OJK: Pengawasan lembaga keuangan butuh dana besar
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rahmat Waluyanto mengungkapkan, pengaturan pengawasan dalam industri jasa keuangan semakin berat, karena kompleksitas dan risiko yang semakin besar.
Menurutnya, pengawasan dengan risiko yang besar tersebut tentu membutuhkan dana yang besar. Karena itu, pungutan dirasa dapat menjadi cara untuk mengurangi beban dana tersebut, yang tidak mungkin dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) seluruhnya.
"Pengawasan terhadap lembaga keuangan diperlukan dana yang besar, sedangkan APBN bukannya tanpa batas. Kalau APBN bebannya semakin besar maka tentu akan semakin membebani negara," ungkap dia dalam diskusi OJK di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (29/4/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, industri perlu berparitisipasi membangun dirinya secara keseluruhan. Salah satu aspek kegiatan OJK adalah pengembangan sektor jasa keuangan.
Jadi, lanjut dia, fungsi OJK tidak hanya mengatur industri jasa keuangan, melainkan juga mengembangkannya yang tentunya membutuhkan biaya pengembangan yang besar pula.
"Sekarang perlindungan terhadap konsumen juga, jadi main concern OJK. Dan ini butuh sumber dana yang tidak sedikit. Partisipasi masyarakat, dalam hal ini industri jasa keuangan dirasa perlu," tuturnya.
Rahmat mengatakan, kebijakan atau filosofi OJK dalam kaitannya dengan pungutan ini adalah melakukan recycling pungutan yang diterima dalam industri dalam bentuk pengaturan serta penegakan hukum yang lebih baik.
"Sekarang masih gunakan APBN, tahun depan kita akan gunakan dari pungutan tahun ini. Suatu saat bisa saja kita hanya bergantung pada pungutan. Bisa juga nanti kembali lagi hanya APBN. Kalau industri sedang mengalami masa turbulence atau krisis," pungkasnya.
Menurutnya, pengawasan dengan risiko yang besar tersebut tentu membutuhkan dana yang besar. Karena itu, pungutan dirasa dapat menjadi cara untuk mengurangi beban dana tersebut, yang tidak mungkin dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) seluruhnya.
"Pengawasan terhadap lembaga keuangan diperlukan dana yang besar, sedangkan APBN bukannya tanpa batas. Kalau APBN bebannya semakin besar maka tentu akan semakin membebani negara," ungkap dia dalam diskusi OJK di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (29/4/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, industri perlu berparitisipasi membangun dirinya secara keseluruhan. Salah satu aspek kegiatan OJK adalah pengembangan sektor jasa keuangan.
Jadi, lanjut dia, fungsi OJK tidak hanya mengatur industri jasa keuangan, melainkan juga mengembangkannya yang tentunya membutuhkan biaya pengembangan yang besar pula.
"Sekarang perlindungan terhadap konsumen juga, jadi main concern OJK. Dan ini butuh sumber dana yang tidak sedikit. Partisipasi masyarakat, dalam hal ini industri jasa keuangan dirasa perlu," tuturnya.
Rahmat mengatakan, kebijakan atau filosofi OJK dalam kaitannya dengan pungutan ini adalah melakukan recycling pungutan yang diterima dalam industri dalam bentuk pengaturan serta penegakan hukum yang lebih baik.
"Sekarang masih gunakan APBN, tahun depan kita akan gunakan dari pungutan tahun ini. Suatu saat bisa saja kita hanya bergantung pada pungutan. Bisa juga nanti kembali lagi hanya APBN. Kalau industri sedang mengalami masa turbulence atau krisis," pungkasnya.
(izz)