Pelaku Usaha Minta Kepastian Soal Penyesuaian CHC
A
A
A
JAKARTA - Para pelaku usaha meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk segera memutuskan rencana penyesuaian Container Handling Charge (CHC) di tiga terminal utama Pelabuhan Tanjung Priok yaitu Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Petikemas KOJA (KOJA) dan Mustika Alam Lestari (MAL).
Polemik yang terus mencuat terkait rencana penyesuaian CHC ini dianggap sangat tidak produktif dan menciptakan ketidakpastian bagi pengusaha. Padahal, seluruh Asosiasi Pengguna Jasa di Pelabuhan Priok yang meliputi INSA, GINSI, ALFI, GPEI dan Dewan Pelabuhan Tanjung Priok sudah menyetujui usulan penyesuaian tersebut.
Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan, keputusan yang berlarut-larut terkait penyesuaian CHC tidak menguntungkan pengusaha dan dalam jangka panjang akan merugikan perekonomian Indonesia.
Pasalnya penyesuaian tarif tersebut dilakukan untuk mendorong investasi baru, baik infrastruktur, SDM dan IT di Tanjung Priok. Sehingga kapasitas dan kualitas layanan di Tanjung Priok akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi.
"Bagi investor, instrumen tarif seperti CHC sangat penting untuk menentukan besaran investasi yang akan mereka tetapkan. Bila tarif tidak berubah, tentu akan sulit bagi pengelola terminal untuk melakukan investasi baru guna meningkatkan kualitas dan kapasitas layanannya. Padahal dalam menghadapi MEA di 2015 kita butuh pelabuhan yang kuat dan kompetitif," jelas Toto di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Toto menambahkan, usulan kenaikan tarif CHC sebesar USD93 per kontainer tersebut sebenarnya telah disepakati di tahun 2002. Namun karena kebijakan pemerintah terhadap kenaikan BBM, sehingga sejumlah pihak meminta diskon dan sepakat untuk diturunkan menjadi US$70. Di tahun 2008 hingga saat ini diputuskan kembali naik hingga USD83.
“Kalangan pelabuhan harus paham bahwa soal CHC bukan masalah dinaikkan atau disesuaikan. Namun kembali pada angka yang disepakati sebelumnya di tahun 2002 yakni sebesar USD93 per kontainer,” ujar Toto.
Sekjen Dewan Pelabuhan Tanjung Priok Capt. Subandi meminta polemik mengenai kenaikan CHC sebaiknya dihentikan dan dikembalikan pada Permen No.15/2014. Pasalnya, banyak pihak yang tidak memiliki kompetensi justru ikut campur tangan, sehingga masalah tarif CHC yang sesungguhnya sudah disepakati oleh pelaku usaha justru dipersoalkan lagi.
Berdasarkan Permen No. 15 tahun 2014 pasak 15 huruf b, asosiasi pengguna jasa kepelabuhanan seperti INSA, ALFI, Ginsi, Pelra, GPEI dan APBMI wajib dilibatkan dalam pembahasan usulan besaran tarif oleh Badan Usaha Pelabuhan sebelum diusulkan kepada Menteri Perhubungan.
“Rencana penyesuaian tarif sudah dibicarakan dan disetujui oleh para pelaku usaha di asosiasi jasa pelabuhan sesuai Permen 15. Masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan dan sebaiknya pemerintah segera mengambil keputusan. Tanjung Priok butuh investasi baru dan hal itu akan bisa dilakukan jika investor mendapatkan kepastian terhadap investasinya,” katanya menambahkan.
Tahun ini, para pengelola terminal petikemas di Tanjung Priok juga akan menambah investasinya. Presiden Direktur JICT, Albert Pang mengungkapkan, tahun ini JICT telah menyiapkan dana investasi sebesar US$ 40 juta untuk pembelian peralatan dan pembangunan pintu masuk (gate) baru yang terhubung dengan JORR yang akan dibangun menuju pelabuhan. Keberadaan automatic gate system yang baru ini akan melengkapi automatic gate system (JAGS) yang telah dibangun dan dioperasikan oleh JICT sejak tahun 2013.
Sementara General Manager KOJA, Ade Hartono mengungkapkan, selama 2014 KOJA akan melakukan sejumlah investasi baru guna meningkatkan kinerjanya. Misalnya dengan mengembangkan pelayanan autogate system dan menambah lapangan kontainer (Container Yard) seluas 16000 m2.
“Kami optimis dengan investasi baru akan mendorong peningkatan kualitas layanan, mengurangi dwelling time dan menciptakan efisiensi di KOJA yang akan menguntungkan para pelaku usaha,” ujarnya.
Rencana penyesuain CHC di Priok sejatinya sudah mulai dibahas sejak tahun 2013. Setelah melalui dialog yang melibatkan seluruh pelaku usaha, ditentukanlah besaran tarif tersebut. Sesuai usulan Pelindo II kepada pemerintah, tarif CHC akan disesuaikan menjadi USD93 per kontainer, sedangkan THC menjadi USD110. Saat ini besaran THC di Priok sebesar USD95 per kontainer. Struktur biaya tersebut meliputi CHC sebesar USD83, PPN senilai USD8,3 dan surcharge USD3,7 untuk setiap kontainernya.
CHC adalah biaya bongkar muat petikemas dari kapal ke lapangan penumpukan terminal petikemas yang dibayarkan oleh perusahaan pelayaran ke terminal petikemas. Sedangkan tarif THC dibayar oleh pemilik barang kepada perusahaan pelayaran.
“Pemerintah harus memahami bahwa selama lebih dari 8 tahun tarif CHC di Priok tidak pernah naik. Dengan investasi besar yang terus dilakukan oleh para operator terminal petikemas, bisa dipahami jika investor di Priok meminta penyesuaian tarif. Karena itu pemerintah harus segera mengambil keputusan, apalagi seluruh asosiasi jasa pelabuhan juga sudah tidak mempermasalahkan usulan tarif CHC dari Pelindo II,” tegas The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi.
Polemik yang terus mencuat terkait rencana penyesuaian CHC ini dianggap sangat tidak produktif dan menciptakan ketidakpastian bagi pengusaha. Padahal, seluruh Asosiasi Pengguna Jasa di Pelabuhan Priok yang meliputi INSA, GINSI, ALFI, GPEI dan Dewan Pelabuhan Tanjung Priok sudah menyetujui usulan penyesuaian tersebut.
Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan, keputusan yang berlarut-larut terkait penyesuaian CHC tidak menguntungkan pengusaha dan dalam jangka panjang akan merugikan perekonomian Indonesia.
Pasalnya penyesuaian tarif tersebut dilakukan untuk mendorong investasi baru, baik infrastruktur, SDM dan IT di Tanjung Priok. Sehingga kapasitas dan kualitas layanan di Tanjung Priok akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi.
"Bagi investor, instrumen tarif seperti CHC sangat penting untuk menentukan besaran investasi yang akan mereka tetapkan. Bila tarif tidak berubah, tentu akan sulit bagi pengelola terminal untuk melakukan investasi baru guna meningkatkan kualitas dan kapasitas layanannya. Padahal dalam menghadapi MEA di 2015 kita butuh pelabuhan yang kuat dan kompetitif," jelas Toto di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Toto menambahkan, usulan kenaikan tarif CHC sebesar USD93 per kontainer tersebut sebenarnya telah disepakati di tahun 2002. Namun karena kebijakan pemerintah terhadap kenaikan BBM, sehingga sejumlah pihak meminta diskon dan sepakat untuk diturunkan menjadi US$70. Di tahun 2008 hingga saat ini diputuskan kembali naik hingga USD83.
“Kalangan pelabuhan harus paham bahwa soal CHC bukan masalah dinaikkan atau disesuaikan. Namun kembali pada angka yang disepakati sebelumnya di tahun 2002 yakni sebesar USD93 per kontainer,” ujar Toto.
Sekjen Dewan Pelabuhan Tanjung Priok Capt. Subandi meminta polemik mengenai kenaikan CHC sebaiknya dihentikan dan dikembalikan pada Permen No.15/2014. Pasalnya, banyak pihak yang tidak memiliki kompetensi justru ikut campur tangan, sehingga masalah tarif CHC yang sesungguhnya sudah disepakati oleh pelaku usaha justru dipersoalkan lagi.
Berdasarkan Permen No. 15 tahun 2014 pasak 15 huruf b, asosiasi pengguna jasa kepelabuhanan seperti INSA, ALFI, Ginsi, Pelra, GPEI dan APBMI wajib dilibatkan dalam pembahasan usulan besaran tarif oleh Badan Usaha Pelabuhan sebelum diusulkan kepada Menteri Perhubungan.
“Rencana penyesuaian tarif sudah dibicarakan dan disetujui oleh para pelaku usaha di asosiasi jasa pelabuhan sesuai Permen 15. Masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan dan sebaiknya pemerintah segera mengambil keputusan. Tanjung Priok butuh investasi baru dan hal itu akan bisa dilakukan jika investor mendapatkan kepastian terhadap investasinya,” katanya menambahkan.
Tahun ini, para pengelola terminal petikemas di Tanjung Priok juga akan menambah investasinya. Presiden Direktur JICT, Albert Pang mengungkapkan, tahun ini JICT telah menyiapkan dana investasi sebesar US$ 40 juta untuk pembelian peralatan dan pembangunan pintu masuk (gate) baru yang terhubung dengan JORR yang akan dibangun menuju pelabuhan. Keberadaan automatic gate system yang baru ini akan melengkapi automatic gate system (JAGS) yang telah dibangun dan dioperasikan oleh JICT sejak tahun 2013.
Sementara General Manager KOJA, Ade Hartono mengungkapkan, selama 2014 KOJA akan melakukan sejumlah investasi baru guna meningkatkan kinerjanya. Misalnya dengan mengembangkan pelayanan autogate system dan menambah lapangan kontainer (Container Yard) seluas 16000 m2.
“Kami optimis dengan investasi baru akan mendorong peningkatan kualitas layanan, mengurangi dwelling time dan menciptakan efisiensi di KOJA yang akan menguntungkan para pelaku usaha,” ujarnya.
Rencana penyesuain CHC di Priok sejatinya sudah mulai dibahas sejak tahun 2013. Setelah melalui dialog yang melibatkan seluruh pelaku usaha, ditentukanlah besaran tarif tersebut. Sesuai usulan Pelindo II kepada pemerintah, tarif CHC akan disesuaikan menjadi USD93 per kontainer, sedangkan THC menjadi USD110. Saat ini besaran THC di Priok sebesar USD95 per kontainer. Struktur biaya tersebut meliputi CHC sebesar USD83, PPN senilai USD8,3 dan surcharge USD3,7 untuk setiap kontainernya.
CHC adalah biaya bongkar muat petikemas dari kapal ke lapangan penumpukan terminal petikemas yang dibayarkan oleh perusahaan pelayaran ke terminal petikemas. Sedangkan tarif THC dibayar oleh pemilik barang kepada perusahaan pelayaran.
“Pemerintah harus memahami bahwa selama lebih dari 8 tahun tarif CHC di Priok tidak pernah naik. Dengan investasi besar yang terus dilakukan oleh para operator terminal petikemas, bisa dipahami jika investor di Priok meminta penyesuaian tarif. Karena itu pemerintah harus segera mengambil keputusan, apalagi seluruh asosiasi jasa pelabuhan juga sudah tidak mempermasalahkan usulan tarif CHC dari Pelindo II,” tegas The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi.
(gpr)