Harga batu bara anjlok, laba Adaro susut 47%
A
A
A
Sindonews.com - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatatkan penurunan perolehan laba hingga periode September 2013 lantaran anjloknya harga batu bara meskipun dari sisi produksi mencatat rekor volume produksi.
Pendapatan usaha perseroan hingga akhir kuartal III/2013 mencapai USD2,4 miliar atau turun 12 persen dari sebelumnya USD2,8 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara perseroan mencatatkan kenerja produksi dengan volume sangat baik.
"Kami juga berhasil mencetak rekor kuartalan tertinggi produksi batu bara pada kuartal III/2013 sebesar 13,73 metrik ton dan melanjutkan penurunan biaya kas batu bara menjadi USD34,68 per ton serta menurunkan belanja modal sebesar 71 persen," kata Sekretaris Perusahaan ADRO Devindra Ratzarwin dalam rilisnya, Jumat (1/11/2013).
Namun, lanjut dia, penurunan yang terjadi pada harga jual batu bara mnyebabkan penurunan pendapatan usahanya. Menurut dia, kondisi pasar batu bara termal masih mengalami kelebihan pasokan dalam sembilan bulan pertama 2013, pasar batu bara tetap sulit dan harga lebih rendah dari pada yang diharapkan.
Dengan penurunan pendapatan usaha tersebut menyebabkan menurunnya laba bersih sebesar 47 persen menjadi USD183 juta pada Kuartal III 2013 dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD346 juta.
Padahal, beban usaha tercatat turun tipis sebesar 1 persen menjadi USD1,875 miliar dari sebelumnya USD1,892 miliar pada periode yang sama tahun 2012.
Di sisi permintaan, aspek fundamental tetap tidak terpengaruh karena perseroan masih melihat adanya pertumbuhan yang kuat.
India meningkatkan impor batu bara sebesar 44 persen akibat kekurangan batu bara domestik, walaupun depresiasi nilai rupee (INR) dan kebijakan moneter ketat yang membatasi penerbitan LC dapat menurunkan impor dalam waktu dekat. Sementara itu, permintaan Cina tetap kokoh dan meningkatkan impor 16 persen menjadi 139 juta ton.
"Adaro berada di posisi yang tepat untuk menciptakan nilai maksimum yang berkelanjutan dari batu bara Indonesia. Tanggapan kami terhadap siklus ekonomi yang sedang mengalami penurunan ini adalah dengan berfokus pada bisnis inti perusahaan seperti keunggulan operasional yang berkelanjutan, kepuasan pelanggan, pengurangan biaya, peningkatan efisiensi, serta menjaga kas dan struktur permodalan yang kokoh," pungkas dia.
Dengan demikian, perseroan tetap yakin bahwa batu bara termal masih memiliki prospek yang positif dalam jangka panjang dan akan bekerja keras untuk meningkatkan pengembalian bagi para pemegang saham.
"Kami juga memiliki kisah pertumbuhan menarik untuk penciptaan nilai jangka panjang. Kami akan mulai menikmati manfaat dari investasi selama tiga tahun untuk membangun overburden crusher and conveyor system (OPCC) dan pembangkit listrik mulut tambang berkapasitas 2x30MW," papar dia.
Proyek-proyek ini tidak hanya akan semakin meningkatkan efisiensi dan produktivitas, melainkan juga pembangkit listrik tersebut akan menyediakan pasokan listrik yang sangat diperlukan provinsi Kalimantan Selatan.
"Keputusan untuk berekspansi ke hilir dengan merambah sektor ketenagalistrikan juga akan membantu mengurangi volatilitas model bisnis dan berkontribusi terhadap pengembangan kebutuhan energi Indonesia," tutup dia.
Pendapatan usaha perseroan hingga akhir kuartal III/2013 mencapai USD2,4 miliar atau turun 12 persen dari sebelumnya USD2,8 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara perseroan mencatatkan kenerja produksi dengan volume sangat baik.
"Kami juga berhasil mencetak rekor kuartalan tertinggi produksi batu bara pada kuartal III/2013 sebesar 13,73 metrik ton dan melanjutkan penurunan biaya kas batu bara menjadi USD34,68 per ton serta menurunkan belanja modal sebesar 71 persen," kata Sekretaris Perusahaan ADRO Devindra Ratzarwin dalam rilisnya, Jumat (1/11/2013).
Namun, lanjut dia, penurunan yang terjadi pada harga jual batu bara mnyebabkan penurunan pendapatan usahanya. Menurut dia, kondisi pasar batu bara termal masih mengalami kelebihan pasokan dalam sembilan bulan pertama 2013, pasar batu bara tetap sulit dan harga lebih rendah dari pada yang diharapkan.
Dengan penurunan pendapatan usaha tersebut menyebabkan menurunnya laba bersih sebesar 47 persen menjadi USD183 juta pada Kuartal III 2013 dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD346 juta.
Padahal, beban usaha tercatat turun tipis sebesar 1 persen menjadi USD1,875 miliar dari sebelumnya USD1,892 miliar pada periode yang sama tahun 2012.
Di sisi permintaan, aspek fundamental tetap tidak terpengaruh karena perseroan masih melihat adanya pertumbuhan yang kuat.
India meningkatkan impor batu bara sebesar 44 persen akibat kekurangan batu bara domestik, walaupun depresiasi nilai rupee (INR) dan kebijakan moneter ketat yang membatasi penerbitan LC dapat menurunkan impor dalam waktu dekat. Sementara itu, permintaan Cina tetap kokoh dan meningkatkan impor 16 persen menjadi 139 juta ton.
"Adaro berada di posisi yang tepat untuk menciptakan nilai maksimum yang berkelanjutan dari batu bara Indonesia. Tanggapan kami terhadap siklus ekonomi yang sedang mengalami penurunan ini adalah dengan berfokus pada bisnis inti perusahaan seperti keunggulan operasional yang berkelanjutan, kepuasan pelanggan, pengurangan biaya, peningkatan efisiensi, serta menjaga kas dan struktur permodalan yang kokoh," pungkas dia.
Dengan demikian, perseroan tetap yakin bahwa batu bara termal masih memiliki prospek yang positif dalam jangka panjang dan akan bekerja keras untuk meningkatkan pengembalian bagi para pemegang saham.
"Kami juga memiliki kisah pertumbuhan menarik untuk penciptaan nilai jangka panjang. Kami akan mulai menikmati manfaat dari investasi selama tiga tahun untuk membangun overburden crusher and conveyor system (OPCC) dan pembangkit listrik mulut tambang berkapasitas 2x30MW," papar dia.
Proyek-proyek ini tidak hanya akan semakin meningkatkan efisiensi dan produktivitas, melainkan juga pembangkit listrik tersebut akan menyediakan pasokan listrik yang sangat diperlukan provinsi Kalimantan Selatan.
"Keputusan untuk berekspansi ke hilir dengan merambah sektor ketenagalistrikan juga akan membantu mengurangi volatilitas model bisnis dan berkontribusi terhadap pengembangan kebutuhan energi Indonesia," tutup dia.
(rna)