankan harus menaikkan suku bunganya. Selain itu, penyaluran kredit dari perbankan juga perlu ditekan sehingga berpotensi mengurangi margin mereka (perbankan dan industri keuangan)," kata Edwin, Kamis (12/9/2013).
Sementara, untuk sektor konstruksi, properti dan semen tampaknya juga sedikit harus menahan diri dan ikut terdampak negatif dari kenaikan suku bunga acuan tersebut.
"Karena kan untuk konstruksi-infrastruktur dan properti biasanya mengandalkan dana dari perbankan. Kalau bank menaikkan suku bunganya berarti sektor ini harus memikirkan ulang sumber pendanaannya dari perbankan," ujarnya.
Sementara untuk sektor semen sendiri juga terpaksa harus memikul dampak yang sama lantaran sejumlah proyek pembangunan dari emiten-emiten konstruksi dan properti yang menjadi tulang punggung penjualan semen, berpotensi tertunda.
"Jadi sampai akhir tahun, sebaiknya investor secara bertahap mulai mengurangi porsi sahamnya di sektor-sektor tersebut," tutupnya.
(gpr)