Saham farmasi tergerus pelemahan rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Dalam lima hari perdagangan pekan lalu, sejumlah saham di sektor farmasi menunjukkan tren penurunannya.
Analis Indosurya Securities William Suryawijaya memperkirakan, tren pelemahan saham sektor farmasi dipicu terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Pelemahan mata uang domestik tersebut memberi dampak besar pada kinerja perusahaan-perusahaan di sektor farmasi, mengingat mayoritas bahan baku obat masih tergantung impor.
"Jadi imbasnya lebih karena currency (nilai tukar mata uang) itu. Begitu currency membaik, maka farmasi juga akan cepat recovery," kata William, Senin (27/1/2014).
Sementara jika diasumsikan penurunan harga saham farmasi dipengaruhi faktor cuaca penghujan, menurut William dampaknya baru akan direspon pasar ketika emiten-emiten farmasi tersebut melaporkan kinerja keuangannya di kuartal I/2014.
"Imbasnya tidak bisa langsung dirasakan sekarang, mungkin nanti setelah mereka mengeluarkan kinerja keuangannya di kuartal I/2014 mungkin pasar baru akan merespon," imbuh dia.
Padahal, seharusnya konsumsi obat yang cenderung lebih tinggi sepanjang musim penghujan dapat mendongkrak konsumsi produk-produk farmasi yang pada akhirnya dapat mendongkrak kinerja perusahaan yang bergerak di sektor tersebut.
Sayangnya, kata dia, hal tersebut tak terefleksi pada laju saham perusahaan yang bergerak di sektor farmasi, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Sido Muncul Tbk (SIDO) yang selama sepekan kemarin justru terus mengalami penurunan.
Sebut saja KLBF, saham perseroan terpantau stagnan selama sepekan kemarin, yakni pada tanggal 21-24 Januari 2014 berada di level Rp1.400 per saham. Kemudian, saham KLBF awal pekan ini dibuka Rp1.390.
Saham KAEF punya nasib hampir serupa. Jika dilihat selama sepekan terakhir, saham KAEF pada 21 Januari 2013 diperdagangkan di kisaran Rp730, turun menjadi Rp710 sehari setelahnya dan kembali terkoresi pada 23 dan 24 Januari 2014 menjadi di level Rp690 per saham. KAEF pagi tadi dibuka pada level Rp680.
Begitu pula saham INAF. Selama sepekan terakhir, INAF terus menunjukkan laju pelemahannya. Diperdagangkan di harga Rp174 pada 21 Januari, saham perseroan langsng turun menjadi Rp170 per saham sehari setelahnya. Harga saham INAF kembali melemah pada 23 dan 24 di kisaran Rp166 per saham dan kembali turun menjadi Rp163 per saham pada pembukaan awal pekan ini.
Bahkan saham yang belum lama melantai di Bursa, yakni SIDO juga tak luput dari tren pelemahan. Pada 21-22 Januari, harga saham ini diperdagangkan di level Rp800 per saham. Kemudian pada 23 Januari, SIDO kembali turun menjadi Rp795 per saham.
Meski pada 24 Januari, saham SIDO mampu menguat kembali ke Rp805 per saham, namun mengawali pekan ini kembali dibuka melemah di level Rp790 per saham.
Analis Indosurya Securities William Suryawijaya memperkirakan, tren pelemahan saham sektor farmasi dipicu terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Pelemahan mata uang domestik tersebut memberi dampak besar pada kinerja perusahaan-perusahaan di sektor farmasi, mengingat mayoritas bahan baku obat masih tergantung impor.
"Jadi imbasnya lebih karena currency (nilai tukar mata uang) itu. Begitu currency membaik, maka farmasi juga akan cepat recovery," kata William, Senin (27/1/2014).
Sementara jika diasumsikan penurunan harga saham farmasi dipengaruhi faktor cuaca penghujan, menurut William dampaknya baru akan direspon pasar ketika emiten-emiten farmasi tersebut melaporkan kinerja keuangannya di kuartal I/2014.
"Imbasnya tidak bisa langsung dirasakan sekarang, mungkin nanti setelah mereka mengeluarkan kinerja keuangannya di kuartal I/2014 mungkin pasar baru akan merespon," imbuh dia.
Padahal, seharusnya konsumsi obat yang cenderung lebih tinggi sepanjang musim penghujan dapat mendongkrak konsumsi produk-produk farmasi yang pada akhirnya dapat mendongkrak kinerja perusahaan yang bergerak di sektor tersebut.
Sayangnya, kata dia, hal tersebut tak terefleksi pada laju saham perusahaan yang bergerak di sektor farmasi, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Sido Muncul Tbk (SIDO) yang selama sepekan kemarin justru terus mengalami penurunan.
Sebut saja KLBF, saham perseroan terpantau stagnan selama sepekan kemarin, yakni pada tanggal 21-24 Januari 2014 berada di level Rp1.400 per saham. Kemudian, saham KLBF awal pekan ini dibuka Rp1.390.
Saham KAEF punya nasib hampir serupa. Jika dilihat selama sepekan terakhir, saham KAEF pada 21 Januari 2013 diperdagangkan di kisaran Rp730, turun menjadi Rp710 sehari setelahnya dan kembali terkoresi pada 23 dan 24 Januari 2014 menjadi di level Rp690 per saham. KAEF pagi tadi dibuka pada level Rp680.
Begitu pula saham INAF. Selama sepekan terakhir, INAF terus menunjukkan laju pelemahannya. Diperdagangkan di harga Rp174 pada 21 Januari, saham perseroan langsng turun menjadi Rp170 per saham sehari setelahnya. Harga saham INAF kembali melemah pada 23 dan 24 di kisaran Rp166 per saham dan kembali turun menjadi Rp163 per saham pada pembukaan awal pekan ini.
Bahkan saham yang belum lama melantai di Bursa, yakni SIDO juga tak luput dari tren pelemahan. Pada 21-22 Januari, harga saham ini diperdagangkan di level Rp800 per saham. Kemudian pada 23 Januari, SIDO kembali turun menjadi Rp795 per saham.
Meski pada 24 Januari, saham SIDO mampu menguat kembali ke Rp805 per saham, namun mengawali pekan ini kembali dibuka melemah di level Rp790 per saham.
(rna)