India perlahan tinggalkan energi BBM
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah India mendukung penuh komitmen ASEAN mengurangi ketergantunganya terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) dan perlahan-lahan mulai meninggalkan penggunaan BBM.
Joint Secretary Energy Security dan Investment and Technology Promotion, Ministry of External Affairs India, Prabhat Kumar mengatakan, pemerintah India secara perlahan meninggalkan BBM dengan mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan. Saat ini potensi energi baru terbarukan sudah menembus angka 27.000 megawatt (MW) untuk kebutuhan pembangkit listriknya.
"India punya sekitar 27.000 MW energi terbarukan. Pada 2017 akan dikembangkan hingga 50.000 MW," katanya, saat ditemui disela-sela acara AMEM ke 31 di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (27/9/2013).
Dia mengakui, potensi energi fosil seperti BBM di India tidak melimpah. Maka dari itu, imbuhnya, pemerintahan India secara masif menggenjot energi murah dan ramah lingkungan ini.
"Kita mencoba untuk memanfaatkan energi terbarukan sebaik mungkin. Karena kita sadar tidak punya banyak energi fosil seperti minyak dan gas," kata dia.
Seperti halnya Indonesia, negeri Bharata ini juga memberi kesempataan bagi investor untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan di sana. Menurutnya, kerja sama dengan investor swasta sangat dibutuhkan dalam mengelola potensi energi baru dan terbarukan lantaran biaya yang tidak sedikit.
"Tidak hanya energi baru dan terbarukan dan konversi energi, namun juga kita butuh investor untuk mengembangkan pembangkit baik yang masih menggunakan BBM atau yang bukan," jelasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, negaranya mempunyai pusat studi pengelolaan technology energi hijau (green energy). Hal itu bertujuan untuk mendukung langkah-langkah nyata mendukung ASEAN untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan.
"Kita ada dialog diskusi terkait sumber daya alam. Termasuk solar, biomassa, biofuel, dan banyak lagi," ungkap dia.
Dikatakannya, banyak ilmuwan di bidang energi yang dilibatkan untuk menyusun roadmap kebijakan energi. Disamping itu, pemeritahannya juga memfalisitasi institusi dalam menyiapkan sumber energi terbarukan. "Sehingga investor senang dan banyak sekali investor yang minat kepada energi terbarukan," kata dia.
Dia mengakui bahwa biaya pengembangan energi baru dan terbarukan tidak murah. Sehingga Kementerian Energi butuh kebijakan yang relevan seperti pembenahan feed in tarif terus diperbaiki.
"Kami tidak sendiri, butuh juga dukungan dari kementerian lain seperti kementerian keuangan untuk mencari kesepakatan yang pas kepada calon investor," ungkap dia.
Di sisi lain, pihaknya juga meneruskan program dari Presiden lamanya Rajif Ghandi untuk mendistribusikan listrik hingga ke pelosok desa. Program ini dijadwalkan rampung 2017. "Ini program besar yang terus digalakan di negara kami," pungkas dia.
Joint Secretary Energy Security dan Investment and Technology Promotion, Ministry of External Affairs India, Prabhat Kumar mengatakan, pemerintah India secara perlahan meninggalkan BBM dengan mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan. Saat ini potensi energi baru terbarukan sudah menembus angka 27.000 megawatt (MW) untuk kebutuhan pembangkit listriknya.
"India punya sekitar 27.000 MW energi terbarukan. Pada 2017 akan dikembangkan hingga 50.000 MW," katanya, saat ditemui disela-sela acara AMEM ke 31 di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (27/9/2013).
Dia mengakui, potensi energi fosil seperti BBM di India tidak melimpah. Maka dari itu, imbuhnya, pemerintahan India secara masif menggenjot energi murah dan ramah lingkungan ini.
"Kita mencoba untuk memanfaatkan energi terbarukan sebaik mungkin. Karena kita sadar tidak punya banyak energi fosil seperti minyak dan gas," kata dia.
Seperti halnya Indonesia, negeri Bharata ini juga memberi kesempataan bagi investor untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan di sana. Menurutnya, kerja sama dengan investor swasta sangat dibutuhkan dalam mengelola potensi energi baru dan terbarukan lantaran biaya yang tidak sedikit.
"Tidak hanya energi baru dan terbarukan dan konversi energi, namun juga kita butuh investor untuk mengembangkan pembangkit baik yang masih menggunakan BBM atau yang bukan," jelasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, negaranya mempunyai pusat studi pengelolaan technology energi hijau (green energy). Hal itu bertujuan untuk mendukung langkah-langkah nyata mendukung ASEAN untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan.
"Kita ada dialog diskusi terkait sumber daya alam. Termasuk solar, biomassa, biofuel, dan banyak lagi," ungkap dia.
Dikatakannya, banyak ilmuwan di bidang energi yang dilibatkan untuk menyusun roadmap kebijakan energi. Disamping itu, pemeritahannya juga memfalisitasi institusi dalam menyiapkan sumber energi terbarukan. "Sehingga investor senang dan banyak sekali investor yang minat kepada energi terbarukan," kata dia.
Dia mengakui bahwa biaya pengembangan energi baru dan terbarukan tidak murah. Sehingga Kementerian Energi butuh kebijakan yang relevan seperti pembenahan feed in tarif terus diperbaiki.
"Kami tidak sendiri, butuh juga dukungan dari kementerian lain seperti kementerian keuangan untuk mencari kesepakatan yang pas kepada calon investor," ungkap dia.
Di sisi lain, pihaknya juga meneruskan program dari Presiden lamanya Rajif Ghandi untuk mendistribusikan listrik hingga ke pelosok desa. Program ini dijadwalkan rampung 2017. "Ini program besar yang terus digalakan di negara kami," pungkas dia.
(gpr)