Kondisi Geopolitik Irak Picu Rupiah Anjlok
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada hari ini dibuka terjungkal seiring tergelincirnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal perdagangan.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD disebabkan karena kondisi geopolitik Irak yang kurang kondusif.
"Karena kemarin Thailand enggak terlalu berpengaruh, karena Thailand impact-nya limited. Tetapi Irak ini berkaitan dengan energi price. Karena keliatan juga bahwa harga ICP minyaknya mengalami peningkatan. Sehingga ada concern terhadap harga energi," ujar Chatib usai Raker di Ruang Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Dia mengatakan, pelemahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi di region secara keseluruhan. Chatib memastikan bahwa pelemahan ini sifatnya temporer.
"Selalu begitu. Kalau lihat sekarang aja, setiap ada shock di luar, selalu rupiahnya overshot. Karena banyak faktor rupiah kita yang berpengaruh pada subsidi. Jadi faktor rupiah itu berpengaruh pada banyak variabel ini. Kalau kalian liat sebetulnya dari data yang lalu, ketika tapering off terjadi rupiah overshot," imbuh dia.
Menurutnya, persoalan fundamental ini masuk di berbagai variabel Indonesia, terutama dalam hal budget. Dalam negara yang subsidi energinya tidak terlalu besar, kemungkinan impact-nya tidak terlampau parah.
Senada dengan Chatib, Gubernur Bank Indonesia (BI) menyatakan pelemahan ini akibat kondisi geopolitik Irak menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran. Pasalnya, akan ada kenaikan harga minyak dan dikhawatirkan akan berdampak secara luas kepada dunia. "Tentu bagi negara yang net importer menjadi lebih sensitif," terangnya.
Hal yang kedua yang perlu diamati, lanjut Agus, rapat FOMJ yang memberikan informasi bahwa inflasi sedikit meningkat di Amerika Serikat (AS). Sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadi peningkatan bunga.
"Dan kita tahu bahwa pertemuan itu secara teratur terjadi tappering dan kemudian di 2015 akan mulai ada penyesuaian tingkat bunga. Tetapi kalau situasi menunjukan inflasi yang cenderung kuat tentu akan direspon dikhawatirkan dengan cepat," terangnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, faktor lain yang menjadi pemicu pelemahan rupiah adalah perkembangan di Tiongkok dan Euro. Menurutnya, kekhawatiran negara berkembang untuk saling mempengaruhi itu ada, namun dalam kondisi domestik yang banyak mempengaruhi nilai tukar adalah adanya pembelian dari korporasi retail untuk valas.
"Dan pembelian itu musiman karena mereka membutuhkan dana pembayaran ke luar negeri, pembayaran bunga, dividen, apapun kewajiban keluar, juga pembeli itu selain melakukan pembelian mengkhawatirkan kondisi di Irak," tukas Agus.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD disebabkan karena kondisi geopolitik Irak yang kurang kondusif.
"Karena kemarin Thailand enggak terlalu berpengaruh, karena Thailand impact-nya limited. Tetapi Irak ini berkaitan dengan energi price. Karena keliatan juga bahwa harga ICP minyaknya mengalami peningkatan. Sehingga ada concern terhadap harga energi," ujar Chatib usai Raker di Ruang Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Dia mengatakan, pelemahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi di region secara keseluruhan. Chatib memastikan bahwa pelemahan ini sifatnya temporer.
"Selalu begitu. Kalau lihat sekarang aja, setiap ada shock di luar, selalu rupiahnya overshot. Karena banyak faktor rupiah kita yang berpengaruh pada subsidi. Jadi faktor rupiah itu berpengaruh pada banyak variabel ini. Kalau kalian liat sebetulnya dari data yang lalu, ketika tapering off terjadi rupiah overshot," imbuh dia.
Menurutnya, persoalan fundamental ini masuk di berbagai variabel Indonesia, terutama dalam hal budget. Dalam negara yang subsidi energinya tidak terlalu besar, kemungkinan impact-nya tidak terlampau parah.
Senada dengan Chatib, Gubernur Bank Indonesia (BI) menyatakan pelemahan ini akibat kondisi geopolitik Irak menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran. Pasalnya, akan ada kenaikan harga minyak dan dikhawatirkan akan berdampak secara luas kepada dunia. "Tentu bagi negara yang net importer menjadi lebih sensitif," terangnya.
Hal yang kedua yang perlu diamati, lanjut Agus, rapat FOMJ yang memberikan informasi bahwa inflasi sedikit meningkat di Amerika Serikat (AS). Sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadi peningkatan bunga.
"Dan kita tahu bahwa pertemuan itu secara teratur terjadi tappering dan kemudian di 2015 akan mulai ada penyesuaian tingkat bunga. Tetapi kalau situasi menunjukan inflasi yang cenderung kuat tentu akan direspon dikhawatirkan dengan cepat," terangnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, faktor lain yang menjadi pemicu pelemahan rupiah adalah perkembangan di Tiongkok dan Euro. Menurutnya, kekhawatiran negara berkembang untuk saling mempengaruhi itu ada, namun dalam kondisi domestik yang banyak mempengaruhi nilai tukar adalah adanya pembelian dari korporasi retail untuk valas.
"Dan pembelian itu musiman karena mereka membutuhkan dana pembayaran ke luar negeri, pembayaran bunga, dividen, apapun kewajiban keluar, juga pembeli itu selain melakukan pembelian mengkhawatirkan kondisi di Irak," tukas Agus.
(gpr)