Blok Mahakam diminta kembali ke pangkuan ibu pertiwi
A
A
A
Sindonews.com - Sudah hampir lima puluh tahun PT Total E&P yang merupakan perusahaan asal Prancis dan Inpex Cooperation dari Jepang menjadi penguasa Blok Mahakam. Pada 2017 kontrak kerja keduanya akan habis.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mendesak pemerintah mengembalikan pengelolaan blok gas di Kalimantan Timur tersebut ke pangkuan ibu pertiwi. Menurutnya, walau sebentar lagi kontraknya berakhir, pemerintah belum juga mengambil keputusan.
"Nasib Mahakam adalah nasib bangsa, sehingga harus dikembalikan ke anak bangsa," kata dia dalam acara Diskusi Manfaat Jangka Panjang bila Blok Mahakam Di kelola BUMN, di Jakarta, Rabu (4/12/2013).
Dia mengatakan, tarik ulur pengambilan keputusan ini membuat masyarakat menduga pemerintah justru akan memperpanjang kontrak pengelolaan blok penghasil gas terbesar itu kembali kepada Total dan Inpex.
Selama ini, Indonesia dalam hal ini BUMN Migas nasional yakni PT Pertamina (Persero) dan badan usaha milik daerah (BUMD) hanya mendapat 30 persen hasil dari Blok Mahakam, sisanya masing-masing 35 persen dimiliki Total dan Inpex.
"Kalau betul-betul pemerintah berpihak kepada anak bangsa, maka Blok Mahakam harus diserahkan kepada negara," kata dia.
Din secara tegas mengatakan, telah membentuk koalisi akbar untuk Mahakam yang terdiri dari ormas-oramas besar Islam dan terdiri beberapa tokoh anggota seperti KH Hasyim Muzadi dan tokoh-tokoh perorangan lainnya.
Mereka, lanjut dia, telah sepakat meminta pemerintah tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam kembali kepada asing. Namun, memberikan kepercayaan pada BUMN untuk mengelola sendiri agar tercipta kedaulatan energi di dalam negeri.
"Selama ini pemerintah meragukan BUMN Migas kita sendiri tidak mampu mengelola Blok Mahakam. Itu justru melecehkan karena BUMN kita mampu mengelola itu dari berbagai aspek," jelasnya.
Namun, jika pemerintah memperpanjang kontrak dengan asing, berpotensi semakin merugikan Indonesia. Padahal Blok Mahakam, memberikan manfaat luar biasa besar bagi negara jika dikelola sendiri.
"Sebab, blok tersebut adalah penghasil gas terbesar di Indonesia. Artinya kalau tetap diberikan kepada Total Indonesie maka iktikad baik pemerintah diragukan," tutur Din Syamsuddin.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mendesak pemerintah mengembalikan pengelolaan blok gas di Kalimantan Timur tersebut ke pangkuan ibu pertiwi. Menurutnya, walau sebentar lagi kontraknya berakhir, pemerintah belum juga mengambil keputusan.
"Nasib Mahakam adalah nasib bangsa, sehingga harus dikembalikan ke anak bangsa," kata dia dalam acara Diskusi Manfaat Jangka Panjang bila Blok Mahakam Di kelola BUMN, di Jakarta, Rabu (4/12/2013).
Dia mengatakan, tarik ulur pengambilan keputusan ini membuat masyarakat menduga pemerintah justru akan memperpanjang kontrak pengelolaan blok penghasil gas terbesar itu kembali kepada Total dan Inpex.
Selama ini, Indonesia dalam hal ini BUMN Migas nasional yakni PT Pertamina (Persero) dan badan usaha milik daerah (BUMD) hanya mendapat 30 persen hasil dari Blok Mahakam, sisanya masing-masing 35 persen dimiliki Total dan Inpex.
"Kalau betul-betul pemerintah berpihak kepada anak bangsa, maka Blok Mahakam harus diserahkan kepada negara," kata dia.
Din secara tegas mengatakan, telah membentuk koalisi akbar untuk Mahakam yang terdiri dari ormas-oramas besar Islam dan terdiri beberapa tokoh anggota seperti KH Hasyim Muzadi dan tokoh-tokoh perorangan lainnya.
Mereka, lanjut dia, telah sepakat meminta pemerintah tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam kembali kepada asing. Namun, memberikan kepercayaan pada BUMN untuk mengelola sendiri agar tercipta kedaulatan energi di dalam negeri.
"Selama ini pemerintah meragukan BUMN Migas kita sendiri tidak mampu mengelola Blok Mahakam. Itu justru melecehkan karena BUMN kita mampu mengelola itu dari berbagai aspek," jelasnya.
Namun, jika pemerintah memperpanjang kontrak dengan asing, berpotensi semakin merugikan Indonesia. Padahal Blok Mahakam, memberikan manfaat luar biasa besar bagi negara jika dikelola sendiri.
"Sebab, blok tersebut adalah penghasil gas terbesar di Indonesia. Artinya kalau tetap diberikan kepada Total Indonesie maka iktikad baik pemerintah diragukan," tutur Din Syamsuddin.
(izz)