Kelonggaran BK ekspor mineral bukan karena takut AS
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mengatakan bahwa kelonggaran bea keluar (BK) ekspor mineral sebesar 10 persen dan tax allowance untuk pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) bukan karena takut terhadap Amerika Serikat (AS).
"Begitu bea keluar mau diturunkan sedikit dituduh kita takut Amerika. Tidak ada soal takut ini soal logika saja," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik di sela Pelantikan Pejabat Eselon di Kantornya, Jakarta, Senin (28/4/2014).
Menurutnya, kelonggaran BK ekspor mineral disesuaikan dengan proses pembangunan smelter yang akan dituangkan dalam bentuk Perauran Menteri Keuangan (PMK). Hal itu atas pertimbangan pelaku usaha yang mengeluhkan atas kebijakan ini.
Karena itu, lanjut Jero, pemerintah kemudian mengakomodir keluhan itu dengan sejumlah persyaratan. Antara lain, telah berkomitmen dengan menunjukan pakta integritas kepada pemerintah bahwa perusahaan siap membangun smelter. Kemudian, bersedia menyerahkan jaminan kesungguhan sebesar 5 persen dari nilai investasi smelter.
"Kalau mereka mengeluakan semacam pakta integiritas dan ada rodmapnya, ada jaminan membangun maka kita ijinkan," terangnya.
Meski demikian, Jero mengaku, Kementerian ESDM hanya memberikan rekomendasi terkait perusahaan apa saja yang telah membangun berkomitemn untuk membangun smelter. Sedangkan untuk pemberian kelonggaran BK ekspor mineral berada di tangan Menteri Keuangan.
"Bea keluar Menkeu yang hitung. Saya hanya memberikan sinyal kepada Menkeu kalau perusahaan ini sudah OK," katanya.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Dede Suhendra mengatakan, rekomendasi kelonggaran BK eskpor mineral sebesar 10 persen kepada Kementerian Keuangan didasarkan dari permohonan perusahaan-perusahaan tambang pemegang Kontak Karya (KK).
"Mereka mintanya sekecil-kecilnya. Tapi kalau dari pertimbangan kami, kalau bisa kurang dari 10 persen itu berdasarkan hitunga kami dengan mereka," kata dia.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.001/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Keluar Barang Mineral menyatakan tarif BK untuk tembaga sebesar 25 persen. Sementara, untuk komoditas mineral yang lainnya hanya sebesar 20 persen.
Kenaikan BK berlaku untuk tembaga dinaikan menjadi sebesar 35 persen pada sementer 1/2015 dan di semester II/2015 menjadi sebesar 35 persen pada semester 1/2015. Lalu di semester II/2015 menjadi 40.
Selain itu, kenaikan tarif juga terjadi pada 2016 untuk seluruh komoditas mineral, yakni di semester I menjadi 50 persen dan di semester II sebesar 60 persen.
"Begitu bea keluar mau diturunkan sedikit dituduh kita takut Amerika. Tidak ada soal takut ini soal logika saja," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik di sela Pelantikan Pejabat Eselon di Kantornya, Jakarta, Senin (28/4/2014).
Menurutnya, kelonggaran BK ekspor mineral disesuaikan dengan proses pembangunan smelter yang akan dituangkan dalam bentuk Perauran Menteri Keuangan (PMK). Hal itu atas pertimbangan pelaku usaha yang mengeluhkan atas kebijakan ini.
Karena itu, lanjut Jero, pemerintah kemudian mengakomodir keluhan itu dengan sejumlah persyaratan. Antara lain, telah berkomitmen dengan menunjukan pakta integritas kepada pemerintah bahwa perusahaan siap membangun smelter. Kemudian, bersedia menyerahkan jaminan kesungguhan sebesar 5 persen dari nilai investasi smelter.
"Kalau mereka mengeluakan semacam pakta integiritas dan ada rodmapnya, ada jaminan membangun maka kita ijinkan," terangnya.
Meski demikian, Jero mengaku, Kementerian ESDM hanya memberikan rekomendasi terkait perusahaan apa saja yang telah membangun berkomitemn untuk membangun smelter. Sedangkan untuk pemberian kelonggaran BK ekspor mineral berada di tangan Menteri Keuangan.
"Bea keluar Menkeu yang hitung. Saya hanya memberikan sinyal kepada Menkeu kalau perusahaan ini sudah OK," katanya.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Dede Suhendra mengatakan, rekomendasi kelonggaran BK eskpor mineral sebesar 10 persen kepada Kementerian Keuangan didasarkan dari permohonan perusahaan-perusahaan tambang pemegang Kontak Karya (KK).
"Mereka mintanya sekecil-kecilnya. Tapi kalau dari pertimbangan kami, kalau bisa kurang dari 10 persen itu berdasarkan hitunga kami dengan mereka," kata dia.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.001/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Keluar Barang Mineral menyatakan tarif BK untuk tembaga sebesar 25 persen. Sementara, untuk komoditas mineral yang lainnya hanya sebesar 20 persen.
Kenaikan BK berlaku untuk tembaga dinaikan menjadi sebesar 35 persen pada sementer 1/2015 dan di semester II/2015 menjadi sebesar 35 persen pada semester 1/2015. Lalu di semester II/2015 menjadi 40.
Selain itu, kenaikan tarif juga terjadi pada 2016 untuk seluruh komoditas mineral, yakni di semester I menjadi 50 persen dan di semester II sebesar 60 persen.
(izz)