Ekonomi dunia didukung negara maju dan berkembang
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim mengatakan, ekonomi global siap mendapatkan momentum tahun ini didukung "dua mesin", yaitu negara berkembang dan maju yang tumbuh bersamaan.
Dia menyebutkan, negara-negara berkembang harus menggunakan jendela waktu dari pengurangan kebijakan stimulus moneter AS, dengan memfasilitasi reformasi struktural dalam negeri.
"Ini pertama kalinya sejak bertahun-tahun kita melihat Jepang, Amerika Serikat dan kawasan (Zona) Euro semua tumbuh pada saat bersamaan. Ini adalah kabar baik bagi dunia," ujar Kim kepada Xinhua, seperti dilansir dari China Daily, Kamis (23/1/2014).
Produk domestik bruto (PDB) global diperkirakan memperluas 3,2 persen tahun ini, naik dari 2,4 persen pada 2013, dengan dorongan kecepatan pertumbuhan di negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan tinggi.
"Sepertinya di semua daerah, baik negara-negara berpenghasilan tinggi dan negara-negara berkembang kita melihat kenaikan," kata Kim, sambil menambahkan gambaran pertumbuhan global secara keseluruhan terlihat sangat baik meskipun ada beberapa risiko penurunan.
Rasio utang utang terhadap PDB dan tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi di beberapa negara Eropa menunjukkan, bahwa perlu beberapa fundamental perbaikan. Wilayah tersebut memiliki banyak yang harus dilakukan dalam reformasi struktural untuk memecahkan masalah tersebut.
Pertumbuhan di negara-negara berpendapatan tinggi bermanfaat bagi negara-negara berkembang, tetapi unwinding kebijakan moneter tidak konvensional di negara maju dapat membawa beberapa tantangan untuk pasar negara berkembang.
"Pada saat itu kita berpikir arus modal masuk ke negara-negara berkembang bisa menurun sebanyak 50 persen. Jika itu terjadi, tidak baik untuk ekonomi pasar negara berkembang," terang Kim.
Mengatasi fundamental ekonomi, mempertahankan kebijakan ekonomi makro yang stabil dan menggunakan small window untuk mengadopsi berbagai jenis reformasi struktural, termasuk meningkatkan lingkungan bisnis, dapat membantu negara-negara berkembang mengatasi dampak tapering off kebijakan moneter Federal Reserve AS.
Dia menyebutkan, negara-negara berkembang harus menggunakan jendela waktu dari pengurangan kebijakan stimulus moneter AS, dengan memfasilitasi reformasi struktural dalam negeri.
"Ini pertama kalinya sejak bertahun-tahun kita melihat Jepang, Amerika Serikat dan kawasan (Zona) Euro semua tumbuh pada saat bersamaan. Ini adalah kabar baik bagi dunia," ujar Kim kepada Xinhua, seperti dilansir dari China Daily, Kamis (23/1/2014).
Produk domestik bruto (PDB) global diperkirakan memperluas 3,2 persen tahun ini, naik dari 2,4 persen pada 2013, dengan dorongan kecepatan pertumbuhan di negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan tinggi.
"Sepertinya di semua daerah, baik negara-negara berpenghasilan tinggi dan negara-negara berkembang kita melihat kenaikan," kata Kim, sambil menambahkan gambaran pertumbuhan global secara keseluruhan terlihat sangat baik meskipun ada beberapa risiko penurunan.
Rasio utang utang terhadap PDB dan tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi di beberapa negara Eropa menunjukkan, bahwa perlu beberapa fundamental perbaikan. Wilayah tersebut memiliki banyak yang harus dilakukan dalam reformasi struktural untuk memecahkan masalah tersebut.
Pertumbuhan di negara-negara berpendapatan tinggi bermanfaat bagi negara-negara berkembang, tetapi unwinding kebijakan moneter tidak konvensional di negara maju dapat membawa beberapa tantangan untuk pasar negara berkembang.
"Pada saat itu kita berpikir arus modal masuk ke negara-negara berkembang bisa menurun sebanyak 50 persen. Jika itu terjadi, tidak baik untuk ekonomi pasar negara berkembang," terang Kim.
Mengatasi fundamental ekonomi, mempertahankan kebijakan ekonomi makro yang stabil dan menggunakan small window untuk mengadopsi berbagai jenis reformasi struktural, termasuk meningkatkan lingkungan bisnis, dapat membantu negara-negara berkembang mengatasi dampak tapering off kebijakan moneter Federal Reserve AS.
(dmd)