REI: Kenaikan BI Rate tekan sektor properti
A
A
A
Sindonews.com - Seiring kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis point dari 7,25 persen menjadi 7,50 persen diprediksi akan berdampak pada sektor properti.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sulsel, Raymond Arfandy mengatakan, dengan kenaikan suku bunga, otomatis akan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit konstruksi dan kenaikan kredit pemilikan rumah (KPR).
"Otomatis terjadi perlambatan. Penjualan akan melemah. Kenaikan suku bunga akan membuat biaya operasional juga semakin naik," ungkap Reymond kepada koran SINDO Selasa (19/11/2013).
Kebijakan ini, lanjut dia, akan membuat pengembang lebih banyak menunggu. Meski permintaan masyarakat tinggi, namum pengembang diyakini akan memastikan unit terjual dulu, baru membangun kembali.
Apalagi kondisi pasar diperparah dengan terbitnya kebijakan-kebijakan BI terdahulu seperti pengetatan aturan uang muka atau loan to value ratio (LTV) dan larangan adanya kredit indent.
"Syukurnya bahwa untuk rumah bersubsidi yang saat ini seharga Rp88 juta akan mengalami kenaikan pada 2014 sampai Rp105 juta. Ini membuat sedikit lega pengembang yang fokus di sektor rumah bersubsidi," ujarnya.
Sementara, Deputi Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua (Grup Ekonomi dan Keuangan), Causa Iman Karana menjelaskan, perbankan tentu tidak harus menaikkan suku bunga sebagai respon atas kenaikan BI Rate. Terlebih, kata dia, BI rate bukan satu-satunya yang menjadi acuan perbankan dalam menaikkan suku bunga.
Menurutnya, kebijakan ini diambil BI sebagai upaya untuk mengantisipasi kondisi inflasi. Sehingga hal ini tidak mesti disikapi oleh perbankan untuk menaikkan suku bunga.
"Menjelang akhir tahun, memang inflasi diperkirakan agak tinggi. Sehingga BI mengambil kebijakan untuk menaikkan BI Rate untuk menekan inflasi. Saya rasa langkah ini biasa saja," ujarnya.
Pihaknya optimis, kenaikan BI Rate tidak akan memengaruhi pertumbuhan kredit. Apalagi, ini bukanlah kebijakan yang kali pertama dilakukan BI. Selain BI Rate, secara serempak, landing facility rate juga naik sebesar 0,25 bps menjadi 7,50 persen dari sebelumnya 7,25 persen, deposit facility rate juga naik 0,25 persen ke 5,75 persen dari sebelumnya 5,5 persen.
Menyikapi kenaikan BI Rate, BNI memilih mengamati respon pasar sebelum mengambil tindakan. CEO BNI Wilayah Makassar Mucharom mengatakan, reaksi pasar menjadi faktor penentu apakah perbankan akan melakukan adjusment (penyesuaian) terhadap kebijakan yang dikeluarkan. Baik itu penyesuaian bunga simpanan maupun bunga pinjaman.
Kalaupun ada penyesuaian, kata dia, bunga simpanan akan lebih cepat menyesuaikan ketimbang pinjaman. "Untuk sementara belum. Bunga untuk pinjaman saja yang sementara berjalan tidak akan berubah sampai akhir tahun," jelasnya.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sulsel, Raymond Arfandy mengatakan, dengan kenaikan suku bunga, otomatis akan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit konstruksi dan kenaikan kredit pemilikan rumah (KPR).
"Otomatis terjadi perlambatan. Penjualan akan melemah. Kenaikan suku bunga akan membuat biaya operasional juga semakin naik," ungkap Reymond kepada koran SINDO Selasa (19/11/2013).
Kebijakan ini, lanjut dia, akan membuat pengembang lebih banyak menunggu. Meski permintaan masyarakat tinggi, namum pengembang diyakini akan memastikan unit terjual dulu, baru membangun kembali.
Apalagi kondisi pasar diperparah dengan terbitnya kebijakan-kebijakan BI terdahulu seperti pengetatan aturan uang muka atau loan to value ratio (LTV) dan larangan adanya kredit indent.
"Syukurnya bahwa untuk rumah bersubsidi yang saat ini seharga Rp88 juta akan mengalami kenaikan pada 2014 sampai Rp105 juta. Ini membuat sedikit lega pengembang yang fokus di sektor rumah bersubsidi," ujarnya.
Sementara, Deputi Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua (Grup Ekonomi dan Keuangan), Causa Iman Karana menjelaskan, perbankan tentu tidak harus menaikkan suku bunga sebagai respon atas kenaikan BI Rate. Terlebih, kata dia, BI rate bukan satu-satunya yang menjadi acuan perbankan dalam menaikkan suku bunga.
Menurutnya, kebijakan ini diambil BI sebagai upaya untuk mengantisipasi kondisi inflasi. Sehingga hal ini tidak mesti disikapi oleh perbankan untuk menaikkan suku bunga.
"Menjelang akhir tahun, memang inflasi diperkirakan agak tinggi. Sehingga BI mengambil kebijakan untuk menaikkan BI Rate untuk menekan inflasi. Saya rasa langkah ini biasa saja," ujarnya.
Pihaknya optimis, kenaikan BI Rate tidak akan memengaruhi pertumbuhan kredit. Apalagi, ini bukanlah kebijakan yang kali pertama dilakukan BI. Selain BI Rate, secara serempak, landing facility rate juga naik sebesar 0,25 bps menjadi 7,50 persen dari sebelumnya 7,25 persen, deposit facility rate juga naik 0,25 persen ke 5,75 persen dari sebelumnya 5,5 persen.
Menyikapi kenaikan BI Rate, BNI memilih mengamati respon pasar sebelum mengambil tindakan. CEO BNI Wilayah Makassar Mucharom mengatakan, reaksi pasar menjadi faktor penentu apakah perbankan akan melakukan adjusment (penyesuaian) terhadap kebijakan yang dikeluarkan. Baik itu penyesuaian bunga simpanan maupun bunga pinjaman.
Kalaupun ada penyesuaian, kata dia, bunga simpanan akan lebih cepat menyesuaikan ketimbang pinjaman. "Untuk sementara belum. Bunga untuk pinjaman saja yang sementara berjalan tidak akan berubah sampai akhir tahun," jelasnya.
(gpr)