Pasar Kelas Menengah Muslim RI Menggeliat
A
A
A
JAKARTA - Pakar Marketing Yuswohady mengungkapkan, pasar muslim menggeliat menjadi pasar yang besar di berbagai industri, seperti umroh, bank dan asuransi syariah, fesyen hijab, kosmetik halal, makanan halal, buku dan musik hingga hotel syariah.
Menurut dia, mereka tak hanya mencari manfaat fungsional dan emosional (functional-emotional benefit), tapi juga semakin mencari manfaat spiritual (spiritual benefit) dari produk yang mereka beli dan konsumsi. Kalau dulu konsumen muslim kurang begitu peduli pada praktek riba dalam perbankan, kini mereka menjadi peduli untuk menghindari riba. Tercatat, bank syariah tumbuh pesat 40% per tahun.
Selain itu, jika dulu konsumen tak begitu peduli dengan makanan halal, kini mereka menjadi sangat peduli. Berdasarkan survei, 95% konsumen kosmetik mengecek label halal. Begitu juga kaum wanita muslim kini semakin peduli untuk menutup auratnya. Dengan perubahan tersebut, dia menilai, marketer tidak bisa lagi mengabaikan pasar muslim ini.
“Kami berani mengatakan selama 5 tahun terakhir pasar middle-class moslem di Indonesia telah mengalami revolusi karena adanya pergeseran perilaku yang sangat mendasar,” kata Yuswohady saat acara buka puasa bersama sekaligus launching dan diskusi buku “Marketing to the Middle Class Moslem” di Jakarta, akhir pekan ini.
Dia melanjutkan, saat ini ada beberapa perubahan dan perilaku konsumen, yakni boom bank syariah, revolusi hijabers, kosmetik muslim kian kinclong, rutin berumroh, hotel syariah menjamur, kewirausahaan muslim, label halal jadi rebutan, dan terakhir adalah kian kaya, kian bersedekah.
Yuswohady menuturkan, pesatnya perkembangan pasar muslim kelas menengah tak hanya tercermin dari urusan beli produk dan layanan. Menggeliatnya pasar tersebut juga tercermin dari makin getolnya mereka bersedekah dan membayar zakat.
“Survei Inventure tahun 2013 menunjukkan bahwa pengeluaran kelas menengah untuk zakat dan sumbangan mencapai 5,4% dari total pengeluaran bulanan, sebuah angka yang cukup besar,” tukas dia.
Menurut dia, mereka tak hanya mencari manfaat fungsional dan emosional (functional-emotional benefit), tapi juga semakin mencari manfaat spiritual (spiritual benefit) dari produk yang mereka beli dan konsumsi. Kalau dulu konsumen muslim kurang begitu peduli pada praktek riba dalam perbankan, kini mereka menjadi peduli untuk menghindari riba. Tercatat, bank syariah tumbuh pesat 40% per tahun.
Selain itu, jika dulu konsumen tak begitu peduli dengan makanan halal, kini mereka menjadi sangat peduli. Berdasarkan survei, 95% konsumen kosmetik mengecek label halal. Begitu juga kaum wanita muslim kini semakin peduli untuk menutup auratnya. Dengan perubahan tersebut, dia menilai, marketer tidak bisa lagi mengabaikan pasar muslim ini.
“Kami berani mengatakan selama 5 tahun terakhir pasar middle-class moslem di Indonesia telah mengalami revolusi karena adanya pergeseran perilaku yang sangat mendasar,” kata Yuswohady saat acara buka puasa bersama sekaligus launching dan diskusi buku “Marketing to the Middle Class Moslem” di Jakarta, akhir pekan ini.
Dia melanjutkan, saat ini ada beberapa perubahan dan perilaku konsumen, yakni boom bank syariah, revolusi hijabers, kosmetik muslim kian kinclong, rutin berumroh, hotel syariah menjamur, kewirausahaan muslim, label halal jadi rebutan, dan terakhir adalah kian kaya, kian bersedekah.
Yuswohady menuturkan, pesatnya perkembangan pasar muslim kelas menengah tak hanya tercermin dari urusan beli produk dan layanan. Menggeliatnya pasar tersebut juga tercermin dari makin getolnya mereka bersedekah dan membayar zakat.
“Survei Inventure tahun 2013 menunjukkan bahwa pengeluaran kelas menengah untuk zakat dan sumbangan mencapai 5,4% dari total pengeluaran bulanan, sebuah angka yang cukup besar,” tukas dia.
(rna)