Ini ide BPJS Ketenagakerjaan mengelola jaminan sosial
A
A
A
Sindonews.com - Kepala Biro Sumber Daya Manusia Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Abdul Latif Algaff mengatakan, keberhasilan penyelenggaraan sebuah negara bisa dilihat salah satunya dari cara pemerintahnya mengelola dana jaminan sosial.
Menurutnya, sebuah negara yang gagal mengelola jaminan sosial, dipastikan akan sulit berkembang. Sebagai contoh, lanjut dia, Argentina termasuk salah satu negara yang gagal mengelola dana jaminan sosial.
"Argentina pada 1990 sampai sekarang tidak juga maju karena bolak balik mengevaluasi jaminan sosialnya," papar Latif di Bandung, Jawa Barat, belum lama ini.
Ditambahkannya, permasalahan tersebut tak melulu hanya dihadapi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Negara-negara di Eropa nyatanya kini juga tengah menghadapi persoalan serius terkait jaminan sosial.
Banyak penduduk di Eropa yang menuntut dana jaminan sosial sejalan dengan jumlah masyarakat berusia lanjut yang bertambah banyak, lebih banyak ketimbang jumlah penduduk produktifnya.
"Karena yang berusia tua semakin lebih banyak, APBN mereka jebol. Jumlah penduduk usia tua sangat tinggi, jadi yang menikmati dana ini lebih banyak dari yang membayar iuran, ini yang disebut aging population," kata dia.
Untuk itu, lanjut Latif, salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah mengatasi kemungkinan munculnya persoalan serupa adalah dengan menaikan batasan usia pensiun dengan harapan penduduk non-produktif yang menikmati dana jaminan sosial bisa ditekan.
Jaminan sosial sosial sendiri sedianya didesain dengan tujuan untuk mencegah kemiskinan karena adanya risiko hilangnya pendapatan seseorang akibat sakit, meninggal, hamil, pensiun dan lain-lain. Dengan adanya dana jaminan sosial, pemerintah sebuah negara berharap bisa mengatasi persoalan tersebut.
Dengan demikian, bila sebuah negara gagal menyelenggarakan jaminan sosial, hampir dapat dipastikan bahwa negara tersebut dapat mengalami kebangkrutan. "Di negara maju, kontribusi jaminan sosial ini sangat besar," pungkasnya.
Menurutnya, sebuah negara yang gagal mengelola jaminan sosial, dipastikan akan sulit berkembang. Sebagai contoh, lanjut dia, Argentina termasuk salah satu negara yang gagal mengelola dana jaminan sosial.
"Argentina pada 1990 sampai sekarang tidak juga maju karena bolak balik mengevaluasi jaminan sosialnya," papar Latif di Bandung, Jawa Barat, belum lama ini.
Ditambahkannya, permasalahan tersebut tak melulu hanya dihadapi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Negara-negara di Eropa nyatanya kini juga tengah menghadapi persoalan serius terkait jaminan sosial.
Banyak penduduk di Eropa yang menuntut dana jaminan sosial sejalan dengan jumlah masyarakat berusia lanjut yang bertambah banyak, lebih banyak ketimbang jumlah penduduk produktifnya.
"Karena yang berusia tua semakin lebih banyak, APBN mereka jebol. Jumlah penduduk usia tua sangat tinggi, jadi yang menikmati dana ini lebih banyak dari yang membayar iuran, ini yang disebut aging population," kata dia.
Untuk itu, lanjut Latif, salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah mengatasi kemungkinan munculnya persoalan serupa adalah dengan menaikan batasan usia pensiun dengan harapan penduduk non-produktif yang menikmati dana jaminan sosial bisa ditekan.
Jaminan sosial sosial sendiri sedianya didesain dengan tujuan untuk mencegah kemiskinan karena adanya risiko hilangnya pendapatan seseorang akibat sakit, meninggal, hamil, pensiun dan lain-lain. Dengan adanya dana jaminan sosial, pemerintah sebuah negara berharap bisa mengatasi persoalan tersebut.
Dengan demikian, bila sebuah negara gagal menyelenggarakan jaminan sosial, hampir dapat dipastikan bahwa negara tersebut dapat mengalami kebangkrutan. "Di negara maju, kontribusi jaminan sosial ini sangat besar," pungkasnya.
(gpr)