Pemerintah diminta perketat lalu lintas devisa

Jum'at, 20 September 2013 - 13:57 WIB
Pemerintah diminta perketat lalu lintas devisa
Pemerintah diminta perketat lalu lintas devisa
A A A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Harry Azhar Azis menilai pasar modal dan valuta asing (valas) domestik terlalu longgar. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk segera mengatur sistem devisa dalam negeri yang selama ini terlalu longgar, sehingga tak berdaya ketika terjadi peningkatan penarikan dana asing.

Menurut dia, bukti terlalu longgarnya pasar valas dan pasar modal adalah saat dolar mengalir ke luar dalam jumlah besar seiring penerapan Quantitative Easing (QE) oleh pemerintah Amerika Serikat.

“Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menunda pengurangan stimulus (tapering) yang mereka kucurkan sejak 2008 senilai USD85 miliar/bulan bisa mendorong aliran masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/9/2013).

Dia berpendapat, Indonesia yang menawarkan imbal hasil dan fundamental perekonomian lebih bagus harus mempersiapkan strategi agar dana-dana tersebut tidak mudah keluar.

Sementara itu, regulasi devisa atau UU No. 24 Tahun 1999 yang berlaku saat ini dinilai masih terlalu liberal. Menurut dia, Indonesia bisa mencontoh Thailand yang memiliki kemampuan memburu dan mengembalikan devisa hasil ekspornya melalui UU Devisa yang sangat ketat.

“Dalam UU Devisa di Thailand tersebut ada kewajiban untuk menempatkan DHE (Devisa Hasil Ekspor) di bank lokal dalam periode tertentu atau disebut holding period, sehingga bisa menjaga nilai tukar mata uangnya,” tutur Harry.

Saat ini, Bank Indonesia memiliki PBI No.13/20/PBI/2011 dan Surat Gubernur BI No.14/3/GBI/SDM tanggal 30 Oktober 2012 yang mewajibkan devisa hasil ekspor komoditas tambang, serta minyak dan gas yang diparkir di luar negeri ditarik ke dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal pemberitahuan ekspor barang (PEB). Sayang, ternyata PBI hanya menjadi sistem pencatat dan belum menjadi instrumen pengatur PEB.

Namun dalam tataran hukum, menurut Harry, PBI bukan regulasi yang kuat, sehingga harus ditetapkan Undang-Undang yang membuat investor nakal bersedia menaruh devisa di dalam negeri dalam waktu tertentu (holding period).
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7321 seconds (0.1#10.140)