Pertumbuhan ekonomi Sulsel melambat
A
A
A
Sindonews.com - Laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) sepanjang 2013 tercatat 7,65 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan pada 2012, sebesar 8,3 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Nursalam Dalle mengungkapkan, perlambatan ekonomi memang terjadi di wilayah ini. Faktor cuaca ekstrem yang terjadi di kuartal IV/2013 diklaim sebagai penyebab utama.
Mulai dari banjir besar di daerah sentra produksi padi sehingga luas panen hanya meningkat sedikit, yakni 0,17 persen atau 983.107 hektare maupun peningkatan luas sawah puso yang mencapai 27.000 hektare.
Akibatnya, sektor pertanian untuk triwulan IV terhadap triwulan III terkontraksi (pertumbuhan negatif) jauh hingga minus 16,17 persen.
"Luas panen padi dan palawija yang sangat kecil menjadi penyebab pertumbuhan negatif sektor pertanian sebagai sektor penyumbang nilai tambah terbesar di Sulawesi Selatan. Tapi ini fenomena alam. Kita tidak bisa berbuat sesuatu," katanya, Rabu (5/2/2014).
Selain pertanian, ada beberapa sektor yang juga mengalami kontraksi yakni pertambangan dan penggalian minus 6,22 persen. Hal ini sebagai akibat melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar dunia sebagai komoditi terbesar penyumbang ekspor Sulsel.
Sektor lain adalah industri pengolahan yang berkontraksi sebesar 0,50 persen dibanding triwulan sebelumnya, akibat depresiasi nilai tukar rupiah dan kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Meski demikian, kata Nursalim, perlambatan ini harus tetap diapresiasi. Karena pada dasarnya pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi dari nasional yang mencapai 5,78 persen. Bahkan Sulsel menduduki posisi keenam secara nasional di bawah Papua, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, dan Gorontalo.
Selain itu, di tengah laju pertumbuhan angka kemiskinan Sulsel yang menduduki peringkat dua nasional atau meningkat 69,78 ribu orang, nyatanya jumlah pendapatan per kapita Sulsel juga menunjukkan peningkatan Rp2,77 juta. Yakni dari tingkat pendapatan Rp19 juta pada 2012 naik menjadi Rp22.135 juta pada 2013.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Nursalam Dalle mengungkapkan, perlambatan ekonomi memang terjadi di wilayah ini. Faktor cuaca ekstrem yang terjadi di kuartal IV/2013 diklaim sebagai penyebab utama.
Mulai dari banjir besar di daerah sentra produksi padi sehingga luas panen hanya meningkat sedikit, yakni 0,17 persen atau 983.107 hektare maupun peningkatan luas sawah puso yang mencapai 27.000 hektare.
Akibatnya, sektor pertanian untuk triwulan IV terhadap triwulan III terkontraksi (pertumbuhan negatif) jauh hingga minus 16,17 persen.
"Luas panen padi dan palawija yang sangat kecil menjadi penyebab pertumbuhan negatif sektor pertanian sebagai sektor penyumbang nilai tambah terbesar di Sulawesi Selatan. Tapi ini fenomena alam. Kita tidak bisa berbuat sesuatu," katanya, Rabu (5/2/2014).
Selain pertanian, ada beberapa sektor yang juga mengalami kontraksi yakni pertambangan dan penggalian minus 6,22 persen. Hal ini sebagai akibat melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar dunia sebagai komoditi terbesar penyumbang ekspor Sulsel.
Sektor lain adalah industri pengolahan yang berkontraksi sebesar 0,50 persen dibanding triwulan sebelumnya, akibat depresiasi nilai tukar rupiah dan kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Meski demikian, kata Nursalim, perlambatan ini harus tetap diapresiasi. Karena pada dasarnya pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi dari nasional yang mencapai 5,78 persen. Bahkan Sulsel menduduki posisi keenam secara nasional di bawah Papua, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, dan Gorontalo.
Selain itu, di tengah laju pertumbuhan angka kemiskinan Sulsel yang menduduki peringkat dua nasional atau meningkat 69,78 ribu orang, nyatanya jumlah pendapatan per kapita Sulsel juga menunjukkan peningkatan Rp2,77 juta. Yakni dari tingkat pendapatan Rp19 juta pada 2012 naik menjadi Rp22.135 juta pada 2013.
(izz)