Harga minyak di Asia turun akibat profit taking
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan Asia hari ini turun, karena investor melakukan aksi ambil untung (profit taking) menanggapi kesepakatan 11 jam Kongres Amerika Serikat (AS) yang menghentikan shutdown dan menaikkan plafon utang negara.
Namun, kekhawatiran tetap menyelubung karena kesepakatan - yang memperpanjang otoritas pinjaman Treasury AS sampai 7 Februari - hanya tindakan sementara dan masalah bisa muncul kembali dalam beberapa bulan mendatang.
Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate ( WTI ) untuk pengiriman November, turun 12 sen menjadi USD102,17 per barel pada perdagangan sore. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember, merosot satu sen menjadi USD110,58 per barel.
Para analis mengatakan perhatian sekarang akan bergeser ke bagaimana Amerika Serikat - ekonomi terbesar di dunia - mengatasi kerusakan dari kebuntuan yang telah menyebabkan penutupan sebagian pemerintahan.
"Kongres masih terasa pahit, di mana Republik berdebat atas pengeluaran dan pajak yang rendah. Intinya, kebijakan fiskal tetap akan menjadi hambatan pertumbuhan," ujar Bank DBS Singapura, seperti dilansir dari AFP.
Hal senada juga diungkapkan Phillip Futures. Mereka melihat RUU Senat hanya tindakan sementara. "Ini berarti bahwa ekonomi AS dan pasar keuangan mungkin harus menghadapi ancaman shutdown pemerintah dan default utang yang sama pada tiga bulan ke depan," jelasnya dalam komentar pasar.
Namun, kekhawatiran tetap menyelubung karena kesepakatan - yang memperpanjang otoritas pinjaman Treasury AS sampai 7 Februari - hanya tindakan sementara dan masalah bisa muncul kembali dalam beberapa bulan mendatang.
Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate ( WTI ) untuk pengiriman November, turun 12 sen menjadi USD102,17 per barel pada perdagangan sore. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember, merosot satu sen menjadi USD110,58 per barel.
Para analis mengatakan perhatian sekarang akan bergeser ke bagaimana Amerika Serikat - ekonomi terbesar di dunia - mengatasi kerusakan dari kebuntuan yang telah menyebabkan penutupan sebagian pemerintahan.
"Kongres masih terasa pahit, di mana Republik berdebat atas pengeluaran dan pajak yang rendah. Intinya, kebijakan fiskal tetap akan menjadi hambatan pertumbuhan," ujar Bank DBS Singapura, seperti dilansir dari AFP.
Hal senada juga diungkapkan Phillip Futures. Mereka melihat RUU Senat hanya tindakan sementara. "Ini berarti bahwa ekonomi AS dan pasar keuangan mungkin harus menghadapi ancaman shutdown pemerintah dan default utang yang sama pada tiga bulan ke depan," jelasnya dalam komentar pasar.
(dmd)