Ditjen pajak terbitkan aturan PBB Migas
A
A
A
Sindonews.com - Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan aturan baru tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Minyak dan Gas (Migas). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2014.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan, objek pajak yang dikenakan PBB Migas dan panas bumi atau lebih dikenal dengan PBB Migas diatur berdasarkan konsep kawasan, dimana objek pajak yang dikenakan PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi dan/atau panas bumi.
"Dalam peraturan sebelumnya, objek PBB Migas didasarkan pada konsep wilayah kerja, dimana disebutkan objek PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan minyak bumi, gas bumi dan/atau panas bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan/atau pengusaha panas bumi," kata Chandra dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (31/12/2013).
Selain itu, juga ditegaskan mengenai areal lainnya, yaitu areal yang tidak dikenakan PBB Migas. Areal lainnya adalah areal tanah, perairan pedalaman dan/atau perairan lepas pantai di dalam wilayah kerja atau wilayah sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU PBB dan/atau yang secara nyata tidak dipunyai haknya dan tidak diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk kegiatan usaha pertambangan migas atau panas bumi.
"Dengan diterbitkan Perdirjen ini, maka kepastian mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas semakin jelas," ujar dia.
Dengan demikian, menurut dia, tidak ada lagi polemik mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas atau objek pajak yang tidak dikenai PBB Migas.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan, objek pajak yang dikenakan PBB Migas dan panas bumi atau lebih dikenal dengan PBB Migas diatur berdasarkan konsep kawasan, dimana objek pajak yang dikenakan PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi dan/atau panas bumi.
"Dalam peraturan sebelumnya, objek PBB Migas didasarkan pada konsep wilayah kerja, dimana disebutkan objek PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan minyak bumi, gas bumi dan/atau panas bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan/atau pengusaha panas bumi," kata Chandra dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (31/12/2013).
Selain itu, juga ditegaskan mengenai areal lainnya, yaitu areal yang tidak dikenakan PBB Migas. Areal lainnya adalah areal tanah, perairan pedalaman dan/atau perairan lepas pantai di dalam wilayah kerja atau wilayah sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU PBB dan/atau yang secara nyata tidak dipunyai haknya dan tidak diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk kegiatan usaha pertambangan migas atau panas bumi.
"Dengan diterbitkan Perdirjen ini, maka kepastian mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas semakin jelas," ujar dia.
Dengan demikian, menurut dia, tidak ada lagi polemik mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas atau objek pajak yang tidak dikenai PBB Migas.
(rna)