Ekspor Jatim ke Australia terancam anjlok
A
A
A
Sindonews.com - Ketegangan antara Indonesia dan Australia akibat penyadapan berimbas pada sektor perdagangan di Jawa Timur (Jatim).
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim memprediksi dalam dua bulan ke depan akan mengalami penurunan. Kepala Disperindag Jatim, Budi Setiawan mengatakan, meski ketegangan dua negara ini sudah terjadi, tidak serta merta menyebabkan kinerja Ekspor Jatim turun.
Dampak dari kasus penyadapan terhadap kinerja ekspor Jatim akan terasa dalam dua bulan mendatang. Prediksi penurunan ini tidak terjadi ketika hubungan dua negara ini membaik. "Situasinya saat ini kan tidak menentu. Siapa tahu pekan depan atau bulan depan hubungan dua negara ini kembali baik," kata Budi di Surabaya, Kamis (21/11/2013).
Hubungan perdagangan yang bersifat Business to Business (B to B) kemungkinan tidak banyak terdampak. Pasalnya, para pengusaha sudah ada perjanjian kontrak dagang dalam kurun waktu tertentu.
Kemungkinan yang mengalami penurunan adalah yang bersifat hubungan bisnis Government to Government (G to G) seperti kerja sama pembelian persenjataan dengan Australia atau juga pertukaran pelajar antar kedua negara.
Budi mengatakan, neraca perdagangan antara Jatim dan Australia mengalami defisit. Per Agustus 2013, ekspor Australia ke Jatim sekitar USD960 juta lebih. Sedangkan impor Australia dari Jatim sebesar USD530 juta lebih. Sehingga, masih ada defisit perdagangan sekitar USD330 juta.
"Komoditas impor dari Australia mayoritas berupa gandum-ganduman, bahan kimia organik, bahan makanan ternak, aluminium, olahan tepung, produk kimia, mesin dan beberapa produk lainnya," terangnya.
Dia menuturkan, untuk mengatisipasi penurunan kinerja ekspor ke Australia, pihaknya mencari sasaran ekspor baru. Ada sejumlah negara di Afrika Selatan yang cukup potensial.
Di kawasan itu terdapat 11 negara dengan penduduk di atas 300 juta. Sementara nilai perdagangannya diperkirakan mencapai USD600 miliar. "Yang potensial untuk diekspor ke sana adalah furniture, perhiasan, garmen, kaos kaki, alas kaki dan juga produk-produk kerajinan," pungkasnya.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim memprediksi dalam dua bulan ke depan akan mengalami penurunan. Kepala Disperindag Jatim, Budi Setiawan mengatakan, meski ketegangan dua negara ini sudah terjadi, tidak serta merta menyebabkan kinerja Ekspor Jatim turun.
Dampak dari kasus penyadapan terhadap kinerja ekspor Jatim akan terasa dalam dua bulan mendatang. Prediksi penurunan ini tidak terjadi ketika hubungan dua negara ini membaik. "Situasinya saat ini kan tidak menentu. Siapa tahu pekan depan atau bulan depan hubungan dua negara ini kembali baik," kata Budi di Surabaya, Kamis (21/11/2013).
Hubungan perdagangan yang bersifat Business to Business (B to B) kemungkinan tidak banyak terdampak. Pasalnya, para pengusaha sudah ada perjanjian kontrak dagang dalam kurun waktu tertentu.
Kemungkinan yang mengalami penurunan adalah yang bersifat hubungan bisnis Government to Government (G to G) seperti kerja sama pembelian persenjataan dengan Australia atau juga pertukaran pelajar antar kedua negara.
Budi mengatakan, neraca perdagangan antara Jatim dan Australia mengalami defisit. Per Agustus 2013, ekspor Australia ke Jatim sekitar USD960 juta lebih. Sedangkan impor Australia dari Jatim sebesar USD530 juta lebih. Sehingga, masih ada defisit perdagangan sekitar USD330 juta.
"Komoditas impor dari Australia mayoritas berupa gandum-ganduman, bahan kimia organik, bahan makanan ternak, aluminium, olahan tepung, produk kimia, mesin dan beberapa produk lainnya," terangnya.
Dia menuturkan, untuk mengatisipasi penurunan kinerja ekspor ke Australia, pihaknya mencari sasaran ekspor baru. Ada sejumlah negara di Afrika Selatan yang cukup potensial.
Di kawasan itu terdapat 11 negara dengan penduduk di atas 300 juta. Sementara nilai perdagangannya diperkirakan mencapai USD600 miliar. "Yang potensial untuk diekspor ke sana adalah furniture, perhiasan, garmen, kaos kaki, alas kaki dan juga produk-produk kerajinan," pungkasnya.
(izz)