Konversi BBM ke BBG harus digalakan terus
A
A
A
Sindonews.com - Pakar Energi dan Geopolitik Dirgo Purbo mengatakan bahwa semangat konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) harus digalakan terus menerus, sehingga efektif menekan impor BBM.
"Kita sudah menjadi negara net oil importir, bukan lagi net oil eksportir. Cadangan minyak terbukti hanya 3,7 milar barel, akan sampai titik doomsday 15-17 tahun lagi. Maka gas harus terus digalakan karena ini sudah telat," kata dia di Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dia menambahkan, konversi BBM ke BBG sebagai langkah tepat untuk mengurangi subsidi BBM. Asalkan, dia menjelaskan, pembangunan terus dilakukan secara berkesinambungan dan dipercepat.
"Selain itu, pembangunan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) sebaiknya dibangun di daerah pusat transportasi, sehingga tepat sasaran," ujar dia.
Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) baru saja meresmikan SPBG pertama di kawasan Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat. SPBG perdana PGN itu diresmikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
Jero menuturkan, konversi atau pengalihan bahan bakar dari BBM ke BBG dengan memperbanyak SPBG merupakan program pemerintah yang terus diupayakan secara optimal.
"Pengalihan BBM ke BBG akan menghasilkan penghematan yang cukup besar bagi pemerintah dan masyarakat pengguna," tutur Jero.
Menurut Jero, program konversi BBM ke BBG termasuk di dalamnya LGV merupakan program yang dicanangkan pemerintah untuk menekan impor BBM.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia tahun 2011 mencapai 41,7 juta kiloliter (kl). Sedangkan tahun 2012 mencapai 45 juta kl dan tahun 2013 hanya 47 juta kl. Sedangkan konsumsi BBG di Indonesia baru 0,08 persen dari konsumsi BBM.
Direktur Utama PGN Hendi Priyo Santoso menuturkan, pembangunan SPBG ini bertujuan untuk menjankan amanat dari Presiden RI terkait menggenjot program konversi BBM ke BBG.
"Peresmian SPBG merupakan bentuk nyata PGN melakukan perluasan pemanfaatan gas bumi dalam negeri dan mendukung program pemerintah dalam konversi BBM ke BBG untuk transportasi," tutur dia.
"Kita sudah menjadi negara net oil importir, bukan lagi net oil eksportir. Cadangan minyak terbukti hanya 3,7 milar barel, akan sampai titik doomsday 15-17 tahun lagi. Maka gas harus terus digalakan karena ini sudah telat," kata dia di Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dia menambahkan, konversi BBM ke BBG sebagai langkah tepat untuk mengurangi subsidi BBM. Asalkan, dia menjelaskan, pembangunan terus dilakukan secara berkesinambungan dan dipercepat.
"Selain itu, pembangunan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) sebaiknya dibangun di daerah pusat transportasi, sehingga tepat sasaran," ujar dia.
Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) baru saja meresmikan SPBG pertama di kawasan Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat. SPBG perdana PGN itu diresmikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
Jero menuturkan, konversi atau pengalihan bahan bakar dari BBM ke BBG dengan memperbanyak SPBG merupakan program pemerintah yang terus diupayakan secara optimal.
"Pengalihan BBM ke BBG akan menghasilkan penghematan yang cukup besar bagi pemerintah dan masyarakat pengguna," tutur Jero.
Menurut Jero, program konversi BBM ke BBG termasuk di dalamnya LGV merupakan program yang dicanangkan pemerintah untuk menekan impor BBM.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia tahun 2011 mencapai 41,7 juta kiloliter (kl). Sedangkan tahun 2012 mencapai 45 juta kl dan tahun 2013 hanya 47 juta kl. Sedangkan konsumsi BBG di Indonesia baru 0,08 persen dari konsumsi BBM.
Direktur Utama PGN Hendi Priyo Santoso menuturkan, pembangunan SPBG ini bertujuan untuk menjankan amanat dari Presiden RI terkait menggenjot program konversi BBM ke BBG.
"Peresmian SPBG merupakan bentuk nyata PGN melakukan perluasan pemanfaatan gas bumi dalam negeri dan mendukung program pemerintah dalam konversi BBM ke BBG untuk transportasi," tutur dia.
(rna)