Kadin Depok kritik Raperda RTRW
A
A
A
Sindonews.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Depok mempermasalahkan rancangan peraturan daerah (Raperda) Depok terkait Rencana Tata Ruang Wiulayah (RTRW) yang kini masih digodok di DPRD provinsi.
Karena, dalam Raperda itu diatur mengenai operasional pengembang hanya untuk membangun, memasarkan, dan menjual perumahan dengan luas tanah minimal 120 meter persegi. Sementara, untuk perumahan dengan luasan di bawah itu dilarang dibangun.
Kadin justru mengusulkan agar dilakukan revisi. Dengan mengusulkan perumahan sekitar 80 sampai 100 meter persegi. Ketua Kadin Kota Depok, Wing Iskandar mengatakan, representasi pengembang kelas bawah di area Jadebotabek banyak yang tidak menyetujui.
Karena, aturan itu tidak sesuai dengan kondisi Depok. Aturan itu dianggap dapat merugikan pengembang kecil. "Aturan ini dibuat tanpa mengikutsertakan pendapat kami sebagai lembaga yang menaungi pengembang properti. Jadi jelas Perda ini merugikan pengembang rumah murah, dan kami pun tidak menyetujui hal ini," kata Wing, Minggu (20/10/2013).
Pihaknya memperkirakan, pengembang kecil mengalami kerugian hingga 20 persen jika nantinya aturan itu diterapkan. Dan pembeli dari kalangan menengah ke bawah sangat sulit memiliki rumah di Depok. Dengan aturan seperti itu, lanjut Wing, secara tidak langsung Pemkot Depok melegalkan apartemen, hotel kelas atas demi kepentingan bisnis semata.
Hal ini pula yang menyebabkan operasional dan pengenalan rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) dan rumah susun (Rusun) bagi warga kurang mampu yang dicanangkan pemerintah pusat tidak tercapai.
"Harusnya dipikirkan bagaimana membangun infrastruktur untuk kepentingan publik dengan kualitas yang memadai. Yang diperlukan warga Depok adalah kawasan bersama yang dimanfaatkan bersama dengan mudah dan murah atau semacam fasilitas umum dan fasilitas sosial," imbaunya.
Seperti diketahui, usulan Perda RTRW yang diajukan Pemkot Depok itu untuk mengurangi laju pembangunan hunian mewah dalam mengendalikan ruang terbuka hijau (RTH). Dengan konsep awal yakni memperkenalkan rusun dan rusunawa kepada warga berpendapatan rendah.
Karena, dalam Raperda itu diatur mengenai operasional pengembang hanya untuk membangun, memasarkan, dan menjual perumahan dengan luas tanah minimal 120 meter persegi. Sementara, untuk perumahan dengan luasan di bawah itu dilarang dibangun.
Kadin justru mengusulkan agar dilakukan revisi. Dengan mengusulkan perumahan sekitar 80 sampai 100 meter persegi. Ketua Kadin Kota Depok, Wing Iskandar mengatakan, representasi pengembang kelas bawah di area Jadebotabek banyak yang tidak menyetujui.
Karena, aturan itu tidak sesuai dengan kondisi Depok. Aturan itu dianggap dapat merugikan pengembang kecil. "Aturan ini dibuat tanpa mengikutsertakan pendapat kami sebagai lembaga yang menaungi pengembang properti. Jadi jelas Perda ini merugikan pengembang rumah murah, dan kami pun tidak menyetujui hal ini," kata Wing, Minggu (20/10/2013).
Pihaknya memperkirakan, pengembang kecil mengalami kerugian hingga 20 persen jika nantinya aturan itu diterapkan. Dan pembeli dari kalangan menengah ke bawah sangat sulit memiliki rumah di Depok. Dengan aturan seperti itu, lanjut Wing, secara tidak langsung Pemkot Depok melegalkan apartemen, hotel kelas atas demi kepentingan bisnis semata.
Hal ini pula yang menyebabkan operasional dan pengenalan rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) dan rumah susun (Rusun) bagi warga kurang mampu yang dicanangkan pemerintah pusat tidak tercapai.
"Harusnya dipikirkan bagaimana membangun infrastruktur untuk kepentingan publik dengan kualitas yang memadai. Yang diperlukan warga Depok adalah kawasan bersama yang dimanfaatkan bersama dengan mudah dan murah atau semacam fasilitas umum dan fasilitas sosial," imbaunya.
Seperti diketahui, usulan Perda RTRW yang diajukan Pemkot Depok itu untuk mengurangi laju pembangunan hunian mewah dalam mengendalikan ruang terbuka hijau (RTH). Dengan konsep awal yakni memperkenalkan rusun dan rusunawa kepada warga berpendapatan rendah.
(izz)