Hatta tak setuju Tifatul berikan frekuensi Axis ke XL

Jum'at, 27 Desember 2013 - 17:41 WIB
Hatta tak setuju Tifatul berikan frekuensi Axis ke XL
Hatta tak setuju Tifatul berikan frekuensi Axis ke XL
A A A
Sindonews.com - Keputusan Kementerian Komunikasi dan Telekomunikasi (Kemkominfo) meluluskan pengalihan langsung semua frekuensi 1.800 Mhz eks PT Axis Telekom Indonesia kepada PT XL Axiata Tbk, menuai kontroversi dalam tubuh pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyatakan, ketidaksetujuannya terhadap keputusan tersebut. Dia menegaskan, spektrum frekuensi adalah bagian dari sumber daya terbatas yang dikelola Negara. Maka harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk negara.

"Itu kan (spektrum frekuensi) sumber daya terbatas, jadi harus dimanfaatkan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan asing," kata Hatta di kantornya, Jakarta, Jumat (27/12/2013).

Menurutnya, sesuai aturan, frekuensi tidak bisa dipindahtangankan, melainkan dimanfaatkan untuk memberikan pendapatan kepada negara. Dalam kasus merger Axis-XL, Hatta menilai Axis tidak bisa memindahtangankan spektrum frekuensi ke pihak manapun dan dengan alasan apapun, baik itu asas komersialisasi maupun kerja sama lainnya.

"Apapun alasannya, spektrum frekuensi itu tidak bisa dikomersialkan. Dia (Axis) harus mengembalikannya ke pemerintah, yang kemudian baru pemerintah yang mengaturnya. Spektrum frekuensi telekomunikasi harus dimanfaatkan untuk memberikan pendapatan kepada negara," tuturnya.

Proses merger antara XL dan Axis sejauh ini memunculkan polemik. Terlebih tatkala Menkominfo Tifatul Sembiring memberikan persetujuan pengalihan langsung dengan dalih menyelamatkan pendapatan negara.

Tifatul berkilah, Axis kini terancam bangkrut dan tidak mampu membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) sewa frekuensi tahun ini sekitar Rp1 triliun kepada pemerintah. Dua tahun terakhir, Axis melaporkan kerugian sekitar Rp2,3 triliun per tahun,

"Jika akuisisi ditunda, maka Axis akan bangkrut, dan negara rugi karena Axis tidak bisa bayar BHP frekuensi. Sehingga, potensi PNBP tahun ini ada yang hilang," katanya.

Kemkominfo mencatat, industri telekomunikasi menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp12 triliun per tahun. Di mana sekitar 85 persen dari jumlah tersebut berasal dari BHP frekuensi.

Dengan merger, XL mengaku menyatakan kesediaannya membayar BHP terutang atas sewa frekuensi Axis Rp1 triliun yang jatuh tempo pada 15 Desember 2013.

Senada dengan Hatta, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidik menyatakan, proses merger operator telekomunikasi tersebut tidak bisa begitu saja mengalihkan hak pengelolaan frekuensi yang merupakan hak pakai dari negara. Apalagi, KPPU dan DPR belum memberikan persetujuan.

Seperti halnya KPPU, DPR juga mencium berbagai kejanggalan dibalik proses merger yang cenderung menguntungkan XL, yang notebene merupakan operator milik Malaysia.

"Dengan alasan apa pun, apalagi cuma sekadar menyelamatkan PNBP Rp1 triliun, frekuensi tidak bisa langsung dialihkan begitu. Harus kembali dulu kepada negara, baru kemudian direalokasikan dengan menggunakan sistem lelang atau evaluasi," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8663 seconds (0.1#10.140)