Pertamina akan naikkan lagi harga elpiji 12 kg
A
A
A
Sindonews.com - PT Pertamina (persero) menegaskan akan menaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kilogram (kg) secara bertahap. Hal itu merupakan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar terhindar dari kerugian secara terus menerus.
“Saat ini sedang disusun roadmap-nya kemudian nanti diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir dalam acara diskusi dengan tema "Kenaikan Harga Elpiji Salah Siapa?", di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (14/1/2014).
Menurut Ali, kenaikan harga elpiji non subsidi kemasan 12 kg secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian. Sehingga, lanjut dia, Pertamina tidak lagi mengalami kerugian. "Itu atas rekomendasi BPK maka harus ditindaklanjuti," kata dia.
Dia juga menjelaskan, penyusunan roadmap telah disetujui di tingkat direksi Pertamina dan secepatnya akan segera diputuskan. "Kerugian Pertamina semakin tahun semakin membesar kalau dibebankan kepada Pertamina ini melanggar Undang Undang," kata dia.
Dia juga menjelaskan, jika harga jual tidak disesuaikan, dengan volume penjualan 959.621 metrik ton (MT) di 2014, diperkirakan bisnis elpiji non subsidi kemasan 12 kg merugi antara Rp5,4 triliun sampai Rp7,1 triliun per tahun.
Kemudian mengacu pada laporan BPK No 29/S/IX-XX.1/02/2013 tanggal 5 Februari 2013 bahwa Pertamina menanggung kerugian atas bisnis elpiji kemasan 12 kg dan elpiji kemasan 50 kg selama 2011 - Oktober 2012 Sebesar Rp7,73 triliun. “Selama masih rugi Pertamina tetap harus menyesuaikan harga jual elpiji kemasan 12 kg,” tegasnya.
Sedangkan mengacu Permen ESDM No 26 Tahun 2009 Pasal 25, bahwa harga jual elpiji untuk Pengguna elpiji umum ditetapkan oleh badan usaha dengan berpedoman pada harga patokan elpiji, kemampuan daya beli konsumen dalam negeri serta kesinambungan penyediaan dan pendistribusian.
Di tempat yang sama, Anggota BPK Ali Masykur Musa mengatakan, kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp1.000 per kg saat ini dinilai tidak menyelesaikan masalah. Kenaikan harga elpiji ini merupakan bukti karut marutnya kebijakan energi nasional. “Kenaikan Rp1.000 hanya bedak dari kesalahan tata kelola energi nasional,” tuturnya.
Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ini juga mengatakan, kebijakan kenaikan harga elpiji tersebut tetap tidak bisa mencegah berkurangnya pasokan energi nasional. Bahkan, lanjut dia, hanya membuat Pertamina terus merugi dari tahun ke tahun. “Ini hanya lips service sesaat dan membiarkan sakit lebih kronis lagi,” kata dia.
Sementara itu, Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Said Didu mengatakan, kenaikan harga secara bertahap merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Pertamina. Lantaran jika dibiarkan terus merugi artinya pemerintah melanggar Undang Undang Migas.
“Pertamina tidak boleh rugi kalau rugi melanggar Undang Undang. Jangan mau dijadikan komoditas politik pemerintah,” kata dia.
Dia menjelaskan, kenaikan bertahap tidak akan membebani konsumen. Pasalnya sekitar 17 persen konsumsi elpiji kemasan 12 kg dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. “Berapa sih kenaikannya paling hanya sebatas 2-3 batang rokok,” pungkasnya.
“Saat ini sedang disusun roadmap-nya kemudian nanti diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir dalam acara diskusi dengan tema "Kenaikan Harga Elpiji Salah Siapa?", di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (14/1/2014).
Menurut Ali, kenaikan harga elpiji non subsidi kemasan 12 kg secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian. Sehingga, lanjut dia, Pertamina tidak lagi mengalami kerugian. "Itu atas rekomendasi BPK maka harus ditindaklanjuti," kata dia.
Dia juga menjelaskan, penyusunan roadmap telah disetujui di tingkat direksi Pertamina dan secepatnya akan segera diputuskan. "Kerugian Pertamina semakin tahun semakin membesar kalau dibebankan kepada Pertamina ini melanggar Undang Undang," kata dia.
Dia juga menjelaskan, jika harga jual tidak disesuaikan, dengan volume penjualan 959.621 metrik ton (MT) di 2014, diperkirakan bisnis elpiji non subsidi kemasan 12 kg merugi antara Rp5,4 triliun sampai Rp7,1 triliun per tahun.
Kemudian mengacu pada laporan BPK No 29/S/IX-XX.1/02/2013 tanggal 5 Februari 2013 bahwa Pertamina menanggung kerugian atas bisnis elpiji kemasan 12 kg dan elpiji kemasan 50 kg selama 2011 - Oktober 2012 Sebesar Rp7,73 triliun. “Selama masih rugi Pertamina tetap harus menyesuaikan harga jual elpiji kemasan 12 kg,” tegasnya.
Sedangkan mengacu Permen ESDM No 26 Tahun 2009 Pasal 25, bahwa harga jual elpiji untuk Pengguna elpiji umum ditetapkan oleh badan usaha dengan berpedoman pada harga patokan elpiji, kemampuan daya beli konsumen dalam negeri serta kesinambungan penyediaan dan pendistribusian.
Di tempat yang sama, Anggota BPK Ali Masykur Musa mengatakan, kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp1.000 per kg saat ini dinilai tidak menyelesaikan masalah. Kenaikan harga elpiji ini merupakan bukti karut marutnya kebijakan energi nasional. “Kenaikan Rp1.000 hanya bedak dari kesalahan tata kelola energi nasional,” tuturnya.
Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ini juga mengatakan, kebijakan kenaikan harga elpiji tersebut tetap tidak bisa mencegah berkurangnya pasokan energi nasional. Bahkan, lanjut dia, hanya membuat Pertamina terus merugi dari tahun ke tahun. “Ini hanya lips service sesaat dan membiarkan sakit lebih kronis lagi,” kata dia.
Sementara itu, Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Said Didu mengatakan, kenaikan harga secara bertahap merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Pertamina. Lantaran jika dibiarkan terus merugi artinya pemerintah melanggar Undang Undang Migas.
“Pertamina tidak boleh rugi kalau rugi melanggar Undang Undang. Jangan mau dijadikan komoditas politik pemerintah,” kata dia.
Dia menjelaskan, kenaikan bertahap tidak akan membebani konsumen. Pasalnya sekitar 17 persen konsumsi elpiji kemasan 12 kg dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. “Berapa sih kenaikannya paling hanya sebatas 2-3 batang rokok,” pungkasnya.
(gpr)