Masyarakat Indonesia melek asuransi di bawah 1%
A
A
A
Sindonews.com - Bank Dunia mencatat, penggunaan asuransi oleh masyarakat Indonesia masih sangat minim, hanya kurang dari 1 persen. Indonesia dinilai belum memiliki kepekaan pentingnya asuransi.
"Ada yang perlu digarisbawahi di sini, masyarakat Indonesia banyak yang bekerja sendiri, akses asuransi rendah dan pasar finansial pun terbatas. Masyarakat Indonesia banyak yang miskin dan belum tercover asuransi," kata Direktur World Development Report (WDR) Bank Dunia, Norman Loayza di Jakarta, Kamis (24/4/2014).
Dia mencontohkan, petani di India sudah sekitar 6 persen yang memiliki akses asuransi di pertanian. Di Malaysia, bahkan 70 persen petaninya sudah memiliki asuransi. Sedangkan di Indonesia, petani belum tersentuh asuransi. 0 persen petani Indonesia yang memiliki asuransi.
"Saya rasa perlu membentuk dewan risiko nasional dengan memberi panduan ke pemerintah. Dan dewan risiko ini harus independen, serta bebas dari siklus politik, sehingga tidak ada campur tangan pihak manapun," jelasnya.
Sementara, perwakilan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Suahasil Nazara mengungkapkan pentingnya untuk pemerintah memberi perhatian kepada BPJS Kesehatan.
Menurutnya, hal yang harus dilihat lebih dalam dan perlu dikritisi adalah regulasi. Karena, ini menyangkut hajat hidup 250 juta masyarakat Indonesia.
"Saat ini BPJS memiliki keanggotaan 113 juta. Sekitar 6 juta dibayarkan seluruhnya oleh pemerintah. Hanya 15 persen yang bayar sendiri ataupun pengusaha. Ini hal yang harus dilihat lebih dalam dan kritis untuk melihat regulasinya, kalau tidak 250 juta keanggotaan ini akan gagal kalau tidak hati-hati," terang dia.
"Ada yang perlu digarisbawahi di sini, masyarakat Indonesia banyak yang bekerja sendiri, akses asuransi rendah dan pasar finansial pun terbatas. Masyarakat Indonesia banyak yang miskin dan belum tercover asuransi," kata Direktur World Development Report (WDR) Bank Dunia, Norman Loayza di Jakarta, Kamis (24/4/2014).
Dia mencontohkan, petani di India sudah sekitar 6 persen yang memiliki akses asuransi di pertanian. Di Malaysia, bahkan 70 persen petaninya sudah memiliki asuransi. Sedangkan di Indonesia, petani belum tersentuh asuransi. 0 persen petani Indonesia yang memiliki asuransi.
"Saya rasa perlu membentuk dewan risiko nasional dengan memberi panduan ke pemerintah. Dan dewan risiko ini harus independen, serta bebas dari siklus politik, sehingga tidak ada campur tangan pihak manapun," jelasnya.
Sementara, perwakilan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Suahasil Nazara mengungkapkan pentingnya untuk pemerintah memberi perhatian kepada BPJS Kesehatan.
Menurutnya, hal yang harus dilihat lebih dalam dan perlu dikritisi adalah regulasi. Karena, ini menyangkut hajat hidup 250 juta masyarakat Indonesia.
"Saat ini BPJS memiliki keanggotaan 113 juta. Sekitar 6 juta dibayarkan seluruhnya oleh pemerintah. Hanya 15 persen yang bayar sendiri ataupun pengusaha. Ini hal yang harus dilihat lebih dalam dan kritis untuk melihat regulasinya, kalau tidak 250 juta keanggotaan ini akan gagal kalau tidak hati-hati," terang dia.
(izz)