Mediator hubungan industrial akan dapat tunjangan profesi
A
A
A
Sindonews.com - Mediator hubungan industrial akan menjalani uji kompetensi dan mendapat tunjangan profesi. Mediator berfungsi penting sebagai peredam konflik dibidang ketenagakerjaan.
Asesor Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang Profesi Hubungan Industrial Masri Hasyan mengatakan, pemerintah melakukan terobosan dengan menerbitkan Permenakertrans No 603/2012 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Isinya terkait dengan akan diadakannya uji kompetensi kepada mediator hubungan industrial. Ada delapan kualifikasi kompetensi mediator di antaranya penanganan mogok kerja, mengelola perselisihan hingga memetakan kerawanan hubungan industrial.
“Uji kompetensi akan dilakukan tahun depan. Mereka sebelumnya diangkat menjadi mediator namun belum terkompetensi,” katanya pada Sosialisasi KKNI Hubungan Industrial dan Proses Sertifikasi Mediator Hubungan Industrial, Kamis (28/11/2013).
Masri menjelaskan, mediator harus melakukan pencegahan dini dan tidak hanya sekedar mengatasi masalah yang sudah ada. Terlebih dinamika hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha dari tahun ke tahun tensinya semakin tinggi.
Pemerintah berharap, kasus PHK, perselisihan kepentingan dan hak serta konflik antar serikat buruh dapat diminalisir seiring semakin canggihnya kompetensi para mediator tersebut.
Mantan Dirjen Binalattas Kemenakertrans ini mengakui, peranan dan tugas mediator sangat berat. Oleh karena itu, Kemenakertrans mengusulkan ke Kemenpan dan RB agar mediator yang sudah terkompetensi ini mendapatkan remunerasi.
“Buat apa cape-cape buat program pelatihan namun remunerasi tidak berubah (bagi mediator). Memang ini memerlukan persetujuan Kemenpan namun pemerintah pusat pun harus mendengar aspirasi dari daerah itu,” terangnya.
Masri mengakui, jumlah mediator di Indonesia masih jauh dari ideal. Dia memperkirakan jumlahnya baru ada 600 orang dimana satu mediator menangani 60 perusahaan.
Dia memang menampik bahwa banyaknya demonstrasi buruh terjadi karena kurangnya mediator melainkan terjadi karena factor kebijakan yang diberlakukan pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi dia meyakini, jika saja jumlah mediator semakin banyak maka kasus seperti mogok bersama akan lebih cepat terselesaikan.
Mediator Disnakertrans Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Zaitun menginginkan posisi mediator disetarakan dengan dosen ataupun guru yang lebih sejahtera. Mereka berharap mediator menjadi jabatan fungsional yang dihargai kerja kerasnya untuk menjembatani perdamaian antara pengusaha dan pekerja.
“Tugas kami ini berat yakni mendamaikan orang yang sedang berkonflik. Tapi sayangnya kami masih dianggap sebagai PNS biasa,” terangnya.
Zaitun berharap, selain ada remunerasi pemerintah memberikan fasilitas tambahan kepada mereka. Kendaraan roda dua sebagai kendaraan tanggap darurat serta laptop sangat dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan mereka. Dia juga berharap, permenkeu yang menyebutkan mediator akan diberi jasa penanganan per kasus Rp3,5 juta dapat terealisasi segera.
Asesor Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang Profesi Hubungan Industrial Masri Hasyan mengatakan, pemerintah melakukan terobosan dengan menerbitkan Permenakertrans No 603/2012 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Isinya terkait dengan akan diadakannya uji kompetensi kepada mediator hubungan industrial. Ada delapan kualifikasi kompetensi mediator di antaranya penanganan mogok kerja, mengelola perselisihan hingga memetakan kerawanan hubungan industrial.
“Uji kompetensi akan dilakukan tahun depan. Mereka sebelumnya diangkat menjadi mediator namun belum terkompetensi,” katanya pada Sosialisasi KKNI Hubungan Industrial dan Proses Sertifikasi Mediator Hubungan Industrial, Kamis (28/11/2013).
Masri menjelaskan, mediator harus melakukan pencegahan dini dan tidak hanya sekedar mengatasi masalah yang sudah ada. Terlebih dinamika hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha dari tahun ke tahun tensinya semakin tinggi.
Pemerintah berharap, kasus PHK, perselisihan kepentingan dan hak serta konflik antar serikat buruh dapat diminalisir seiring semakin canggihnya kompetensi para mediator tersebut.
Mantan Dirjen Binalattas Kemenakertrans ini mengakui, peranan dan tugas mediator sangat berat. Oleh karena itu, Kemenakertrans mengusulkan ke Kemenpan dan RB agar mediator yang sudah terkompetensi ini mendapatkan remunerasi.
“Buat apa cape-cape buat program pelatihan namun remunerasi tidak berubah (bagi mediator). Memang ini memerlukan persetujuan Kemenpan namun pemerintah pusat pun harus mendengar aspirasi dari daerah itu,” terangnya.
Masri mengakui, jumlah mediator di Indonesia masih jauh dari ideal. Dia memperkirakan jumlahnya baru ada 600 orang dimana satu mediator menangani 60 perusahaan.
Dia memang menampik bahwa banyaknya demonstrasi buruh terjadi karena kurangnya mediator melainkan terjadi karena factor kebijakan yang diberlakukan pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi dia meyakini, jika saja jumlah mediator semakin banyak maka kasus seperti mogok bersama akan lebih cepat terselesaikan.
Mediator Disnakertrans Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Zaitun menginginkan posisi mediator disetarakan dengan dosen ataupun guru yang lebih sejahtera. Mereka berharap mediator menjadi jabatan fungsional yang dihargai kerja kerasnya untuk menjembatani perdamaian antara pengusaha dan pekerja.
“Tugas kami ini berat yakni mendamaikan orang yang sedang berkonflik. Tapi sayangnya kami masih dianggap sebagai PNS biasa,” terangnya.
Zaitun berharap, selain ada remunerasi pemerintah memberikan fasilitas tambahan kepada mereka. Kendaraan roda dua sebagai kendaraan tanggap darurat serta laptop sangat dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan mereka. Dia juga berharap, permenkeu yang menyebutkan mediator akan diberi jasa penanganan per kasus Rp3,5 juta dapat terealisasi segera.
(gpr)