Kebijakan biofuel dinilai tidak proporsional

Senin, 30 September 2013 - 12:58 WIB
Kebijakan biofuel dinilai tidak proporsional
Kebijakan biofuel dinilai tidak proporsional
A A A
Sindonews.com - Executive Director of Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menyebutkan, empat paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah guna merespon pelemahan nilai tukar rupiah sebagai kebijakan yang tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Menurut Pri, tidak relevannya paket kebijakan yang dikeluarkan tersebut lantaran dampak dari kebijakan itu baru bisa dirasakan dalam jangka panjang. Padahal, bila bicara depresiasi rupiah, maka diperlukan kebijakan yang dampaknya dapat dirasakan segera.

"Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belakangan, menurut saya basa-basi. Misalnya mendorong penggunaan biofuel yang dampaknya baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Ini tidak proporsional untuk menanggulangi depresiasi rupiah yang notabene-nya butuh kebijakan yang dampaknya segera," ujar Pri dalam Seminar Ketahanan Energi yang digelar Koran SINDO, Senin (30/9/2013).

Tidak relevannya paket kebijakan tersebut, seolah diperparah dengan tidak seriusnya pemerintah dalam menciptakan tata kelola minyak dan gas (migas) yang belakangan justru mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan memperlebar ketimpangan antara ketersedian dan permintaan energi nasional.

"Masalah ketahanan energi ini sudah menjadi struktural, yang lebih parah. Ini sudah menjadi masalah ketahanan ekonomi. Defisit migas kita lebih banyak karena minyak. Penyebabnya di impor produk kilang yang sangat besar. Baru dua triwulan saja defisitnya sudah Rp5 miliar (dari cadangan devisi Rp92 miliar). Itu dari migas saja, tidak heran kalau rupiah terperosok demikian besar," tegas dia.

Untuk itu, lanjut Pri Agung, perlu keseriusan pemerintah dalam menentukan arah pembangunan nasional. Salah satunya adalah perlunya keseriusan pemerintah dalam menentukan kebijakan pemenuhan minyak nasional dalam hal ini pembangunan kilang.

"Membangun kilang itu pilihannya cuma dua. Pertama, dengan modal sendiri atau mengundang investor. Kalau mau dibangun sendiri, ya yang konsekuen dana subsidi BBM kan banyak, itu bisa dipakai untuk membiayai. Kalau mau mengundang investor, ya pemerintah harus serius. Insentifnya yang diminta apa ya berikan. Jangan setengah-setengah. Kalau negara ini serius ya jalan, tapi kalau pura-pura terus, ya begini, jalan di tempat," tandasnya.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5237 seconds (0.1#10.140)