Pemerintah akan tetapkan harga batas atas elpiji
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menetapkan harga batas atas dan batas bawah terhadap elpiji nonsubsidi untuk meredam dampak kenaikan elpiji kemasan 12 kilogram (kg) yang telah dilakukan PT Pertamina (persero).
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Naryanto Wagimin mengatakan, keputusan kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg harus melalui Keputusan Menteri ESDM Jero Wacik karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Saat ini, lanjutnya, Kementerian ESDM berencana menentukan batas atas dan bawah harga elpiji nonsubdisi. “Hal ini sedang dirapatkan di sektor hilir ada kemungkinan akan ditentukan batas atas dan bawah,” kata dia, di Jakarta, Minggu (5/1/2014).
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, aksi korporasi ini telah diantisipasi dengan menentukan harga patokan melalui pemasangan spanduk di berbagai wilayah di setiap agen penjual elpiji nonsubsidi maupun elpiji bersubsidi.
Sehingga, lanjut dia, potensi lonjakan harga dapat ditekan semaksimal mungkin. Selain itu, Pertamina juga akan memaksimalkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum sebagai tempat penjualan elpiji baik kemasan 12 kg maupun elpiji bersubsidi kemasan 3 kg.
Dengan demikian, imbuhnya, masyarakat akan semakin mudah membeli elpiji di daerahnya masing-masing. “Jika diperlukan maka Pertamina juga siap melakukan operasi pasar,” tegasnya.
Mencermati kondisi terkini pasca kenaikan elpiji kemasan 12 kg, Pertamina juga telah menambah pasokan elpiji subsidi 3 kg di pasaran untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan permintaan yang dimungkinkan dari adanya potensi migrasi oleh konsumen.
Sedangkan dalam upaya pencegahan terjadinya penimbunan serta pengoplosan elpiji, Pertamina telah menggelar operasi gabungan dengan aparat kepolisian di seluruh Indonesia.
“Jika agen terbukti menjual elpiji di atas ketentuan yang ditetapkan Pertamina, melakukan penimbunan, bahkan pengoplosan, Pertamina akan memperberat sanksi berupa pemutusan hubungan kerja secara langsung,” tegas Ali.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg merupakan hak penuh perseroan. Jika pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM ikut campur maka harus merevisi dahulu Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2009. Sebab, di situ disebutkan jelas bahwa elpiji non subsidi adalah urusan badan usaha.
“Tapi jika pemerintah menggunakan dalih UU No. 22 Tahun 2001 ikut mengatur harga elpiji non subsidi, maka pemerintah harus memberikan subsidi kepada Pertamina supaya bisa menjual elpiji sesuai harga keekonomian yang ditetapkan pemerintah,” kata dia.
Menurut Sofyano, dampak kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg hanya akan mendorong konsumen beralih ke elpiji kemasan 3 kg. Namun demikian, migrasi dari elpiji nonsubsidi ke elpiji beersubsidi dapat diatasi dengan melakukan distribusi elpiji 3 kg secara tertutup.
“Kenaikan ini juga tidak berpengaruh terhadap inflasi. Kenaikan sekitar Rp50.000 per tabung cuma setara dengan tiga bungkus rokok,” pungkas dia.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Naryanto Wagimin mengatakan, keputusan kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg harus melalui Keputusan Menteri ESDM Jero Wacik karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Saat ini, lanjutnya, Kementerian ESDM berencana menentukan batas atas dan bawah harga elpiji nonsubdisi. “Hal ini sedang dirapatkan di sektor hilir ada kemungkinan akan ditentukan batas atas dan bawah,” kata dia, di Jakarta, Minggu (5/1/2014).
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, aksi korporasi ini telah diantisipasi dengan menentukan harga patokan melalui pemasangan spanduk di berbagai wilayah di setiap agen penjual elpiji nonsubsidi maupun elpiji bersubsidi.
Sehingga, lanjut dia, potensi lonjakan harga dapat ditekan semaksimal mungkin. Selain itu, Pertamina juga akan memaksimalkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum sebagai tempat penjualan elpiji baik kemasan 12 kg maupun elpiji bersubsidi kemasan 3 kg.
Dengan demikian, imbuhnya, masyarakat akan semakin mudah membeli elpiji di daerahnya masing-masing. “Jika diperlukan maka Pertamina juga siap melakukan operasi pasar,” tegasnya.
Mencermati kondisi terkini pasca kenaikan elpiji kemasan 12 kg, Pertamina juga telah menambah pasokan elpiji subsidi 3 kg di pasaran untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan permintaan yang dimungkinkan dari adanya potensi migrasi oleh konsumen.
Sedangkan dalam upaya pencegahan terjadinya penimbunan serta pengoplosan elpiji, Pertamina telah menggelar operasi gabungan dengan aparat kepolisian di seluruh Indonesia.
“Jika agen terbukti menjual elpiji di atas ketentuan yang ditetapkan Pertamina, melakukan penimbunan, bahkan pengoplosan, Pertamina akan memperberat sanksi berupa pemutusan hubungan kerja secara langsung,” tegas Ali.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg merupakan hak penuh perseroan. Jika pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM ikut campur maka harus merevisi dahulu Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2009. Sebab, di situ disebutkan jelas bahwa elpiji non subsidi adalah urusan badan usaha.
“Tapi jika pemerintah menggunakan dalih UU No. 22 Tahun 2001 ikut mengatur harga elpiji non subsidi, maka pemerintah harus memberikan subsidi kepada Pertamina supaya bisa menjual elpiji sesuai harga keekonomian yang ditetapkan pemerintah,” kata dia.
Menurut Sofyano, dampak kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg hanya akan mendorong konsumen beralih ke elpiji kemasan 3 kg. Namun demikian, migrasi dari elpiji nonsubsidi ke elpiji beersubsidi dapat diatasi dengan melakukan distribusi elpiji 3 kg secara tertutup.
“Kenaikan ini juga tidak berpengaruh terhadap inflasi. Kenaikan sekitar Rp50.000 per tabung cuma setara dengan tiga bungkus rokok,” pungkas dia.
(gpr)