Agen Mobil Baru Dipaksa Pasang Converter Kit
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong Kementerian Perindustrian agar memaksa para agen mobil baru memasang converter kit guna mempercepat konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Kelembagaan dan Perencanaan Strategis IGN Wiratmaja Puja, mengatakan dorongan itu berkaitan dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) untuk memasang converter kit.
"Pak Menteri ESDM sudah menelepon pak Hidayat (Menteri Perindustrian), supaya perindustrian memaksa agen-agen mobil baru memasang converter kit untuk duel fuel. Kami sedang susun SKB (Surat Keputusan Bersama)-nya," ungkap dia di Jakarta, Rabu, (16/7/2014).
Dia mengatakan, konversi BBM ke BBG di sektor transportasi dinilai menjadi pilihan ideal seiring dengan terus membengkaknya subsidi BBM di sektor transportasi. Apalagi pemerintah tidak mau mengambil kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, sehingga pemerintah nantinya akan memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk converter kit.
"Insentif salah satunya bebas bea masuk untuk converter kit. Kalau dibebaskan bea masuk kan bisa lebih murah. Presiden pada dasarnya sudah buat Perpres soal BBG, di Perpres Nomor 60," tegas dia.
Menurut Wiraatmaja, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pengusaha yang akan membangun Stasiun Pengisian BBG (SPBG). "Insentif untuk SPBG, listriknya subsidi, sama dengan kereta api. Semua pengusaha SPBG akan kita kasih," kata dia.
Wiraatmaja menambahkan, kendala pembangunan SPBG, diantaranya soal pelanggan dan margin menjual BBG yang relatif kecil, apalagi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
"Harga gas kan Rp3.100 per LSP (liter setara premium), margin SPBG itu kecil, beli gas pakai USD, sekarang USD sudah Rp12 ribu. Kita mau menaikkan harga, tetapi berapa yang sebaiknya pengusaha untung tapi rakyat juga affordable. Kendala lainnya, pemakainya belum ada," tutur dia.
Menurutnya, saat ini jumlah SPBG yang sudah beroperasi dan telah menjual BBG baru sebanyak 14 SPBG. Infrastruktur gas yang tersedia saat ini, berupa pipa open access 3.476 kilometer (km), pipa dedicated hulu 4.110 km, pipa dedicated hilir 7.987 km, pipa kepentingan sendiri 46 km.
Selain itu, pipa dedicated hulu 4.110 km, LNG plant tiga unit, terminal gas terapung (Floating Storage Refuel Unit/FSRU) satu unit, SPB-CNG 14 unit, wilayah jaringan distribusi empat, jaringan gas rumah tangga 162.000 rumah tangga.
Di sisi lain, tantangan yang harus dihadapi pemerintahan baru di sektor energi nanti adalah masalah penurunan produksi minyak, ketergantungan impor BBM akses energi terbatas, harga energi yang belum kompetitif dan subsidi tinggi, pemanfaatan energi belum efisien serta bauran energi masih didominasi BBM.
“Sedangkan energi baru terbarukan (EBT) masih rendah, peningkatan nilai tambah, ketidaktersediaan kilang, ketidaktersediaan buffer stock, illegal mining, infrastruktur tidak merata, subsidi tidak tepat sasaran, koordinasi antar instansi, dan perizinan,” kata dia.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Kelembagaan dan Perencanaan Strategis IGN Wiratmaja Puja, mengatakan dorongan itu berkaitan dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) untuk memasang converter kit.
"Pak Menteri ESDM sudah menelepon pak Hidayat (Menteri Perindustrian), supaya perindustrian memaksa agen-agen mobil baru memasang converter kit untuk duel fuel. Kami sedang susun SKB (Surat Keputusan Bersama)-nya," ungkap dia di Jakarta, Rabu, (16/7/2014).
Dia mengatakan, konversi BBM ke BBG di sektor transportasi dinilai menjadi pilihan ideal seiring dengan terus membengkaknya subsidi BBM di sektor transportasi. Apalagi pemerintah tidak mau mengambil kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, sehingga pemerintah nantinya akan memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk converter kit.
"Insentif salah satunya bebas bea masuk untuk converter kit. Kalau dibebaskan bea masuk kan bisa lebih murah. Presiden pada dasarnya sudah buat Perpres soal BBG, di Perpres Nomor 60," tegas dia.
Menurut Wiraatmaja, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pengusaha yang akan membangun Stasiun Pengisian BBG (SPBG). "Insentif untuk SPBG, listriknya subsidi, sama dengan kereta api. Semua pengusaha SPBG akan kita kasih," kata dia.
Wiraatmaja menambahkan, kendala pembangunan SPBG, diantaranya soal pelanggan dan margin menjual BBG yang relatif kecil, apalagi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
"Harga gas kan Rp3.100 per LSP (liter setara premium), margin SPBG itu kecil, beli gas pakai USD, sekarang USD sudah Rp12 ribu. Kita mau menaikkan harga, tetapi berapa yang sebaiknya pengusaha untung tapi rakyat juga affordable. Kendala lainnya, pemakainya belum ada," tutur dia.
Menurutnya, saat ini jumlah SPBG yang sudah beroperasi dan telah menjual BBG baru sebanyak 14 SPBG. Infrastruktur gas yang tersedia saat ini, berupa pipa open access 3.476 kilometer (km), pipa dedicated hulu 4.110 km, pipa dedicated hilir 7.987 km, pipa kepentingan sendiri 46 km.
Selain itu, pipa dedicated hulu 4.110 km, LNG plant tiga unit, terminal gas terapung (Floating Storage Refuel Unit/FSRU) satu unit, SPB-CNG 14 unit, wilayah jaringan distribusi empat, jaringan gas rumah tangga 162.000 rumah tangga.
Di sisi lain, tantangan yang harus dihadapi pemerintahan baru di sektor energi nanti adalah masalah penurunan produksi minyak, ketergantungan impor BBM akses energi terbatas, harga energi yang belum kompetitif dan subsidi tinggi, pemanfaatan energi belum efisien serta bauran energi masih didominasi BBM.
“Sedangkan energi baru terbarukan (EBT) masih rendah, peningkatan nilai tambah, ketidaktersediaan kilang, ketidaktersediaan buffer stock, illegal mining, infrastruktur tidak merata, subsidi tidak tepat sasaran, koordinasi antar instansi, dan perizinan,” kata dia.
(rna)