Pemerintah Diminta Tidak Takut Gertakan Newmont
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Resources Studies (IRESS) menilai gugatan arbitrase PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebagai gertakan agar pemerintah mengubah peraturan UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
"Mereka ajukan arbitrase dalam rangka gertak dan ancaman. Itu dijadikan alat hadapi pemerintah tidak patuh undang-undang yang mewajibkan renegosiasi," ujar Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara di Jakarta, Selasa (8/7/2014).
Dia meminta pemerintah tidak takut. "Kalau ikut sikap itu maka sama saja pemerintah melanggar UU. Saya orang yang paling menolak jika pemerintah takut ancaman. Pemerintah harus hadapi," kata dia.
Sejak UU No 4/2009 terbit, beleid secara eksplisit melarang bentuk ekspor mineral tanpa nilai tambah melalui pembangunan fasiltas pengolahan dan pemurnian (smelter) di 2014.
Namun, pemerintah kembali memberi kelonggaran dengan menerbitkan aturan yang memperbolehkan ekspor mineral dengan kadar pengolahan tertentu.
Atas menerbitkan kebijakan itu, Marwan melihat pemerintah telah memberi kemudahan kepada pelaku usaha tambang. "Pemerintah kan sebenarnya sudah berikan relaksasi hingga 2017 dengan membolehkan ekspor olahah mineral," tutur dia.
Marwan mengakui adanya kegelisahan pelaku tambang melakukan ekspor olahan mineral lantaran tersandera dengan besaran Bea Keluar (BK) yang besar. Namun, aspek beleid BK ekspor olahan mineral dinilai guna mendorong pembangunan smelter di dalam negeri.
"Sebenarnya kan kita sudah mundur dengan memberikan kemudahan adanya relaksasi ekspor olahan mineral. Mereka menganggap BK yang ditetapkan terlalu besar. Namun, saya sampaikan pemerintah harus tunduk terhadap UU," ujarnya.
"Mereka ajukan arbitrase dalam rangka gertak dan ancaman. Itu dijadikan alat hadapi pemerintah tidak patuh undang-undang yang mewajibkan renegosiasi," ujar Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara di Jakarta, Selasa (8/7/2014).
Dia meminta pemerintah tidak takut. "Kalau ikut sikap itu maka sama saja pemerintah melanggar UU. Saya orang yang paling menolak jika pemerintah takut ancaman. Pemerintah harus hadapi," kata dia.
Sejak UU No 4/2009 terbit, beleid secara eksplisit melarang bentuk ekspor mineral tanpa nilai tambah melalui pembangunan fasiltas pengolahan dan pemurnian (smelter) di 2014.
Namun, pemerintah kembali memberi kelonggaran dengan menerbitkan aturan yang memperbolehkan ekspor mineral dengan kadar pengolahan tertentu.
Atas menerbitkan kebijakan itu, Marwan melihat pemerintah telah memberi kemudahan kepada pelaku usaha tambang. "Pemerintah kan sebenarnya sudah berikan relaksasi hingga 2017 dengan membolehkan ekspor olahah mineral," tutur dia.
Marwan mengakui adanya kegelisahan pelaku tambang melakukan ekspor olahan mineral lantaran tersandera dengan besaran Bea Keluar (BK) yang besar. Namun, aspek beleid BK ekspor olahan mineral dinilai guna mendorong pembangunan smelter di dalam negeri.
"Sebenarnya kan kita sudah mundur dengan memberikan kemudahan adanya relaksasi ekspor olahan mineral. Mereka menganggap BK yang ditetapkan terlalu besar. Namun, saya sampaikan pemerintah harus tunduk terhadap UU," ujarnya.
(izz)