Proyek Pipa Arun-Belawan Molor, Ekonomi Sumut Terpuruk
A
A
A
JAKARTA - Krisis listrik dan Gas Bumi yang terjadi di Sumatera Utara bakal semakin berkepanjangan dan membuat ekonomi semakin terpuruk. Hal ini terjadi menyusul molornya pembangunan jaringan pipa gas Arun-Belawan yang kini sedang dibangun oleh Pertagas.
Anak Perusahaan Pertamina tersebut telah mengkonfirmasi bahwa proyek pipa Arun-Belawan, yang akan memasok gas bumi untuk PLN dan sektor usaha di Sumut, tidak akan selesai sesuai target Oktober tahun ini. Direktur Utama Pertagas Hendra Jaya mengungkapkan bahwa proyek Arun-Belawan baru akan dapat beroperasi di awal 2015.
Ketua Asosiasi Pengguna Gas (Apigas) Sumut Johan Brien mengatakan, ketidakpastian penyelesaian pembangunan pipa gas Arun-Belawan telah menyebabkan biaya bisnis di Sumut semakin melambung tinggi. Pasalnya, akibat minimnya pasokan gas bumi seperti yang kini terjadi, pengusaha tidak dapat memaksimalkan kapasitas produksinya. Selain itu daya saing pengusaha di Medan juga terus menurun lantaran beban biaya energi yang semakin tinggi.
"Ekonomi Sumatera akan semakin terpuruk akibat biaya energi yang semakin tinggi. Penutupan pabrik akan terus terjadi dan PHK juga akan semakin besar karena pelaku usaha akan kesulitan mempertahankan bisnisnya. Proyek gas Arun bukan solusi, terlalu banyak janji Pertagas yang hanya indah di koran," tegas Johan, Kamis (12/6/2014).
Selain proyek pipa yang gagal terbangun tepat waktu, PLN dan Pengusaha di Sumut juga harus menghadapi mahalnya biaya gas dari Pertamina. Sebab, harga gas dari Arun, Aceh yang merupakan hasil dari proses regasifikasi dari LNG, akan dipatok di kisaran USD19 per mmbtu. Harga tersebut hampir dua kali lipat dari harga gas yang dinikmati sektor industri dari PGN saat ini yang berkisar USD9,8-USD10 per mmbtu.
Dengan harga gas yang mahal tersebut maka beban PLN dan sektor usaha di Sumut akan semakin berat, sehingga ekonomi di wilayah ini semakin terpuruk karena kehilangan daya saingnya. Saat ini pasokan gas ke Sumut hanya 10 mmscfd yang dimanfaatkan secara bersama oleh PLN dan sektor usaha. Sementara kebutuhan PLN mencapai sekitar 85 mmscfd dan sektor industri sebanyak 150 mmscfd.
"Harga gas Pertamina yang sangat mahal akan membuat bisnis di Sumut sulit bersaing dan mati. Pemerintah memang tidak pernah serius mengatasi masalah di Sumut dan masyarakat yang selalu jadi korban. Listrik terus menerus mati, gas pun sulit didapat sehingga lapangan kerja semakin terbatas," urai Johan.
Johan juga menyayangkan lemahnya kebijakan pemerintah pusat dalam menyelesaikan krisis energi di Sumut. Bahkan banyak pelaku usaha melihat pemerintah melakukan pembiaran terhadap kondisi yang kini terjadi tanpa mencari solusi terbaik. Perencanaan dan pengelolaan energi di Sumut dinilai sangat buruk dan cenderung dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.
Situasi di Sumut saat ini harusnya tidak terjadi jika rencana pengoperasian FSRU PGN tidak diobrak-abrik dengan kebijakan baru dari Arun-Belawan. Jika FRSU tetap berjalan ekonomi Sumut akan jauh lebih berkembang dan lapangan kerja akan bertambah semakin besar karena industri juga akan tumbuh signifikan.
"Pengalaman buruk di Sumut ini jangan terulang di wilayah lain, risiko dan dampak negatifnya terlalu besar bagi industri dan masyarakat," tegas Johan.
Anak Perusahaan Pertamina tersebut telah mengkonfirmasi bahwa proyek pipa Arun-Belawan, yang akan memasok gas bumi untuk PLN dan sektor usaha di Sumut, tidak akan selesai sesuai target Oktober tahun ini. Direktur Utama Pertagas Hendra Jaya mengungkapkan bahwa proyek Arun-Belawan baru akan dapat beroperasi di awal 2015.
Ketua Asosiasi Pengguna Gas (Apigas) Sumut Johan Brien mengatakan, ketidakpastian penyelesaian pembangunan pipa gas Arun-Belawan telah menyebabkan biaya bisnis di Sumut semakin melambung tinggi. Pasalnya, akibat minimnya pasokan gas bumi seperti yang kini terjadi, pengusaha tidak dapat memaksimalkan kapasitas produksinya. Selain itu daya saing pengusaha di Medan juga terus menurun lantaran beban biaya energi yang semakin tinggi.
"Ekonomi Sumatera akan semakin terpuruk akibat biaya energi yang semakin tinggi. Penutupan pabrik akan terus terjadi dan PHK juga akan semakin besar karena pelaku usaha akan kesulitan mempertahankan bisnisnya. Proyek gas Arun bukan solusi, terlalu banyak janji Pertagas yang hanya indah di koran," tegas Johan, Kamis (12/6/2014).
Selain proyek pipa yang gagal terbangun tepat waktu, PLN dan Pengusaha di Sumut juga harus menghadapi mahalnya biaya gas dari Pertamina. Sebab, harga gas dari Arun, Aceh yang merupakan hasil dari proses regasifikasi dari LNG, akan dipatok di kisaran USD19 per mmbtu. Harga tersebut hampir dua kali lipat dari harga gas yang dinikmati sektor industri dari PGN saat ini yang berkisar USD9,8-USD10 per mmbtu.
Dengan harga gas yang mahal tersebut maka beban PLN dan sektor usaha di Sumut akan semakin berat, sehingga ekonomi di wilayah ini semakin terpuruk karena kehilangan daya saingnya. Saat ini pasokan gas ke Sumut hanya 10 mmscfd yang dimanfaatkan secara bersama oleh PLN dan sektor usaha. Sementara kebutuhan PLN mencapai sekitar 85 mmscfd dan sektor industri sebanyak 150 mmscfd.
"Harga gas Pertamina yang sangat mahal akan membuat bisnis di Sumut sulit bersaing dan mati. Pemerintah memang tidak pernah serius mengatasi masalah di Sumut dan masyarakat yang selalu jadi korban. Listrik terus menerus mati, gas pun sulit didapat sehingga lapangan kerja semakin terbatas," urai Johan.
Johan juga menyayangkan lemahnya kebijakan pemerintah pusat dalam menyelesaikan krisis energi di Sumut. Bahkan banyak pelaku usaha melihat pemerintah melakukan pembiaran terhadap kondisi yang kini terjadi tanpa mencari solusi terbaik. Perencanaan dan pengelolaan energi di Sumut dinilai sangat buruk dan cenderung dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.
Situasi di Sumut saat ini harusnya tidak terjadi jika rencana pengoperasian FSRU PGN tidak diobrak-abrik dengan kebijakan baru dari Arun-Belawan. Jika FRSU tetap berjalan ekonomi Sumut akan jauh lebih berkembang dan lapangan kerja akan bertambah semakin besar karena industri juga akan tumbuh signifikan.
"Pengalaman buruk di Sumut ini jangan terulang di wilayah lain, risiko dan dampak negatifnya terlalu besar bagi industri dan masyarakat," tegas Johan.
(gpr)