DPRD Cirebon bakal panggil tiga BUMN
A
A
A
Sindonews.com - Dipandang sosialisasi belum optimal, DPRD Kota Cirebon melalui Komisi C berencana mengundang tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketiganya masing-masing Kantor Cabang PT Askes, PT Jamsostek dan Taspen, yang kini dimerger menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pemanggilan ketiganya, bersama pula Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon untuk mempresentasikan program jaminan tersebut dan memastikan seluruh masyarakat mengetahui serta memahaminya.
“Terutama jangan sampai ada warga miskin (gakin) yang terlewat,” tegas Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon Andi Rianto Lie akhir pekan lalu.
Selain gakin, setiap perusahaan pun tidak lalai mendaftarkan karyawannya untuk menjadi peserta BPJS. Program pemerintah ini sendiri dikatakan dia harus disertai antisipasi adanya peningkatan pelayanan, baik oleh setiap rumah sakit maupun puskesmas.
Sebagaimana diketahui, terhitung 1 Januari 2014 JKN telah menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Untuk tahap pertama, peserta JKN berupa masyarakat tak mampu yang masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) seperti anggota TNI/Polri & pensiunannya, pegawai negeri sipil (PNS) dan pensiunannya, maupun peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) Jamsostek.
“Bagi yanng belum terdaftar, bisa mengunjungi kantor BPJS Kesehatan,” ujar dia.
Kepala Dinkes Kota Cirebon Eddy Sugiarto menyebutkan, sedikitnya 84.000 warga miskin Kota Cirebon tidak terjamin BPJS. Mereka terdiri dari 46.000 orang peserta Jamkesda dan 38.000 orang pemegang Kartu Cirebon Menuju Sehat (KCMS) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Peserta BPJS adalah mereka yang berstatus PNS, TNI/Polri, dan peserta Jamkesmas sejumlah 102.806 orang. Sementara warga miskin peserta Jamkesda, KCMS, maupun SKTM, tidak masuk dalam database,” tutur dia.
Namun, mereka dijanjikan akan menjadi tanggungan Pemkot Cirebon apabila mengalami sakit. Pembiayaan biaya pengobatan mereka justru lebih murah dibanding membayar iuran BPJS karena dilakukan terbatas saat sakit saja.
Meski penerima BPJS telah tercatat, Pemkot masih memiliki waktu hingga 2019 untuk kewajiban membayarkan iuran peserta Jamkesda, KCMS, maupun SKTM agar menjadi peserta BPJS. Pendataan sendiri dikatakan dia, akan dilakukan secara bertahap mengingat keterbatasan dana APBD Kota Cirebon yang terbatas.
Iuran kepesertaan BPJS sendiri Rp 19.225/bulan atau sekitar Rp 10miliar/tahun. Sementara mulai diberlakukannya BPJS ini belum banyak diketahui masyarakat Cirebon. Rata-rata mereka terutama belum memahami detail maksud JKN dan BPJS.
“Saya karyawan biasa, tahunya selama ini hanya Jamsostek. Belum terlalu paham BPJS,” ungkap salah seorang karyawan swasta di Pagongan, Kota Cirebon, Aris.
Terpisah, dalam sebuah kesempatan di Cirebon, pengamat ekonomi yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional, Aviliani menyatakan, ancaman kegagalan mungkin terjadi pada program BPJS. Hal ini karena pemerintah tidak memberlakukan prasyarat bagi penerima manfaat.
Untuk menjamin keberhasilan program tersebut, menurut dia harus ada rambu-rambu. Jika tidak, hanya akan membebani APBN dan APBD.
“Program ini harus ada pendamping, misalnya di tingkat desa atau kelurahan yang tahu persis kondisi warganya,” kata dia.
Selain itu, warga wajib memeriksakan kesehatannya secara rutin ke Puskesmas, misalnya sebulan sekali. Bagi warga yang tidak rutin memeriksakan kesehatannya dalam waktu tertentu, sebagai konsekuensi hak-haknya mendapat klaim gugur dengan sendirinya.
Jika tidak begitu, BPJS bisa kolaps akibat banyak warga berpenyakit berat mengajukan klaim dengan nilai ratusan juta rupiah. Dia menegaskan, apa pun yang diberi gratis harus menggunakan prasyarat.
Ketiganya masing-masing Kantor Cabang PT Askes, PT Jamsostek dan Taspen, yang kini dimerger menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pemanggilan ketiganya, bersama pula Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon untuk mempresentasikan program jaminan tersebut dan memastikan seluruh masyarakat mengetahui serta memahaminya.
“Terutama jangan sampai ada warga miskin (gakin) yang terlewat,” tegas Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon Andi Rianto Lie akhir pekan lalu.
Selain gakin, setiap perusahaan pun tidak lalai mendaftarkan karyawannya untuk menjadi peserta BPJS. Program pemerintah ini sendiri dikatakan dia harus disertai antisipasi adanya peningkatan pelayanan, baik oleh setiap rumah sakit maupun puskesmas.
Sebagaimana diketahui, terhitung 1 Januari 2014 JKN telah menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Untuk tahap pertama, peserta JKN berupa masyarakat tak mampu yang masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) seperti anggota TNI/Polri & pensiunannya, pegawai negeri sipil (PNS) dan pensiunannya, maupun peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) Jamsostek.
“Bagi yanng belum terdaftar, bisa mengunjungi kantor BPJS Kesehatan,” ujar dia.
Kepala Dinkes Kota Cirebon Eddy Sugiarto menyebutkan, sedikitnya 84.000 warga miskin Kota Cirebon tidak terjamin BPJS. Mereka terdiri dari 46.000 orang peserta Jamkesda dan 38.000 orang pemegang Kartu Cirebon Menuju Sehat (KCMS) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Peserta BPJS adalah mereka yang berstatus PNS, TNI/Polri, dan peserta Jamkesmas sejumlah 102.806 orang. Sementara warga miskin peserta Jamkesda, KCMS, maupun SKTM, tidak masuk dalam database,” tutur dia.
Namun, mereka dijanjikan akan menjadi tanggungan Pemkot Cirebon apabila mengalami sakit. Pembiayaan biaya pengobatan mereka justru lebih murah dibanding membayar iuran BPJS karena dilakukan terbatas saat sakit saja.
Meski penerima BPJS telah tercatat, Pemkot masih memiliki waktu hingga 2019 untuk kewajiban membayarkan iuran peserta Jamkesda, KCMS, maupun SKTM agar menjadi peserta BPJS. Pendataan sendiri dikatakan dia, akan dilakukan secara bertahap mengingat keterbatasan dana APBD Kota Cirebon yang terbatas.
Iuran kepesertaan BPJS sendiri Rp 19.225/bulan atau sekitar Rp 10miliar/tahun. Sementara mulai diberlakukannya BPJS ini belum banyak diketahui masyarakat Cirebon. Rata-rata mereka terutama belum memahami detail maksud JKN dan BPJS.
“Saya karyawan biasa, tahunya selama ini hanya Jamsostek. Belum terlalu paham BPJS,” ungkap salah seorang karyawan swasta di Pagongan, Kota Cirebon, Aris.
Terpisah, dalam sebuah kesempatan di Cirebon, pengamat ekonomi yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional, Aviliani menyatakan, ancaman kegagalan mungkin terjadi pada program BPJS. Hal ini karena pemerintah tidak memberlakukan prasyarat bagi penerima manfaat.
Untuk menjamin keberhasilan program tersebut, menurut dia harus ada rambu-rambu. Jika tidak, hanya akan membebani APBN dan APBD.
“Program ini harus ada pendamping, misalnya di tingkat desa atau kelurahan yang tahu persis kondisi warganya,” kata dia.
Selain itu, warga wajib memeriksakan kesehatannya secara rutin ke Puskesmas, misalnya sebulan sekali. Bagi warga yang tidak rutin memeriksakan kesehatannya dalam waktu tertentu, sebagai konsekuensi hak-haknya mendapat klaim gugur dengan sendirinya.
Jika tidak begitu, BPJS bisa kolaps akibat banyak warga berpenyakit berat mengajukan klaim dengan nilai ratusan juta rupiah. Dia menegaskan, apa pun yang diberi gratis harus menggunakan prasyarat.
(gpr)