Pemerintah didesak fokus pada energi terbarukan
A
A
A
Sindonews.com - Reaksi atas kenaikan elpiji 12 kilogram (kg) harus diantisipasi pemerintah. Jika kenaikan tak bisa dihindari, maka langkah yang harus diambil adalah memikirkan solusi atas kebijakan itu.
"Pemerintah harus segera menjalankan program pengembangan dan penerapan energi terbarukan secara lebih serius dan konkret. Karena selama ini hanya jalan di tempat," kata Ketua Umum Bangkit Energi Indonesia Hijau (Benih), Faisal Yusuf dalam rilisnya, Senin (6/1/2014).
Menurutnya, inisiatif masyarakat menciptakan dan mengembangkan teknologi untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan sudah banyak dan nyata. Terbukti adanya beberapa perangkat sederhana untuk memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar kompor, atau minyak jelanta untuk bahan bakar mobil.
Namun, kata dia, inisiatif itu seolah tidak ditanggapi dengan baik. Sehingga masyarakat hanya bergantung pada energi fosil. Pemerintah dinilai terkesan tidak responsif terhadap penerapan energi terbarukan yang bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan energi berbahan impor.
"Dampaknya,ya seperti ini saat elpiji yang baru saja dinaikkan secara mengejutkan oleh Pertamina langsung berdampak pada masyarakat," ujarnya.
Sementara, terkait kenaikan elpiji, pihaknya menilai, seyogyanya pertamina mempertimbangkan penutupan kerugian dengan cara subsidi silang dari unit-unit bisnis lainnya.
"Alasan kenaikan akibat sesilih kurs yang berakibat pada kerugian Pertamina, sebaiknya diatasi dengan pengetatan atau efisiensi cost internal perusahaan dan tata kelola yang baik," katanya.
Pihaknya juga menyesalkan ucapan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yang menilai kenaikan harga elpiji 12 kg sudah tepat. Pernyataan itu dianggapnya sebagai tidak sensitif dan sangat melukai hati rakyat.
Menurutnya, tahun ini adalah tahun politik, bisa dipastikan konstalasi ekonomi sangat tidak bisa diprediksi. Kenaikan harga elpiji sedikit atau banyak akan menimbulkan gejolak dan ketidakpastian di masyarakat.
"Statement Menteri koordinator bidang perekonomian Hatta Rajasa yang menilai kenaikan harga elpiji 12 kg sudah tepat adalah sangat tidak sensitif dan sangat melukai hati rakyat," kata dia.
Faisal mengatakan, pernyataan Pemerintah melalui Hatta Rajasa tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi harga, kecuali menyangkut harga subsidi yang dinilai sangat tidak berdasar.
Pertamina merupakan perusahaan milik negara, sehingga keputusan perusahaan, terutama yang menyangkut hajat hidup rakyat harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan seluruh stakeholder, terutama rakyat yang dipercayakan kepada pemerintah dan DPR.
Karena itu, dia mengingatkan bahwa pasal 33 ayat (1) UUD 45 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Pasal ini kemudian dikuatkan UU No 30/2007 tentang Energi Bab 3 pasal 4.
"Jadi kehadiran Pertamina bukan untuk meraih kuntungan perusahaan semata, melainkan sebagai perangkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia," katanya.
"Pemerintah harus segera menjalankan program pengembangan dan penerapan energi terbarukan secara lebih serius dan konkret. Karena selama ini hanya jalan di tempat," kata Ketua Umum Bangkit Energi Indonesia Hijau (Benih), Faisal Yusuf dalam rilisnya, Senin (6/1/2014).
Menurutnya, inisiatif masyarakat menciptakan dan mengembangkan teknologi untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan sudah banyak dan nyata. Terbukti adanya beberapa perangkat sederhana untuk memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar kompor, atau minyak jelanta untuk bahan bakar mobil.
Namun, kata dia, inisiatif itu seolah tidak ditanggapi dengan baik. Sehingga masyarakat hanya bergantung pada energi fosil. Pemerintah dinilai terkesan tidak responsif terhadap penerapan energi terbarukan yang bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan energi berbahan impor.
"Dampaknya,ya seperti ini saat elpiji yang baru saja dinaikkan secara mengejutkan oleh Pertamina langsung berdampak pada masyarakat," ujarnya.
Sementara, terkait kenaikan elpiji, pihaknya menilai, seyogyanya pertamina mempertimbangkan penutupan kerugian dengan cara subsidi silang dari unit-unit bisnis lainnya.
"Alasan kenaikan akibat sesilih kurs yang berakibat pada kerugian Pertamina, sebaiknya diatasi dengan pengetatan atau efisiensi cost internal perusahaan dan tata kelola yang baik," katanya.
Pihaknya juga menyesalkan ucapan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yang menilai kenaikan harga elpiji 12 kg sudah tepat. Pernyataan itu dianggapnya sebagai tidak sensitif dan sangat melukai hati rakyat.
Menurutnya, tahun ini adalah tahun politik, bisa dipastikan konstalasi ekonomi sangat tidak bisa diprediksi. Kenaikan harga elpiji sedikit atau banyak akan menimbulkan gejolak dan ketidakpastian di masyarakat.
"Statement Menteri koordinator bidang perekonomian Hatta Rajasa yang menilai kenaikan harga elpiji 12 kg sudah tepat adalah sangat tidak sensitif dan sangat melukai hati rakyat," kata dia.
Faisal mengatakan, pernyataan Pemerintah melalui Hatta Rajasa tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi harga, kecuali menyangkut harga subsidi yang dinilai sangat tidak berdasar.
Pertamina merupakan perusahaan milik negara, sehingga keputusan perusahaan, terutama yang menyangkut hajat hidup rakyat harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan seluruh stakeholder, terutama rakyat yang dipercayakan kepada pemerintah dan DPR.
Karena itu, dia mengingatkan bahwa pasal 33 ayat (1) UUD 45 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Pasal ini kemudian dikuatkan UU No 30/2007 tentang Energi Bab 3 pasal 4.
"Jadi kehadiran Pertamina bukan untuk meraih kuntungan perusahaan semata, melainkan sebagai perangkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia," katanya.
(izz)