Rupiah tertekan aksi jual
A
A
A
Sindonews.com - Sentimen akan dimulainya tapering off pada Januari 2014 masih mendominasi pelemahan pada sejumlah mata uang, termasuk rupiah.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, laju nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) berpotensi kembali melanjutkan penguatan seiring aksi pelaku pasar yang masih banyak mengakumulasi mata uang tersebut dan juga kebutuhan akan USD jelang akhir tahun yang meningkat.
"Adanya spekulasi larangan ekspor barang mentah ditanggapi negatif karena akan berpengaruh pada masih melemahnya current account Indonesia," kata Reza, Senin (23/12/2013).
Melihat bentangan laju rupiah yang diproyeksikan akan terjadi pada hari ini pun terlihat begitu pesimistis untuk kembali menguat ke atas level Rp12.000 per USD. Lajunya hari ini, dia memprediksi, justru berada jauh di bawah rentang tersebut.
"Laju rupiah di bawah target support Rp12.245 per USD. Rentang rupiah di kisaran Rp12.260-12.225 per USD mengacu kurs tengah BI," ujar Reza.
Melihat lajunya sepekan kemarin, tampak bagaimana laju nilai tukar rupiah masih terbelenggu dalam zona merah. Pada pekan lalu, kian dekatnya pertemuan The Fed menyebabkan laju rupiah makin tertekan.
Apalagi pelaku pasar kian mencari mata uang yang dinilai save heaven, diantaranya USD dan mungkin juga yen sehingga mata uang yang dinilai high risk seperti rupiah kian ditinggalkan.
Belum banyaknya pelaku pasar yang beralih kepada rupiah membuat nilai tukarnya belum dapat menguat signifikan dan USD masih bergerak menguat.
Akan tetapi, penguatan USD dapat diimbangi dengan apresiasi euro seiring rilis kenaikan trade balance Italia dan indeks manufacturing PMI serta service PMI Jerman yang juga diikuti oleh indeks yang sama untuk zona Eropa.
Meski laju rupiah sempat menguat tipis, jelang rilis pertemuan FOMC aksi beli USD kian gencar, sehingga melemahkan nilai tukar rupiah. Apalagi nilai tukar yen kembali melemah setelah dirilisnya penurunan ekspor-impor Jepang yang berujung pada membengkaknya defisit perdagangannya, sehingga seolah memberikan peluang penguatan cukup besar pada USD.
Tidak hanya IHSG, rupiah pun turut merespon hasil rapat FOMC. Bedanya, IHSG melaju positif, namun rupiah kian makin tertekan dengan hasil rapat tersebut.
Hasil rapat FOMC yang memberikan sinyal pemangkasan stimulus meskipun masih Januari 2014, namun telah membuat spekulasi terhadap aksi beli USD kian besar. Tidak hanya itu, pelemahan mata uang Asia setelah merespon hasil rapat FOMC tersebut dan juga melemahnya nilai tukar Euro seiring aksi wait and see pelaku pasar jelang pertemuan Uni Eropa juga berimbas negatif pada rupiah hingga akhir pekan.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, laju nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) berpotensi kembali melanjutkan penguatan seiring aksi pelaku pasar yang masih banyak mengakumulasi mata uang tersebut dan juga kebutuhan akan USD jelang akhir tahun yang meningkat.
"Adanya spekulasi larangan ekspor barang mentah ditanggapi negatif karena akan berpengaruh pada masih melemahnya current account Indonesia," kata Reza, Senin (23/12/2013).
Melihat bentangan laju rupiah yang diproyeksikan akan terjadi pada hari ini pun terlihat begitu pesimistis untuk kembali menguat ke atas level Rp12.000 per USD. Lajunya hari ini, dia memprediksi, justru berada jauh di bawah rentang tersebut.
"Laju rupiah di bawah target support Rp12.245 per USD. Rentang rupiah di kisaran Rp12.260-12.225 per USD mengacu kurs tengah BI," ujar Reza.
Melihat lajunya sepekan kemarin, tampak bagaimana laju nilai tukar rupiah masih terbelenggu dalam zona merah. Pada pekan lalu, kian dekatnya pertemuan The Fed menyebabkan laju rupiah makin tertekan.
Apalagi pelaku pasar kian mencari mata uang yang dinilai save heaven, diantaranya USD dan mungkin juga yen sehingga mata uang yang dinilai high risk seperti rupiah kian ditinggalkan.
Belum banyaknya pelaku pasar yang beralih kepada rupiah membuat nilai tukarnya belum dapat menguat signifikan dan USD masih bergerak menguat.
Akan tetapi, penguatan USD dapat diimbangi dengan apresiasi euro seiring rilis kenaikan trade balance Italia dan indeks manufacturing PMI serta service PMI Jerman yang juga diikuti oleh indeks yang sama untuk zona Eropa.
Meski laju rupiah sempat menguat tipis, jelang rilis pertemuan FOMC aksi beli USD kian gencar, sehingga melemahkan nilai tukar rupiah. Apalagi nilai tukar yen kembali melemah setelah dirilisnya penurunan ekspor-impor Jepang yang berujung pada membengkaknya defisit perdagangannya, sehingga seolah memberikan peluang penguatan cukup besar pada USD.
Tidak hanya IHSG, rupiah pun turut merespon hasil rapat FOMC. Bedanya, IHSG melaju positif, namun rupiah kian makin tertekan dengan hasil rapat tersebut.
Hasil rapat FOMC yang memberikan sinyal pemangkasan stimulus meskipun masih Januari 2014, namun telah membuat spekulasi terhadap aksi beli USD kian besar. Tidak hanya itu, pelemahan mata uang Asia setelah merespon hasil rapat FOMC tersebut dan juga melemahnya nilai tukar Euro seiring aksi wait and see pelaku pasar jelang pertemuan Uni Eropa juga berimbas negatif pada rupiah hingga akhir pekan.
(rna)