Golkar sesalkan pemerintah abaikan tol Trans Sumatera
A
A
A
Sindonews.com - Partai Golkar menyesalkan sikap pemerintah yang tidak serius dalam membangun jalan tol trans Sumatera. Bahkan pemerintah terlihat tidak peduli tentang pembangunan jalan tol itu. Padahal sudah lebih dari 15 tahun lamanya masyarakat Sumatera menanti jalan Trans-Sumatera direalisasikan. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda jalan tersebut dibangun.
“Kami sangat menyesalkan sikap pemerintah yang tidak serius bahkan tidak peduli dengan pembangunan jalan tol trans Sumatera,” ujar politisi Partai Golkar Hetifah, di Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Anggota Komisi V DPR RI ini mengatakan, pemerintah selalu mengelak saat hendak mengimplementasikan program kerja dan prioritas kegiatan.
Dan kali ini, pemerintah beralasan tertundanya pembangunan tol trans Sumatera akibat belum terbitnya peraturan presiden (perpres). Akibatnya, tidak ada anggaran pemerintah yang dialokasikan tahun 2014 ini untuk pembangunan tol trans Sumatera itu.
“Bahkan lebih parahnya, pemerintah juga mempersilahkan Hutama Karya untuk memulainya tanpa dukungan pembiayaan pemerintah. Ini kan tidak masuk akal. Masa sih program kegiatan yang sudah direncanakan lama dan matang, tidak bisa direalisasikan sesuai rencana?” ungkapnya.
Terkait argumentasi pemerintah yang menyebutkan rendahnya nilai IRR (internal rate of return) yang berkisar di bawah 10 persen, Hetifah mengatakan, hal itu menunjukkan tidak adanya niat serius pemerintah dalam membangun proyek tol trans Sumatera sepanjang 2.737 km dengan nilai investasi sebesar Rp350 triliun. Jalan tol ini akan menghubungkan Lampung dengan Aceh di pulau Sumatera.
Seharusnya, ucap Hetifah, pemerintah meningkatkan nilai IRR itu sehingga menarik minat investor swasta untuk menggarap tol trans Sumatera itu. Misalnya dengan menjamin iklim investasi di sekitar proyek tersebut. Sehingga tercipta multiplier effects yang signifikan dari pembangunan proyek itu.
Hal lain, tambah Hetifah, pemerintah juga bisa memastikan percepatan pembebasan lahan yang diserahkan pada tanggung jawab pemerintah daerah (pemda). Termasuk memangkas jalur birokrasi yang kerap meningkatkan ekonomi biaya tinggi. Ditambah lagi dengan pemberian insentif bagi investor yang berminat membangun proyek tersebut.
“Jika pemerintah mau melakukan hal-hal ini, saya pastikan investor akan segera menanamkan investasinya untuk membangun tol trans Sumatera. Misalnya dengan public private partnership (PPP) yang melibatkan peran pemerintah dan swasta. Jadi sangat tergantung niat serius pemerintah untuk mewujudkan proyek itu,” papar dia.
Lebih jauh, Hetifah mengungkapkan, jika memang pemerintah pusat tidak memiliki dana untuk membangun tol trans Sumatera itu, maka seharusnya pemerintah pusat memberikan ijin bagi pemda untuk segera membangunnya. Sebab pada dasarnya, semua pemda di wilayah Sumatera telah menyatakan siap untuk memulai pembangunan tol tersebut.
“Jadi bagi kami, betapa arogan dan tak becusnya pemerintah ini. Sudah tak punya uang untuk membangun proyek yang direncanakannya, kini pemerintah pun tidak mau mengupayakan cara-cara elegan dan inovatif untuk mewujudkan rencana-rencananya itu. Termasuk tidak mau mempersilahkan pemda di Sumatera untuk membangunnya. Lalu, maunya apa dong? Tidak habis pikir saya mencermati alur pemikiran pemerintah ini,” imbuhnya.
Hetifah menambahkan, langkah terobosan lain yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah dengan melibatkan peran aktif presiden SBY untuk memastikan proyek tol trans Sumatera itu terwujud. Sebab pengalaman di lapangan mencatat, meski sejumlah ruas tol sudah pernah ditenderkan melalui skema PPP, namun sepi peminat. Padahal, rencana awal, pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera akan mulai ground breaking pada September atau Oktober 2013.
“Presiden harus turun tangan dan terlibat langsung supaya rencana-rencana pemerintah tidak sekedar wacana di atas kertas saja. Apalagi hingga saat ini, presiden pun tak kunjung menerbitkan perpres proyek itu. Itu kan bukti kuat pemerintah tak serius,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini pembangunan jalan tol trans Sumatera baru memasuki tahap persiapan dokumen dan pembebasan lahan. Karena itu, percepatan pembangunannya mendesak untuk diwujudkan.
Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi perekonomian Sumatera menempati peringkat kedua dibawah Jawa. Apalagi, peran wilayah Sumatera dalam pembentukan PDB nasional mengalami tren meningkat dari tahun ke tahun, sementara kontribusi PDB nasional untuk Jawa mulai menurun.
Selain itu, dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan pemerintah, Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia. Untuk itu, koridor ekonomi Sumatera sesuai MP3EI membutuhkan infrastruktur pendukung, termasuk jalan tol.
Apalagi, jalan tol trans Sumatera sudah menjadi bagian dari Jalan Asia (Asian Highway Network) yang ditandatangani dalam sidang komisi United Nations-ESCAP ke-61 pada 26-28 April 2004 di Shanghai, China. Artinya, jalan tol ini akan mendukung keterhubungan di kawasan Asia Tenggara sesuai dengan Master Plan ASEAN Connectivity (MPAC).
“Kami sangat menyesalkan sikap pemerintah yang tidak serius bahkan tidak peduli dengan pembangunan jalan tol trans Sumatera,” ujar politisi Partai Golkar Hetifah, di Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Anggota Komisi V DPR RI ini mengatakan, pemerintah selalu mengelak saat hendak mengimplementasikan program kerja dan prioritas kegiatan.
Dan kali ini, pemerintah beralasan tertundanya pembangunan tol trans Sumatera akibat belum terbitnya peraturan presiden (perpres). Akibatnya, tidak ada anggaran pemerintah yang dialokasikan tahun 2014 ini untuk pembangunan tol trans Sumatera itu.
“Bahkan lebih parahnya, pemerintah juga mempersilahkan Hutama Karya untuk memulainya tanpa dukungan pembiayaan pemerintah. Ini kan tidak masuk akal. Masa sih program kegiatan yang sudah direncanakan lama dan matang, tidak bisa direalisasikan sesuai rencana?” ungkapnya.
Terkait argumentasi pemerintah yang menyebutkan rendahnya nilai IRR (internal rate of return) yang berkisar di bawah 10 persen, Hetifah mengatakan, hal itu menunjukkan tidak adanya niat serius pemerintah dalam membangun proyek tol trans Sumatera sepanjang 2.737 km dengan nilai investasi sebesar Rp350 triliun. Jalan tol ini akan menghubungkan Lampung dengan Aceh di pulau Sumatera.
Seharusnya, ucap Hetifah, pemerintah meningkatkan nilai IRR itu sehingga menarik minat investor swasta untuk menggarap tol trans Sumatera itu. Misalnya dengan menjamin iklim investasi di sekitar proyek tersebut. Sehingga tercipta multiplier effects yang signifikan dari pembangunan proyek itu.
Hal lain, tambah Hetifah, pemerintah juga bisa memastikan percepatan pembebasan lahan yang diserahkan pada tanggung jawab pemerintah daerah (pemda). Termasuk memangkas jalur birokrasi yang kerap meningkatkan ekonomi biaya tinggi. Ditambah lagi dengan pemberian insentif bagi investor yang berminat membangun proyek tersebut.
“Jika pemerintah mau melakukan hal-hal ini, saya pastikan investor akan segera menanamkan investasinya untuk membangun tol trans Sumatera. Misalnya dengan public private partnership (PPP) yang melibatkan peran pemerintah dan swasta. Jadi sangat tergantung niat serius pemerintah untuk mewujudkan proyek itu,” papar dia.
Lebih jauh, Hetifah mengungkapkan, jika memang pemerintah pusat tidak memiliki dana untuk membangun tol trans Sumatera itu, maka seharusnya pemerintah pusat memberikan ijin bagi pemda untuk segera membangunnya. Sebab pada dasarnya, semua pemda di wilayah Sumatera telah menyatakan siap untuk memulai pembangunan tol tersebut.
“Jadi bagi kami, betapa arogan dan tak becusnya pemerintah ini. Sudah tak punya uang untuk membangun proyek yang direncanakannya, kini pemerintah pun tidak mau mengupayakan cara-cara elegan dan inovatif untuk mewujudkan rencana-rencananya itu. Termasuk tidak mau mempersilahkan pemda di Sumatera untuk membangunnya. Lalu, maunya apa dong? Tidak habis pikir saya mencermati alur pemikiran pemerintah ini,” imbuhnya.
Hetifah menambahkan, langkah terobosan lain yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah dengan melibatkan peran aktif presiden SBY untuk memastikan proyek tol trans Sumatera itu terwujud. Sebab pengalaman di lapangan mencatat, meski sejumlah ruas tol sudah pernah ditenderkan melalui skema PPP, namun sepi peminat. Padahal, rencana awal, pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera akan mulai ground breaking pada September atau Oktober 2013.
“Presiden harus turun tangan dan terlibat langsung supaya rencana-rencana pemerintah tidak sekedar wacana di atas kertas saja. Apalagi hingga saat ini, presiden pun tak kunjung menerbitkan perpres proyek itu. Itu kan bukti kuat pemerintah tak serius,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini pembangunan jalan tol trans Sumatera baru memasuki tahap persiapan dokumen dan pembebasan lahan. Karena itu, percepatan pembangunannya mendesak untuk diwujudkan.
Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi perekonomian Sumatera menempati peringkat kedua dibawah Jawa. Apalagi, peran wilayah Sumatera dalam pembentukan PDB nasional mengalami tren meningkat dari tahun ke tahun, sementara kontribusi PDB nasional untuk Jawa mulai menurun.
Selain itu, dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan pemerintah, Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia. Untuk itu, koridor ekonomi Sumatera sesuai MP3EI membutuhkan infrastruktur pendukung, termasuk jalan tol.
Apalagi, jalan tol trans Sumatera sudah menjadi bagian dari Jalan Asia (Asian Highway Network) yang ditandatangani dalam sidang komisi United Nations-ESCAP ke-61 pada 26-28 April 2004 di Shanghai, China. Artinya, jalan tol ini akan mendukung keterhubungan di kawasan Asia Tenggara sesuai dengan Master Plan ASEAN Connectivity (MPAC).
(gpr)