Harga minyak di perdagangan dunia menguat
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan global hari ini masih kuat, karena dealer duduk di sela-sela jelang laporan stok Amerika Serikat (AS) dan cuaca dingin yang melanda Amerika Utara ikut memberikan dukungan.
Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari bertambah hanya empat sen menjadi USD93,71 per barel. Sementara minyak mentah Brent North naik 12 sen menjadi USD 107,47 per barel pada penawaran di London.
Minyak mentah berjangka terpukul dalam beberapa hari terakhir, setelah ladang minyak di Libya meningkatkan produksi karena warga telah mengangkat blokade lima bulan.
"Pasar baru saja ditarik sedikit (lebih tinggi) pada tahap ini setelah beberapa hari penurunan curam untuk WTI," kata Ric Spooner, kepala analis pasar CMC Markets, Sydney, seperti dilansir AFP, Rabu (8/1/2014).
Perkiraan dari 11 analis yang disurvei Wall Street Journal menunjukkan, persediaan minyak AS diproyeksikan jatuh rata-rata 600.000 barel dalam sepekan hingga 3 Januari 2014.
Tingkat persediaan AS dipantau tajam investor karena merupakan indikator permintaan sebagai ekonomi dan konsumen minyak terbesar di dunia.
Harga juga didukung dorongan permintaan bahan bakar pemanas menyusul cuaca dingin yang melanda Amerika Utara. Di mana Kanada dan semua negara bagian AS, termasuk Hawaii mencatat suhu di bawah titik beku pada Selasa (7/1/2014).
Penurunan drastis dalam suhu telah dikaitkan dengan pergeseran pola cuaca yang dikenal sebagai "pusaran kutub", bertepatan dengan angin dingin di seluruh pesisir timur.
Spooner menyebutkan, cuaca buruk berkepanjangan bisa memberikan tekanan pada harga karena seluruh perekonomian kehilangan produksi akibat layanan terganggu.
Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari bertambah hanya empat sen menjadi USD93,71 per barel. Sementara minyak mentah Brent North naik 12 sen menjadi USD 107,47 per barel pada penawaran di London.
Minyak mentah berjangka terpukul dalam beberapa hari terakhir, setelah ladang minyak di Libya meningkatkan produksi karena warga telah mengangkat blokade lima bulan.
"Pasar baru saja ditarik sedikit (lebih tinggi) pada tahap ini setelah beberapa hari penurunan curam untuk WTI," kata Ric Spooner, kepala analis pasar CMC Markets, Sydney, seperti dilansir AFP, Rabu (8/1/2014).
Perkiraan dari 11 analis yang disurvei Wall Street Journal menunjukkan, persediaan minyak AS diproyeksikan jatuh rata-rata 600.000 barel dalam sepekan hingga 3 Januari 2014.
Tingkat persediaan AS dipantau tajam investor karena merupakan indikator permintaan sebagai ekonomi dan konsumen minyak terbesar di dunia.
Harga juga didukung dorongan permintaan bahan bakar pemanas menyusul cuaca dingin yang melanda Amerika Utara. Di mana Kanada dan semua negara bagian AS, termasuk Hawaii mencatat suhu di bawah titik beku pada Selasa (7/1/2014).
Penurunan drastis dalam suhu telah dikaitkan dengan pergeseran pola cuaca yang dikenal sebagai "pusaran kutub", bertepatan dengan angin dingin di seluruh pesisir timur.
Spooner menyebutkan, cuaca buruk berkepanjangan bisa memberikan tekanan pada harga karena seluruh perekonomian kehilangan produksi akibat layanan terganggu.
(dmd)