Pemerintah tawarkan insentif ke investor
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah menawarkan insentif kepada investor yang ingin mengembangkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Insentif ini untuk melanjutkan dan mengoptimalkan program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG).
"Insentif lahan disediakan pemerintah. Nanti untuk alokasi gas juga akan disediakan pemerintah," kata Direktur Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Naryanto Wagimin, di Jakarta, Minggu (6/4/2014).
Menurutnya, pemerintah terus berupaya untuk merealisasikan program ini hingga tuntas. Sehingga banyak kebijakan dipermudah urusannya untuk mengembangkan program konvesri BBM ke BBG ini. Insentif ini akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM. "Intinya berupa tarif khusus listrik juga akan disediakan," ujar dia.
Sementara, pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro sejak awal meragukan program ini. Karena tidak ada blue print yang jelas atas program pengendalian konsumsi BBM. Sehingga, tidak tahu kapan program ini dimulai dan kapan target program ini tuntas dan benar-benar terwujud.
"Bahkan koordinasi lintas sektoral tidak berjalan dengan baik karena tidak ada blue print-nya," katanya.
Dia menilai, program ini jika dilihat dari fakta lapangan jauh dari kata serius, karena pemerintah tidak mempunyai sensitifitas atas pengelolaan energi di Indonesia.
"Kita bisa lihat dalam lima tahun belakangan ini, di mana kebutuhan energi tidak dapat diatasi oleh pemerintah. Seperti listrik sering padam dan kelangkaan BBM," ucapnya.
Pemerintah, lanjut Komaidi, hanya berpura-pura dalam mengelola energi untuk keperluan domestik. Padahal konversi BBM ke BBG adalah program dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.
"Pemerintah harus segera menuntaskan kebijakan ini jangan dilakukan setengah hati," kata dia.
Pengamat perminyakan Kurtubi menilai, program pengendalian konsumsi BBM masih jalan ditempat. Fasilitas penunjang konversi BBM ke BBG seperti pemasangan RFID, konverter kit tidak pernah selesai.
"Hanya awalnya saja, makin ke sini tidak ada perkembangan. Masih lempar tanggung jawab sana sini baik dari Kementerian ESDM maupun Kemenperin saling lempar tanggung jawab," kata dia.
Konversi BBM ke BBG merupakan salah satu dari empat program prioritas Kementerian ESDM untuk menekan konsumsi BBM yang setiap tahun terus meningkat dan membebani keuangan negara.
Konversi atau pengalihan BBM ke BBG dengan memperbanyak SPBG merupakan program pemerintah yang terus diupayakan pemerintah secara optimal. Pengalihan BBM ke BBG akan menghasilkan penghematan yang cukup besar bagi pemerintah dan juga bagi masyarakat pengguna karena harga BBG lebih murah.
Sebagai gambaran, konsumsi BBM bersubsidi pada 2011 mencapai 41,7 juta kilo liter (kl), 2012 mencapai 45 juta kl dan tahun lalu mencapai 46,83 juta kl. Sedangkan konsumsi bahan bakar gas di Indonesia baru mencapai 38 ribu setara kl atau masih 0,08 persen dari konsumsi BBM.
Pada 2014, pemerintah berencana akan membangun sekitar 45 SPBG, 12 SPBG di antaranya akan dibangun dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 12 SPBG dibangun PT Pertamina (Persero), 16 SPBG dibangun PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN dan tiga SPBG dibangun BUMD DKI Jakarta.
"Insentif lahan disediakan pemerintah. Nanti untuk alokasi gas juga akan disediakan pemerintah," kata Direktur Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Naryanto Wagimin, di Jakarta, Minggu (6/4/2014).
Menurutnya, pemerintah terus berupaya untuk merealisasikan program ini hingga tuntas. Sehingga banyak kebijakan dipermudah urusannya untuk mengembangkan program konvesri BBM ke BBG ini. Insentif ini akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM. "Intinya berupa tarif khusus listrik juga akan disediakan," ujar dia.
Sementara, pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro sejak awal meragukan program ini. Karena tidak ada blue print yang jelas atas program pengendalian konsumsi BBM. Sehingga, tidak tahu kapan program ini dimulai dan kapan target program ini tuntas dan benar-benar terwujud.
"Bahkan koordinasi lintas sektoral tidak berjalan dengan baik karena tidak ada blue print-nya," katanya.
Dia menilai, program ini jika dilihat dari fakta lapangan jauh dari kata serius, karena pemerintah tidak mempunyai sensitifitas atas pengelolaan energi di Indonesia.
"Kita bisa lihat dalam lima tahun belakangan ini, di mana kebutuhan energi tidak dapat diatasi oleh pemerintah. Seperti listrik sering padam dan kelangkaan BBM," ucapnya.
Pemerintah, lanjut Komaidi, hanya berpura-pura dalam mengelola energi untuk keperluan domestik. Padahal konversi BBM ke BBG adalah program dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.
"Pemerintah harus segera menuntaskan kebijakan ini jangan dilakukan setengah hati," kata dia.
Pengamat perminyakan Kurtubi menilai, program pengendalian konsumsi BBM masih jalan ditempat. Fasilitas penunjang konversi BBM ke BBG seperti pemasangan RFID, konverter kit tidak pernah selesai.
"Hanya awalnya saja, makin ke sini tidak ada perkembangan. Masih lempar tanggung jawab sana sini baik dari Kementerian ESDM maupun Kemenperin saling lempar tanggung jawab," kata dia.
Konversi BBM ke BBG merupakan salah satu dari empat program prioritas Kementerian ESDM untuk menekan konsumsi BBM yang setiap tahun terus meningkat dan membebani keuangan negara.
Konversi atau pengalihan BBM ke BBG dengan memperbanyak SPBG merupakan program pemerintah yang terus diupayakan pemerintah secara optimal. Pengalihan BBM ke BBG akan menghasilkan penghematan yang cukup besar bagi pemerintah dan juga bagi masyarakat pengguna karena harga BBG lebih murah.
Sebagai gambaran, konsumsi BBM bersubsidi pada 2011 mencapai 41,7 juta kilo liter (kl), 2012 mencapai 45 juta kl dan tahun lalu mencapai 46,83 juta kl. Sedangkan konsumsi bahan bakar gas di Indonesia baru mencapai 38 ribu setara kl atau masih 0,08 persen dari konsumsi BBM.
Pada 2014, pemerintah berencana akan membangun sekitar 45 SPBG, 12 SPBG di antaranya akan dibangun dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 12 SPBG dibangun PT Pertamina (Persero), 16 SPBG dibangun PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN dan tiga SPBG dibangun BUMD DKI Jakarta.
(izz)