Perpanjangan kontrak Freeport tunggu renegosiasi
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah menegaskan keputusan perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia menunggu hasil renegosiasi hingga batas waktu 2019.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sukhyar mengatakan, saat ini pemerintah fokus terhadap peneyelesaian renegosiasi. Dari enam klausul renegosiasi terkait luas wilayah dan penerimaan royalti negara tidak ada masalah sisanya seperti divestasi masih dibicarakan.
“Divestasi yang masih belum deal, kita minta ini kemudian ke Freeport. Perpanjangan nantilah nunggu ini selesai belum dua tahun,” kata Sukhyar di kantornya, Jakarta, Jumat (11/4/2014).
Menurut dia, jika renegosiasi telah selesai, klausul renegosiasi ini segera akan dituangkan dalam nota kesepahaman di dalam amandemen KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun keenam klausul renegosiasi antara lain, pembanngunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP), kenaikan royalti, divestasi serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
“Nanti pokoknya kita optimis selesai sebelum ganti pemerintah, pemerintah selanjutnya tinggal mantau saja,” jelasnya.
Sukhyar mengatakan, divestasi yang diajukan kepada Freeport sebesar 30 persen. Hal itu dipertimbangkan sesuai aturan dalam renegosiasi kontrak, klausul mengenai divestasi saham harus disepakati besarannya sebesar 51 persen.
Namun, lantaran Freeport memiliki investasi besar dalam melakukan penambangan bawah tanah, maka rincian divestasi ini perlu disesuaikan. “Ini bisa disesuaikan melihat investasi yang dikeluarkan,” tutur dia.
Selanjutnya, penguraian luas lahan kepada pemerintah yang semula 212.000 hektare (ha) kini tingga 127 ha. Freeport hanya membutuhkan 10.000 ha untuk kegiatan ekploitasi lantaran sudah beralih ke tambang bawah tanah.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ketentuan luas lahan eksploitasi maksimal 25.000 ha bagi mineral dan logam serta 15.000 ha untuk eksploitasi batu bara. “Saya kira untuk luas lahan ini tidak ada masalah. Mereka soalnya pindah ke underground,” ujarnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sukhyar mengatakan, saat ini pemerintah fokus terhadap peneyelesaian renegosiasi. Dari enam klausul renegosiasi terkait luas wilayah dan penerimaan royalti negara tidak ada masalah sisanya seperti divestasi masih dibicarakan.
“Divestasi yang masih belum deal, kita minta ini kemudian ke Freeport. Perpanjangan nantilah nunggu ini selesai belum dua tahun,” kata Sukhyar di kantornya, Jakarta, Jumat (11/4/2014).
Menurut dia, jika renegosiasi telah selesai, klausul renegosiasi ini segera akan dituangkan dalam nota kesepahaman di dalam amandemen KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun keenam klausul renegosiasi antara lain, pembanngunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP), kenaikan royalti, divestasi serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
“Nanti pokoknya kita optimis selesai sebelum ganti pemerintah, pemerintah selanjutnya tinggal mantau saja,” jelasnya.
Sukhyar mengatakan, divestasi yang diajukan kepada Freeport sebesar 30 persen. Hal itu dipertimbangkan sesuai aturan dalam renegosiasi kontrak, klausul mengenai divestasi saham harus disepakati besarannya sebesar 51 persen.
Namun, lantaran Freeport memiliki investasi besar dalam melakukan penambangan bawah tanah, maka rincian divestasi ini perlu disesuaikan. “Ini bisa disesuaikan melihat investasi yang dikeluarkan,” tutur dia.
Selanjutnya, penguraian luas lahan kepada pemerintah yang semula 212.000 hektare (ha) kini tingga 127 ha. Freeport hanya membutuhkan 10.000 ha untuk kegiatan ekploitasi lantaran sudah beralih ke tambang bawah tanah.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ketentuan luas lahan eksploitasi maksimal 25.000 ha bagi mineral dan logam serta 15.000 ha untuk eksploitasi batu bara. “Saya kira untuk luas lahan ini tidak ada masalah. Mereka soalnya pindah ke underground,” ujarnya.
(gpr)