Jimmy Afaar sukses ciptakan Batik Port Numbay khas Papua

Sabtu, 14 Desember 2013 - 18:51 WIB
Jimmy Afaar sukses ciptakan Batik Port Numbay khas Papua
Jimmy Afaar sukses ciptakan Batik Port Numbay khas Papua
A A A
TERNYATA bukan hanya Pulau Jawa saja yang memiliki Batik dengan corak gambar yang khas. Di belahan Timur Indonesia ada seorang perajin batik khas Papua bernama Jimmy Afaar juga memiliki ide sendiri tentang bagaimana seharusnya batik menjadi identitas seluruh masyarakat Indonesia.

Pemilik brand Batik Port Numbay ini berani menyajikan konsep corak khas Papua dan Papua Barat dengan filosofi tersendiri yang berbeda dengan batik Jawa.

Dia menyebut salah satu perbedaan batik Papua adalah muatan filosofi yang terkandung dalam batik tersebut. Sehingga membuat batik ini seolah-olah 'hidup' dan memiliki aura.

"Yang ini gambarnya ada burung camar dan ikan merupakan khas dari Batik Port Numbay, maknanya suatu kerja sama yang baik karena biasanya kemunculan ikan akan memberi tanda kepada burung camar bahwa di situ ada makanan," ujar Jimmy sembari menunjuk salah satu batik berwarna merah saat diwawancarai Sindonews, beberapa waktu lalu.

Jimmy lalu menunjuk gambar lainnya dalam sebuah batik berwarna coklat yang bergambar dua manusia yang saling bergandeng tangan. "Ini adalah makna bahwa tetap bergandeng tangan untuk mencapai tujuan bersama-sama," tuturnya.

Hal yang menarik lainnya, Jimmy mengaku gambar-gambar dan motif yang terangkum di dalam batiknya merupakan amanat dari suku-suku yang ada di Papua. "Jadi semua suku di Papua sekarang menyimpan hak ulayat mereka melalui (desain) Pak Jimmy," lanjutnya.

Salah satu keunggulan lain Batik Port Numbay ini, yaitu penggunaan buah pinang, yang lazim di Papua, seagai salah satu bahan pewarna batik Port Numbay.

Jimmy menjelaskan, proses pengambilan sari buah pinang yang relatif sulit ini membuat harga batik yang menggunakan pewarna pinang ini relatif menjadi mahal, sekitar Rp850 ribu per dua meter, atau Rp1 juta apabila sudah jadi kemeja.

Sementara, dia mematok harga kain batik yang menggunakan pewarna sintetis sebesar Rp450 ribu per dua meter. Mahalnya batik pinang ini juga tidak lepas dari pengerjaannya, karena untuk mendapatkan pewarna pinang sendiri.

Anak-anak Papua harus memanjat pohon pinang untuk mengambil buah pinang terbaik, setelah itu ditumbuk, lalu direbus dan dilanjutkan dengan memasukkan kain ke dalam pewarna pinang tersebut.

"Mahalnya karena pewarna dari alam," lanjut pria yang mengaku mendapatkan penghasilan Rp500 juta per tahun dari Batik Port Numbay tersebut.

Terinspirasi Ramli

Ketertarikan Jimmy terhadap fashion, khususnya batik tidak serta merta datang begitu saja. Dia mengaku, sosok perancang busana kondang yang telah meninggal, yaitu Ramli, sangat berpengaruh dalam perjalanan hidupnya sebagai desainer.

Maklum saja, Jimmy ternyata pernah menjadi asisten Ramli dan ikut dengan desainer ternama tersebut mengikuti berbagai macam fashion show, baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.

Bahkan, Ramli pulalah yang mengingatkan Jimmy agar mengembangkan lagi motif batik Papua yang menyimpan potensi besar. "Beliau (Ramli) yang banyak mengajarkan saya untuk mengembangkan kembali desain Papua ini," ujarnya.

Jimmy lalu memutuskan untuk pulang ke Jayapura demi membuka bengkel (workshop) batik miliknya sendiri dan muai mencoba memadukan motif khas Papua ke dalam batik.

"Dengan itu saya sudah dapat mempromosikan Port Numbay hingga Belanda, Australia, Italia, bahkan kemarin saya baru pulang dari Amerika Serikat," imbuhnya.

Selain itu, dia juga berpesan kepada anak-anak muda di Papua dan Papua Barat agar mulai bangkit dan menemukan hasrat, di mana mereka bisa berkarya serta kreatif untuk memajukan diri mereka.

"Karena untuk mencapai kesejahteraan, mereka harus mandiri serta kreatif terutama untuk pemuda Papua hobinya harus kreatif dan dapat memajukan diri mereka sendiri serta keluarganya," pungkas pria yang pernah diundang menghadiri acara Kick Andy ini.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4001 seconds (0.1#10.140)