Mendag: Kita harus siap jika Jepang mengadu ke WTO
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI mengaku siap menghadapi langkah pemerintah Jepang yang akan memperkarakan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor produk tambang mentah.
"Kita sudah respon dan menunjuk ambassador Agus Mardi untuk memimpin diplomasi dengan Jepang agar mencari jalan keluar. Kalau hal terburuk terjadi ke WTO, kita harus siap dan patuh dengan yang ada," jelas Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Muhammad Lutfi di kantornya, Rabu (2/4/2014).
Dia mengatakan, telah berkomunikasi dengan Perdana Menteri negeri Sakura itu. Mereka mengatakan untuk saat ini Jepang belum akan membawa masalah ini ke WTO terkait kebijakan dalam UU Minerba. Namun, Lutfi menegaskan bahwa kemungkinan ini masih bisa terjadi.
Pada dasarnya, permasalahan utama Jepang karena mereka merupakan salah satu produsen baja stainless terbesar di dunia, dengan sebanyak 50 persen Nikelnya bersumber dari Indonesia. Perusahaan asal Jepang terpaksa harus menghadapi kenyataan biaya produksi yang lebih besar dan berjuang untuk mencari pasokan baru untuk Nikel.
"Kita mengerti itu berapa investasinya, di mana mereka juga sudah berhubungan lama dengan PT Aneka Tambang (Antam). Dan kita melihat tidak ada jalan keluar," imbuhnya.
Menurutnya, konsultasi berdasarkan agreement yang ada di WTO adalah hak setiap negara anggota WTO. "Ini hal yang harus kita dukung, karena ini hak dan kewajiban kita. Kita akan berdiplomasi dengan mencari titik temu," tuturnya.
Seperti diketahui, sejak diberlakukan secara resmi UU Minerba, pemerintah RI mewajibkan setiap perusahaan mineral dan tambang untuk mengolah serta memurnikan bahan mentah tambang terlebih dulu dengan menggunakan smelter, baru kemudian diekspor.
"Kita sudah respon dan menunjuk ambassador Agus Mardi untuk memimpin diplomasi dengan Jepang agar mencari jalan keluar. Kalau hal terburuk terjadi ke WTO, kita harus siap dan patuh dengan yang ada," jelas Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Muhammad Lutfi di kantornya, Rabu (2/4/2014).
Dia mengatakan, telah berkomunikasi dengan Perdana Menteri negeri Sakura itu. Mereka mengatakan untuk saat ini Jepang belum akan membawa masalah ini ke WTO terkait kebijakan dalam UU Minerba. Namun, Lutfi menegaskan bahwa kemungkinan ini masih bisa terjadi.
Pada dasarnya, permasalahan utama Jepang karena mereka merupakan salah satu produsen baja stainless terbesar di dunia, dengan sebanyak 50 persen Nikelnya bersumber dari Indonesia. Perusahaan asal Jepang terpaksa harus menghadapi kenyataan biaya produksi yang lebih besar dan berjuang untuk mencari pasokan baru untuk Nikel.
"Kita mengerti itu berapa investasinya, di mana mereka juga sudah berhubungan lama dengan PT Aneka Tambang (Antam). Dan kita melihat tidak ada jalan keluar," imbuhnya.
Menurutnya, konsultasi berdasarkan agreement yang ada di WTO adalah hak setiap negara anggota WTO. "Ini hal yang harus kita dukung, karena ini hak dan kewajiban kita. Kita akan berdiplomasi dengan mencari titik temu," tuturnya.
Seperti diketahui, sejak diberlakukan secara resmi UU Minerba, pemerintah RI mewajibkan setiap perusahaan mineral dan tambang untuk mengolah serta memurnikan bahan mentah tambang terlebih dulu dengan menggunakan smelter, baru kemudian diekspor.
(izz)