Genjot sektor riil demi neraca perdagangan surplus

Minggu, 09 Maret 2014 - 16:31 WIB
Genjot sektor riil demi neraca perdagangan surplus
Genjot sektor riil demi neraca perdagangan surplus
A A A
Sindonews.com - Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati menilai terjadinya defisit neraca perdagangan Indonesia salah satunya karena tekanan impor minyak dan gas (migas) yang besar.

Menurut dia, upaya yang dilakukan untuk mengurangi defisit adalah dengan menekan neraca migas dan meningkatkan neraca nonmigas.

"Defisit neraca perdagangan otomatis karena tekanan di impor migas besar. Jadi yang bisa kompensasi, ya neraca nonmigas," kata dia kepada Sindonews, Minggu (9/3/2014).

Namun, dia menjelaskan, jika neraca nonmigas ingin diperbesar, maka sektor riil harus ditingkatkan. Beberapa sektor yang bisa ditingkatkan untuk menekan defisit neraca perdagangan atau menjaga neraca perdagangan tetap surplus, diantaranya pertambangan dan manufaktur.

Namun, menurut dia, industri manufaktur Indonesia masih cukup sulit untuk ditingkatkan karena harus bersaing dengan asing, mengingat kondisi manufaktur Indonesia yang masih berbasis pada pertanian. Karena itu, dia menyarankan, perlu adanya pengembangan industri manufaktur Indonesia berbasis teknologi.

"Kalau kita lihat Korea berbasis teknologi, sedangkan industri pertambangan Indonesia masih mengirim bahan mentah, jadi kita rugi. Kita kirim dengan bentuk nilai tambah, baru kita kuat neraca perdagangannya," imbuh dia.

Untuk industri pertambangan jika ingin ditingkatkan, maka usaha meningkatkan nilai tambah perlu dilakukan secara serius karena Indonesia saat ini masih minim industri pengolahan. Di samping itu, pembangunan smelter yang digadang-gadang pemerintah harus dilakukan segera dan konsisten.

Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Harry Azhar Azis sebelumnya menyatakan bahwa defisit neraca perdagangan berpeluang besar menjadi tren ke depan jika Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak memiliki upaya sistematis untuk menekan laju impor.

"Kalau tidak ada upaya sistematis menekan impor, ini (defisit neraca perdagangan RI) akan berpeluang jadi tren. Ini bukan sekedar sebuah siklus, indikator-indikator ekonomi kita menunjukan kinerja ekspor kita belum mampu mengimbangi derasnya laju impor,” kata dia.

Sekedar mengingatkan, neraca perdagangan Indonesia (NPI) Januari 2014 tercatat defisit sebesar USD430,6 juta, sedangkan pada Desember 2013 mencatat surplus USD1,52 miliar.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa defisit pada Januari tahun ini terjadi seiring dengan adanya penurunan ekspor pada Januari 2014. Nilai ekspor Januari 2014 mencapai USD14,48 miliar, menurun sebesar 14,63 persen dibandingkan ekspor Desember 2013. Sedangkan impor mencapai USD14,92 miliar.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7205 seconds (0.1#10.140)