Ekonomi RI Terimbas Pemangkasan Ekonomi Global
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia beberapa waktu lalu merilis pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,2% menjadi 2,8%. Hal ini didasari kekhawatiran ekonomi di Amerika Serikat (AS), krisis Ukraina dan perubahan masa depan kebijakan makro.
Menanggapi hal itu, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan turun. Bahkan dia memprediksikan sejak awal bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lebih dari 5,3%-5,4%.
"Sesungguhnya beberapa institusi di dunia tidak terlalu yakin bahwa pemulihan ekonomi AS akan segera meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia. Kecamuk politik Timur Tengah, Rusia, lalu kondisi politik di dalam negeri membuat konsolidasi perekonomian tidak berjalan mulus," ujar dia kepada Sindonews, Minggu (15/4/2014).
Kekhawatiran tersebut, sambung dia, tentu akan berdampak juga ke negara lain, terlebih ke Indonesia yang memang kondisi ekonominya tergantung pada kondisi ekonomi global.
Dia menilai, jika kondisi ekonomi Indonesia menurun, maka pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan pengangguran yang selanjutnya akan mengakibatkan kemiskinan bertambah.
"Ketimpangan dari semua sisi ya, bukan hanya dari segi pendapatan, tapi juga ekonomi, sosial, sektoral, intelektual. Itu akan terus berjalan. Itu berarti kemelut perekonomian semakin meningkat. Orang berusaha bertahan di tengah situasi yang menurun. Situasi persaingannya makin tajam karena orang-orang makin bertahan untuk tidak tersingkir," tutur dia.
Senada dengan Noorsy, ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan bahwa pemangkasan pertumbuhan ekonomi dunia memiliki pengaruh yang besar. Oleh karena itu, Indonesia sendiri sudah merevisi pertumbuhannya dari sebelumnya 6% menjadi 5,5%.
"Kita sendiri pun juga nurunin dari 5,6% menjadi 5,3%. Jadi, sebenarnya kita cukup respon ya," ujar dia.
Kendati demikian, Destry menilai ada sisi positif yang dapat diambil dari perlambatan ekonomi global tersebut. Menurut dia, hal ini berarti tekanan suku bunga untuk naik menjadi berkurang dan berkorelasi pada tekanan suku bunga domestik.
"Jadi ada plus minusnya. Karena kalau ekonomi mereka recovery-nya lebih melambat dari perkiraan sebelumnya, maka bank sentralnya akan lebih menciptakan situasi yang kondusif bagi ekonominya. Jadi suku bunga tidak akan dinaikkan cepat, terus juga stimulus keuangan atau ekonomi juga tidak cepat ditarik," tandasnya.
Menanggapi hal itu, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan turun. Bahkan dia memprediksikan sejak awal bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lebih dari 5,3%-5,4%.
"Sesungguhnya beberapa institusi di dunia tidak terlalu yakin bahwa pemulihan ekonomi AS akan segera meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia. Kecamuk politik Timur Tengah, Rusia, lalu kondisi politik di dalam negeri membuat konsolidasi perekonomian tidak berjalan mulus," ujar dia kepada Sindonews, Minggu (15/4/2014).
Kekhawatiran tersebut, sambung dia, tentu akan berdampak juga ke negara lain, terlebih ke Indonesia yang memang kondisi ekonominya tergantung pada kondisi ekonomi global.
Dia menilai, jika kondisi ekonomi Indonesia menurun, maka pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan pengangguran yang selanjutnya akan mengakibatkan kemiskinan bertambah.
"Ketimpangan dari semua sisi ya, bukan hanya dari segi pendapatan, tapi juga ekonomi, sosial, sektoral, intelektual. Itu akan terus berjalan. Itu berarti kemelut perekonomian semakin meningkat. Orang berusaha bertahan di tengah situasi yang menurun. Situasi persaingannya makin tajam karena orang-orang makin bertahan untuk tidak tersingkir," tutur dia.
Senada dengan Noorsy, ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan bahwa pemangkasan pertumbuhan ekonomi dunia memiliki pengaruh yang besar. Oleh karena itu, Indonesia sendiri sudah merevisi pertumbuhannya dari sebelumnya 6% menjadi 5,5%.
"Kita sendiri pun juga nurunin dari 5,6% menjadi 5,3%. Jadi, sebenarnya kita cukup respon ya," ujar dia.
Kendati demikian, Destry menilai ada sisi positif yang dapat diambil dari perlambatan ekonomi global tersebut. Menurut dia, hal ini berarti tekanan suku bunga untuk naik menjadi berkurang dan berkorelasi pada tekanan suku bunga domestik.
"Jadi ada plus minusnya. Karena kalau ekonomi mereka recovery-nya lebih melambat dari perkiraan sebelumnya, maka bank sentralnya akan lebih menciptakan situasi yang kondusif bagi ekonominya. Jadi suku bunga tidak akan dinaikkan cepat, terus juga stimulus keuangan atau ekonomi juga tidak cepat ditarik," tandasnya.
(rna)