Kebijakan ekonomi Sulsel perlu dikoreksi

Jum'at, 06 Desember 2013 - 18:13 WIB
Kebijakan ekonomi Sulsel...
Kebijakan ekonomi Sulsel perlu dikoreksi
A A A
Sindonews.com - Meski pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) cukup tinggi di atas pertumbuhan rata-rata ekonomi nasional, namun pemerintah dinilai harus mengoreksi kebijakan di sektor pertanian.

Executive Director Center of Reform on Economics (Core Indonesia), Hendri Saparini mengatakan, dalam kurun lima tahun sejak 2008 sampai 2013, pertumbuhan ekonomi Sulsel memang berada dikisaran delapan persen, jauh melampaui pertumbuhan nasional yang hanya empat persen saja.

Menurutnya, selama ini pemerintah belum memiliki strategi khusus terhadap bidang yang menjadi penyanggah utama ekonomi, misalnya di sektor pertanian. Pemerintah juga dinilai belum mampu mengembangkan penciptaan lapangan kerja di sektor andalan serta pengembangan produk turunan dari bidang utama yang dikembangkan.

"Yang terjadi sekarang adalah yang penting potensi wilayah booming. Sehingga ada investor hadir dan daya beli masyarakat meningkat. Tidak ada kebijakan pengoptimalan pengolahan potensi lokal. Ini membuat investor melakukan ekspor secara langsung yang pertumbuhan ekonomi Sulsel lebih tinggi dari nasional," katanya di Hotel Clarion, Jumat (6/12/2013).

Seharusnya, kata dia, pemerintah lebih detail dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk memberikan insentif sektor andalan dan disinsentif sektor yang tidak menjadi prioritas. Hal ini agar pertanian sebagai andalan Sulsel, mampu menyerap bantuan perbankan yang jauh lebih tinggi.

Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, pertanian hanya menduduki porsi 2 persen dari total penyerapan kredit sampai September 2013 atau sebesar Rp1,354 triliun dari total kredit Rp79,613 triliun.

Kepala Divisi Assessment, Ekonomi, dan Keuangan BI Wilayah I Sulampua, Noor Yudanto mengatakan, meski persentasenya sangat kecil, namun pengucuran kredit pertanian sesungguhnya mengalami peningkatan.

"Secara year on year pertumbuhannya sekitar 12,3 persen. Share-nya yang masih rendah karena kemungkinannya sektor pertanian masih susah terjangkau perbankan," ujarnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0537 seconds (0.1#10.140)