Pemerintah biarkan Pertamina rugi langgar UU
A
A
A
Sindonews.com - Pusat Studi Kebijakan Publik menilai penurunan harga elpiji nonsusbidi kemasan 12 kg sebesar Rp1000 per kilogram tidak menyelesaikan masalah karena pemerintah justru membiarkan PT Pertamina (persero) mengalami kerugian terus menerus.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menilai, penurunan harga yang dilakukan Pertamina bertetangan dengan peraturan terkait keberadaan UU yang mengatur tentang perusahaan BUMN. Pasalnya, dalam UU Pertamina tidak boleh mengalami kerugian dalam menjalankan bisnisnya.
“Jika ini dibiarkan artinya pemerintah membiarkan Pertamina jadi buruan BPK jelas bertetangan dengan peraturan yang dibuatnya sendiri,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/1/2014) malam.
Menurut dia, penyelesaiannya adalah justru Pertamina seharusnya diberikan keleluasaan menaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg dengan menaikan harga jual secara bertahap hingga ke harga keekonomian. “Penurunan harga sebesar Rp1000 per kg hanya akan memberikan bom waktu pada pemerintahan berikutnya,” kata dia.
Sedangkan opsi lainnya adalah pemerintah harus gencar mensosialisasikan dengan mewajibkan instansi pemerintah, TNI, Polri, BUMN maupun BUMD menggunakan elpiji produk blue gas, bright gas dan lain-lain yang dijual dengan harga keekonomian.
“Maka ini mampu menekan volume pengguna elpiji nonsubsidi dan memperkecil volume penggunaan elpiji 12 kg sehingga mengurangi kerugian Pertamina,” kata dia.
Sebelumnya, Pertamina resmi merevisi kenaikan harga elpiji 12 kg menjadi Rp1.000 per kg dari sebelumnya Rp3.500 per kg. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina setelah menindaklanjuti hasil rapat konsultasi pemerintah dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menilai, penurunan harga yang dilakukan Pertamina bertetangan dengan peraturan terkait keberadaan UU yang mengatur tentang perusahaan BUMN. Pasalnya, dalam UU Pertamina tidak boleh mengalami kerugian dalam menjalankan bisnisnya.
“Jika ini dibiarkan artinya pemerintah membiarkan Pertamina jadi buruan BPK jelas bertetangan dengan peraturan yang dibuatnya sendiri,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/1/2014) malam.
Menurut dia, penyelesaiannya adalah justru Pertamina seharusnya diberikan keleluasaan menaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg dengan menaikan harga jual secara bertahap hingga ke harga keekonomian. “Penurunan harga sebesar Rp1000 per kg hanya akan memberikan bom waktu pada pemerintahan berikutnya,” kata dia.
Sedangkan opsi lainnya adalah pemerintah harus gencar mensosialisasikan dengan mewajibkan instansi pemerintah, TNI, Polri, BUMN maupun BUMD menggunakan elpiji produk blue gas, bright gas dan lain-lain yang dijual dengan harga keekonomian.
“Maka ini mampu menekan volume pengguna elpiji nonsubsidi dan memperkecil volume penggunaan elpiji 12 kg sehingga mengurangi kerugian Pertamina,” kata dia.
Sebelumnya, Pertamina resmi merevisi kenaikan harga elpiji 12 kg menjadi Rp1.000 per kg dari sebelumnya Rp3.500 per kg. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina setelah menindaklanjuti hasil rapat konsultasi pemerintah dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(gpr)