Dwelling Time Dituntaskan dalam 100 Hari Terakhir
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian bersama jajaran kementerian terkait kembali menggelar rapat koordinasi (rakor) membahas masalah dwelling time atau sirkulasi barang sejak kapal bersandar di dermaga hingga keluar pintu pelabuhan.
Rapat ini lanjutan setelah beberapa waktu lalu menggelar rapat dengan pembahasan yang sama di Kantor Pusat Pelindo II.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, permasalahan dwelling time ini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam 100 hari terakhir masa jabatannya.
"Ini program 100 hari terakhir yang jadi program pemerintah. Tujuannya menurunkan dwelling time, sehingga ongkos logistik kita lebih murah," ujarnya di Kantor Kemenkeu Jakarta, Senin (21/7/2014).
Sementara, Menko Perekonomian Chairul Tandjung (CT) menuturkan, salah satu penyebab tingginya ongkos logistik nasional karena proses pemasukan dan pengeluaran barang di pelabuhan memakan waktu yang lama.
"Kita pakai Pelabuhan Tanjung Priok karena dia terbesar, bukan berarti yang lain tidak disentuh," imbuh dia.
Mantan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini menuturkan, masih banyak hal yang harus diperbaiki terkait jangka waktu dan hambatan proses di Tanjung Priok.
"Saya telah menugaskan Wamenhub (Wakil Menteri Perhubungan) terkait masalah infrasruktur yang masuk ke Tanjung Priok, rel kereta yang belum masuk ke pelabuhan, jalan tol pembebasan tanahnya, tol Cibitung-Cilincing, berputarnya truk di Tanjung Priok," ujarnya.
Selain itu, lanjut CT, permasalahan terkait software. Pihaknya meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk mengontrol satu demi satu permasalahan.
"Sejauh ini undercontrol, setelah Lebaran akan cek kembali untuk memastikan dua hal tadi hardware dan sofware bisa terlaksana dengan baik," ujar dia.
Lebih lanjut dia menuturkan, sistem software di pelabuhan akan menggunakan metodologi minilab, di mana setiap Kementerian dan Lembaga (K/L) ikut terlibat komunikasi dan koordinasi untuk menciptakan sebuah sistem agar implementasinya tidak ditemui kendala.
"K/L yang ada semua berkordinasi secara satu bahasa, sehingga bahasannya baik Bea Cukai, otoritas pelabuhan, pertanian, perdagangan dan lain-lain suaranya satu. Dengan begitu dunia usaha dalam hal ini importir dan eksportir mendapat kemudahan, membuat iklim dunia usaha lebih baik, serta membuat investasi masuk Indonesia," pungkasnya.
Rapat ini lanjutan setelah beberapa waktu lalu menggelar rapat dengan pembahasan yang sama di Kantor Pusat Pelindo II.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, permasalahan dwelling time ini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam 100 hari terakhir masa jabatannya.
"Ini program 100 hari terakhir yang jadi program pemerintah. Tujuannya menurunkan dwelling time, sehingga ongkos logistik kita lebih murah," ujarnya di Kantor Kemenkeu Jakarta, Senin (21/7/2014).
Sementara, Menko Perekonomian Chairul Tandjung (CT) menuturkan, salah satu penyebab tingginya ongkos logistik nasional karena proses pemasukan dan pengeluaran barang di pelabuhan memakan waktu yang lama.
"Kita pakai Pelabuhan Tanjung Priok karena dia terbesar, bukan berarti yang lain tidak disentuh," imbuh dia.
Mantan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini menuturkan, masih banyak hal yang harus diperbaiki terkait jangka waktu dan hambatan proses di Tanjung Priok.
"Saya telah menugaskan Wamenhub (Wakil Menteri Perhubungan) terkait masalah infrasruktur yang masuk ke Tanjung Priok, rel kereta yang belum masuk ke pelabuhan, jalan tol pembebasan tanahnya, tol Cibitung-Cilincing, berputarnya truk di Tanjung Priok," ujarnya.
Selain itu, lanjut CT, permasalahan terkait software. Pihaknya meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk mengontrol satu demi satu permasalahan.
"Sejauh ini undercontrol, setelah Lebaran akan cek kembali untuk memastikan dua hal tadi hardware dan sofware bisa terlaksana dengan baik," ujar dia.
Lebih lanjut dia menuturkan, sistem software di pelabuhan akan menggunakan metodologi minilab, di mana setiap Kementerian dan Lembaga (K/L) ikut terlibat komunikasi dan koordinasi untuk menciptakan sebuah sistem agar implementasinya tidak ditemui kendala.
"K/L yang ada semua berkordinasi secara satu bahasa, sehingga bahasannya baik Bea Cukai, otoritas pelabuhan, pertanian, perdagangan dan lain-lain suaranya satu. Dengan begitu dunia usaha dalam hal ini importir dan eksportir mendapat kemudahan, membuat iklim dunia usaha lebih baik, serta membuat investasi masuk Indonesia," pungkasnya.
(izz)